Sebelum membaca, diharapkan vote terlebih dahulu
Altair dan Redeia sedang berjalan-jalan di sekitar taman. Jika ada prajurit atau dayang yang lewat, mereka akan melontarkan senyuman atau bungkukkan kecil.
Kata Redeia, jika sudah berada di kerajaan seperti ini, tidak mungkin jika harus diam di kamar terus-menerus, maka dari itu, Redeia menarik Altair untuk menemaninya jalan-jalan.
"Kamu kalau hanya jalan-jalan seperti ini, minta ditemani dengan Navulia saja." Altair berucap malas.
Redeia memukul pelan lengan Altair. "Kapan lagi kita jalan-jalan di Kerajaan Hanasta, Kak. Hanasta kerajaan terkuat saat ini, lho. Kita ini beruntung bisa cobain tidur di Kerajaan Hanasta," ucap Redeia sambil menoleh ke kanan dan kiri, melihat bunga sembari menikmati suasana zaman dulu.
"Ya berarti kamu senang Kak Loria dan Kak Helios hilang. Kalau mereka tidak hilang, kita tidak akan ke Kerajaan Hanasta." Redeia langsung menatap sinis Altair.
"Bukan begitu maksudku!"
"Tapi coba deh, Kak Altair nikmati suasananya. Berbeda jauh bukan, dengan masa depan? Tenang banget tanpa ada gangguan suara kendaraan. Udaranya juga sejuk karena belum ada polusi udara. Kalau aku jadi Kak Aeris, aku tidak mau pulang ke masa depan. Di sini juga Kak Aeris dapat suami raja, jadi hidupnya pasti terjamin." Mendengar Redeia berkata seperti itu membuat Altair memukul pelan kepala perempuan di sebelahnya itu.
"Punya suami raja juga tidak menjamin hidup kita aman, Red. Perang di mana-mana, musuh di mana-mana. Mau pergi sebentar saja harus ada yang menemani. Kamu mau hidup tidak bebas seperti itu?" tanya Altair.
"Iya juga sih. Tapi kalau suaminya seperti Raja Valendra siapa sih, Kak, yang nolak?" Altair hanya menghembuskan napasnya lelah.
Tiba-tiba saja Altair mendengar suara di dekatnya, laki-laki itu lantas menutup mulut Redeia yang masih mengoceh. Redeia yang terkejut mulutnya dibekap itu refleks menggigit tangan Altair.
"Aduh!" Altair langsung mengibaskan tangannya.
"Maaf, Kak, refleks aku gigit. Kak Altair juga sih," ucap Redeia.
"Diam dulu, Kakak tadi dengar suara." Redeia langsung menggenggam tangan Altair yang tadi digigitnya.
"Suara apa? Jangan bikin takut dong!"
Altair menempelkan telunjuknya ke depan bibirnya, menyuruh Redeia diam, anak itu menurut, namun, pegangannya jauh lebih kencang.
Altair berjalan pelan ke salah satu pohon besar yang terletak di dekat taman. Udara yang sejuk membuat bulu kuduk Altair lantas berdiri.
Perlahan-lahan Altair mengintip ke balik pohon. Ia lalu terlonjak kaget karena seseorang tiba-tiba berdiri.
"Astaga!" Redeia terkejut, beruntungnya ia tidak menjerit.
"Maaf ya, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Altair yang melihat orang tersebut jatuh karena terkejut atas kemunculan Altair dan Redeia yang tiba-tiba.
Orang tersebut mengangguk. "Tidak apa-apa, kok." Altair lantas mengulurkan tangan kirinya.
"Maaf menggunakan tangan kiri, tangan kananku habis digigit anak ini." Orang tersebut tersenyum kecil lantas menerima uluran tangan Altair.
Redeia nampak mengamati orang itu, ia lalu memukul keras lengan Altair di sebelahnya. "Kau Putri Jemimah dari Kerajaan Vilas, bukan? Astaga ... maaf sekali." Redeia membungkukkan tubuhnya, meminta maaf.
Jemimah tersenyum lagi. "Tidak apa-apa, kalian juga tidak sengaja."
Redeia terpukau atas kecantikan Jemimah saat tersenyum. "Kau sangat cantik, Putri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Edith: Retrouvailles
Historical FictionKenangan masa lalu kembali hadir di hidup Aeris kala ia ditugaskan menuju tahun 1822. [Edith series #2] Sudah diterbitkan oleh Nebula Publisher dan part masih lengkap. Diharapkan untuk membaca Edith: Survive in Past dahulu jika belum membacanya. 04...