22. Masih Mengingatnya

456 103 65
                                    

Sebelum membaca, diharapkan vote terlebih dahulu

Aeris dan Navulia baru saja keluar dari ruangan Kalandra. Tadi, Idris meminjam ruang pribadi Kalandra untuk mendengarkan cerita Aeris secara lengkap. Anak itu tidak terima jika ia harus mengetahui Aeris kembali setelah beberapa hari Aeris menginjakkan kakinya di Hanasta.

"Kak Aeris kenapa sih tahan tangan aku? Tidak enak tahu, aku selalu ditatap oleh Raja Idris dengan tajam," protes Navulia. Karena memang saat Navulia ingin pergi karena tidak mau mencampuri urusan Aeris dan Idris, Aeris malah terus-terusan mencekal tangannya, sehingga Idris terus-terusan melayangkan tatapan tajam kepadanya.

"Aura Idris berbeda dari dua tahun yang lalu. Maaf jika membuatmu terus-terusan ditatap tajam oleh Idris," ucap Aeris lalu tertawa kecil, ia seperti tidak merasa bersalah sudah menahan Navulia pergi beberapa kali.

"Penjelasan Raja Idris di buku sejarah berbeda dengan aslinya. Aku sampai takut ditatap seperti itu." Nada bicara Navulia mengecil di ujung kalimat.

"Buku sejarah tidak sepenuhnya benar, Nav. Lihat saja sejarah Hanasta, setelah aku pergi dan kembali ke masa depan, aku dicatat tewas secara mengenaskan. Itu adalah dua kejadian berbeda yang dijadikan satu. Karena, Putri Aeris yang asli memang tewas secara mengenaskan, aku sendiri yang melihat jasadnya saat pulang dari pemakaman Putri Iris," jelas Aeris sambil berjalan menuju taman kerajaan.

Aeris sengaja membawa Navulia ke taman kerajaan, karena setelah sampai di Hanasta, kegiatan Navulia, Redeia, dan Altair hanya mendekam di dalam kamar. Mereka hanya keluar kamar saat jam makan, itu pun mereka makan setelah Aeris—karena Aeris makan bersama anggota kerajaan lainnya, jadi Aeris jarang melihat mereka akhir-akhir ini.

"Taman kerajaan?" gumam Navulia.

Aeris mengangguk, lalu menuntun Navulia menuju suatu tempat yang menjadi tempat favoritnya dulu.

"Lihat, bagus bukan?" Aeris bertanya sembari melihat tempat di depannya.
Sebuah tempat duduk yang dikelilingi pohon dan di dekatnya terdapat ayunan.

"Ini hadiah Valendra yang tidak bisa kulupakan saat kembali ke kota Drayce," lanjut Aeris. Navulia menatap Aeris, Aeris menatap balik Navulia, ia lalu menaikkan kedua alisnya.

"Raja Valendra membuatkan ini untukmu?" Navulia bertanya.

Aeris mengangguk. "Dia membuatkan taman ini untukku. Jika dipikir-pikir lagi, pembuatan taman ini sangat cepat. Aku sampai bingung berapa banyak orang yang membangun taman ini."

Navulia hanya membulatkan mulutnya. Ia melihat ke sekeliling, takjub akan taman yang ia pijaki sekarang.

Navulia menghela napas lalu mengembuskannya perlahan. "Aku juga ingin taman seperti ini di rumah. Iri sekali .... "

Aeris tersenyum, lantas duduk di tempat yang tertutupi oleh pohon tersebut. "Jangan iri, Nav. Aku tidak bisa selamanya tinggal di sini."

Suasana pun hening seketika. Navulia berjalan menuju ayunan dan menaikinya dengan hati-hati.

"Kau memang tidak bisa tinggal selamanya di Hanasta, namun, tempat ini akan selalu tinggal di ingatanmu. Walau berbeda zaman dengan Raja Valendra atau Raja Idris, mereka tetap dekat di hatimu. Jadi, jangan terlalu sedih untuk saat ini dan nikmatilah waktu yang ada bersama mereka." Ucapan Navulia berhasil membuat Aeris terdiam. Ia sadar, selama ini, ia hanya memikirkan tentang dirinya saat kembali ke masa depan, sampai-sampai lupa untuk menghabiskan waktu bersama mereka yang akan ditinggalkannya.

"Apa kau benar-benar lebih muda dariku, Nav?" tanya Aeris, Navulia pun tertawa.

"Tapi benar, Kak. Jangan terlalu memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Aku membawa kamera polaroid jika kau ingin meminjamnya," ujar Navulia.

Edith: RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang