34. Melanggar Aturan

307 65 8
                                    

Sebelum membaca, diharapkan untuk vote terlebih dahulu

Keesokan harinya, Valendra masih juga belum membuka mata. Tabib kerajaan berkata, Valendra baik-baik saja dan mereka hanya perlu menunggunya untuk sadar. Namun, insting Aeris mengatakan jika Valendra tidak baik-baik saja.

Aeris selalu berada di sisi Valendra, ia ingin terus mengawasi raja Hanasta tersebut dan memastikan bahwa instingnya salah.

Loria yang melihat Aeris seperti itu langsung mengajaknya untuk berkumpul bersama yang lain. Ia tidak ingin adiknya diam terus menunggu Valendra yang entah kapan sadarnya.

"Makanlah, camilan ini sungguh enak." Loria berucap seraya memberi Aeris satu camilan yang berbentuk bulan dengan warna putih.

"Udara hari ini sejuk sekali, sepertinya akan datang hujan," ucap Redeia yang sedang melihat ke langit.

"Semoga raja-raja lainnya yang baru saja berangkat tidak kehujanan. Kasihan mereka jika kehujanan," balas Navulia. Raja-raja dari kerajaan lainnya—termasuk Idris pagi tadi memutuskan untuk kembali. Kerajaan mereka tidak bisa ditinggal terlalu lama.

"Entah mengapa aku merasa aman saat Hantu Malam sudah ditangkap. Kemarin-kemarin aku selalu merasa was-was karena hilangnya Kak Loria dan Kak Helios," celetuk Altair sembari meregangkan tubuhnya.

"Jika Raja Valendra sudah sadar, mereka akan dihukum 'kan?" Navulia bertanya kepada Aeris.

"Iya, hukuman itu juga akan disaksikan langsung oleh kelima raja yang juga ikut diserang Hantu Malam." Aeris menjawab pertanyaan Navulia.

"Bagaimana dengan Kak Pluto?" Redeia bertanya dengan suara yang dikecilkannya pada bagian terakhir.

"Misi kita adalah membawanya kembali," ucap Loria.

"Tapi dia juga sudah membuat kerusuhan di sini. Bagaimana cara kita membawanya? Ini menyangkut lima kerajaan juga," kata Helios.

"Kita tidak bisa membawanya." Perkataan Aeris mampu membuat seluruh temannya menatap dirinya.

"Maksudmu?" Loria bertanya.

"Benar yang dikatakan Kak Helios. Dia sudah membuat kekacauan di sini, maka dia harus dihukum. Lalu jika kita membawanya kembali, tidak ada yang bisa menjamin dia akan kembali menculik dan membunuh orang, karena itulah kegiatan yang dilakukannya akhir-akhir ini. Dia sudah berubah," jelas Aeris.

"Maksudmu, kita akan meninggalkannya di sini, Kak?" tanya Navulia.

Aeris mengangguk. "Aku saja yang akan menjelaskannya kepada para Pendiri Edith. Mereka pasti mengerti dengan ke—"

"Yang Mulia Ratu!" Perkataannya terpotong akibat Dita—salah satu dayang pribadinya menghampirinya.

"Ada apa?"

"Kondisi Yang Mulia Raja memburuk," ucapnya memberitahu. Saat mendengarnya, Aeris langsung berlari ke kamar Valendra, meninggalkan teman-temannya.

Ketika sampai, Kalandra sudah berada di pojok kamar kakaknya dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya.

Aeris mendekat, ia melihat tabib kerajaan yang sepertinya sedang memeriksa detak jantung Valendra.

"Kak Aeris .... " ucap Kalandra sembari memeluk Aeris.

Aeris sendiri bingung, ia seperti tidak percaya apa yang tengah ia lihat. Aeris mencoba berpikir positif, tetapi tidak bisa kala ia melihat kondisi Valendra yang terbaring tak berdaya.

"Detak jantungnya melemah, Yang Mulia." Tabib kerajaan itu melapor. Mendengar itu, tangis Kalandra semakin besar, ia tidak ingin kakaknya itu meninggal begitu saja dan ia juga belum siap ditinggal pergi.

Edith: RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang