Sebelum membaca, diharapkan untuk vote terlebih dahulu
Malam terasa sunyi ketika Valendra tidak ada di Hanasta. Aeris hanya melihat makanan di hadapannya tanpa ingin memakannya. Entah karena Valendra tidak ada di sini atau karena hal lain. Ia merasa gelisah, tidak tenang, seperti akan terjadi sesuatu yang buruk. Aeris hanya berharap Valendra baik-baik saja.
Aeris lantas memotong makanan di hadapannya dan memasukannya ke dalam mulut. Makanan itu enak, tapi Aeris tetap tidak bisa menghilangkan rasa gelisah di dalam hati.
"Apa Yang Mulia sedang banyak pikiran?" Elijah bertanya, karena melihat Aeris yang seperti tidak nafsu makan.
Aeris tersadar dan langsung tersenyum. "Tidak ada."
"Baiklah, Yang Mulia." Elijah menjawab. Namun, Pangeran itu tahu Aeris berbohong. Tetapi ia hanya diam, tidak ingin bertanya lagi dan menganggu Aeris. Lagi pula, jika sesuai tata krama, dilarang berbicara ketika sedang makan.
Aeris memang sedang makan malam bersama Elijah dan Jemimah. Teman-temannya yang lain akan makan setelah Aeris selesai makan.
Terpikir teman-temannya yang belum makan. Aeris segera melahap makanannya lagi sampai habis. Setelah kira-kira lima belas menit, mereka pun selesai makan. Ketiga orang di ruang makan itu berdiri, lantas keluar.
"Maaf, Yang Mulia. Ada yang ingin kami sampaikan." Elijah langsung berbicara ketika mereka sudah di luar ruang makan.
Aeris mengernyitkan dahinya. "Berbicara tentang apa?"
"Kami akan segera kembali ke Vilas besok pagi. Sebenarnya kami berniat untuk pulang ketika Raja Valendra sudah kembali, namun, kami mendapat kabar, terjadi sesuatu di Vilas yang mengharuskan kami untuk kembali secepatnya," jelas Elijah. Aeris mengangguk-angguk ketika Elijah menjelaskan.
"Kami juga selama ini sudah cukup merepotkan Yang Mulia Aeris dan Yang Mulia Valendra," tambah Jemimah.
Aeris tersenyum lalu memegang pundak Jemimah. "Tidak apa-apa. Kami senang mendapat kunjungan dari Kerajaan Vilas."
Elijah dan Jemimah sontak tersenyum. "Baiklah, kami pamit duluan, Yang Mulia. Kami akan membereskan barang-barang kami," ucap Elijah. Kedua saudara itu membungkuk sedikit lalu berjalan menjauh dari Aeris.
•••
Saat semua sudah selesai makan. Aeris meminta agar teman-temannya berkumpul di taman. Walau sudah malam, taman tidak semenakutkan itu.
"Ada apa, Kak?" tanya Navulia, merasa bingung.
Aeris hanya menggeleng sembari tersenyum tipis. "Tidak apa-apa."
"Hanya saja, jika kita tidak melakukan sesuatu dan terlalu bergantung kepada Hanasta, apakah misi kita akan selesai dalam waktu dekat?" lanjutnya, membuat teman-temannya diam.
Hening menyelimuti, hingga Altair membuka mulut. "Sebenarnya aku sudah merasa begitu saat aku mendengar Hanasta akan membantu kita. Tapi aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu, Ris. Karena jika kita kembali menjalankan misi, kau tidak akan bertemu Raja Valendra dan kau akan lesu setiap saat."
Aeris menundukkan kepalanya. Apakah ia sudah mencampuri perasaan pribadi ke dalam misi?
"Tapi bisa jadi jika kita melanjutkan misi, akan ada dari kita yang ikut menghilang karena Hantu Malam. Lihat sisi positifnya." Altair melanjutkan.
Redeia mengangguk. "Benar yang dikatakan Kak Altair, mungkin aku juga akan menghilang jika tidak ke Hanasta."
"Aku tahu yang sedang kau pikirkan, Ris. Jangan berpikir seperti itu," ucap Altair. Aeris menghela napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edith: Retrouvailles
Historical FictionKenangan masa lalu kembali hadir di hidup Aeris kala ia ditugaskan menuju tahun 1822. [Edith series #2] Sudah diterbitkan oleh Nebula Publisher dan part masih lengkap. Diharapkan untuk membaca Edith: Survive in Past dahulu jika belum membacanya. 04...