Sebelum membaca, diharapkan untuk vote terlebih dahulu.
Pagi hari, Altair sudah selesai melukis wajah Pluto. Aeris bertepuk tangan, kagum akan hasilnya. Ia bersama Redeia, Navulia, dan Helios memuji lukisan Altair. Sementara itu, Altair sudah memasang wajah sombongnya karena terus-terusan mendapat pujian.
"Bagaimana, Altair?" tanya Loria yang baru saja kembali dari kamar mandi. Mereka semua sedang berkumpul di kamar Aeris dan Loria, seperti kemarin-kemarin.
"Ini, Kak. Sudah selesai." Altair menunjuk lukisannya yang berada tepat di sebelahnya.
Loria melihat dengan seksama, lalu mengangguk. "Cukup mirip dengan Pluto. Bagus, Altair."
"Terima kasih, Kak." Altair tersenyum sehabis mengucapkan terima kasih kepada Loria.
"Apakah kita langsung mencarinya?" Aeris bertanya. Karena jujur, ia ingin cepat-cepat menemukan Pluto dan kembali ke masa depan. Berlama-lama di masa lalu membuat dirinya mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
"Sepertinya iya. Semakin cepat, semakin baik," jawab Loria. Aeris mengangguk.
"Baiklah, ayo bersiap-siap," kata Helios. Ia berdiri, lalu beranjak pergi meninggalkan kamar Aeris dan Loria.
"Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya." Redeia berkata sembari berdiri dari duduknya, diikuti Navulia.
"Aku akan langsung tunggu di luar ya, Kak," ucap Aeris, lalu pergi mengikuti yang lainnya.
"Baiklah, aku akan bersiap-siap dulu," jawab Loria.
Setelah keluar dari kamar, ia langsung duduk di kursi yang berada di depan penginapan. Aeris memandang ke langit di atas sana. Ia memejamkan matanya, merasakan hawa sejuk yang menusuk kulitnya. Sudah sekitar dua tahun Aeris tidak merasakan suasana seperti ini.
Tiba-tiba saja, ada seorang wanita yang mendekat ke arahnya, Aeris langsung membuka matanya dan tersenyum kepada wanita itu.
"Aku mengenal seluruh warga di sini, tapi aku belum pernah melihat wajahmu. Apakah kau pendatang?" tanyanya.
"Ahh ... aku sedang pergi menjelajah bersama teman-temanku, lalu peta kami hilang, kami tersesat, untung saja kami menemukan permukiman ini," jawab Aeris. Tentu saja ia berbohong, jika jujur, bisa-bisa ia disangka gila.
"Wahh, penjelajah ya .... asalmu dari mana?"
"Aku dari Hanasta." Terlihat wajah wanita tersebut sedikit terkejut mendengarnya.
"Hanasta? Lumayan jauh. Aku dengar-dengar, Raja Valendra semakin kejam, apakah itu benar?" Aeris mengerutkan dahinya, bingung.
"Tidak, dia tidak kejam. Sebenarnya, Raja Valendra itu menurutku sangat baik, hanya sikapnya saja yang tegas agar rakyatnya disiplin," jawab Aeris.
Wanita tadi menganggukkan kepalanya. "Sepertinya rumor yang kami dengar salah ya." Giliran Aeris yang mengangguk.
"Wahh jadi teringat, Pangeran Elijah dan Putri Jemimah akan berangkat menuju Hanasta beberapa hari lagi." Aeris lagi-lagi mengerutkan dahinya bingung. Ia langsung berkata di dalam hati, apakah Pangeran Elijah dan Putri Jemimah adalah anggota Kerajaan Vilas?
"Aeris, ayo!" Loria tiba-tiba muncul di belakang Aeris.
"Ahh ... ayo. Maaf Ibu, aku duluan ya. Semoga kita bisa bertemu lagi nanti." Aeris langsung tersenyum dan berjalan menjauh dari wanita tersebut.
"Dia siapa?" bisik Loria.
"Salah satu warga Vilas, dia mengajakku berbicara tadi." Aeris menjawab.
"Ahh begitu. Ya sudah, ayo!" Loria langsung menarik Aeris menuju anggota tim lainnya yang sudah menunggu mereka di dekat penginapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edith: Retrouvailles
Historical FictionKenangan masa lalu kembali hadir di hidup Aeris kala ia ditugaskan menuju tahun 1822. [Edith series #2] Sudah diterbitkan oleh Nebula Publisher dan part masih lengkap. Diharapkan untuk membaca Edith: Survive in Past dahulu jika belum membacanya. 04...