11. Pulau yang Menyimpan Kenangan

507 134 62
                                    

Sebelum membaca, diharapkan untuk vote terlebih dahulu.

Loria di belakang Aeris langsung menyentuh pundak adiknya tersebut. Ia merasa ada yang aneh dari Aeris ketika mereka menginjakkan kaki di permukiman dekat sungai tersebut.

"Kau tak apa?" tanya Loria.

Aeris diam, tidak menjawab. Ia mengedarkan pandangannya. Melihat satu demi satu warga yang sedang melakukan aktivitas harian mereka.

"Aeris?" panggil Loria. Altair yang mendengar Loria memanggil Aeris tapi tidak dijawab itu segera melirik ke arah Aeris yang berada tepat di sebelahnya.

"Ada apa dengannya?" Loria berucap seraya menatap Altair.

"Aeris!" Dengan kencang, Altair berteriak tepat di telinga Aeris. Membuat Aeris tersadar dan refleks memukul lengan Altair.

"Kau ini bikin aku kaget saja!" ucap Aeris.

Helios, Redeia, dan Navulia di depan sana yang mendengar teriakan Altair seketika berbalik badan dan memandangi Altair serta Aeris bergantian.

"Ada apa dengan kalian?" Helios bertanya sembari berjalan mendekat ke arah mereka berdua.

"Aeris dipanggil tidak membalas, jadi aku teriak saja di telinganya," jawab Altair jujur.

"Kau ini kenapa, Ris?" Loria kembali berucap.

Aeris menganggukkan kepalanya. "Aku tidak apa." Aeris berbohong.

"Lantas mengapa kau tidak menjawab saat dipanggil?" Altair bertanya curiga.

"Aku ... hanya terkejut melihat permukiman ini. Sangat berbeda dengan Vilas," bohong Aeris seraya tertawa canggung di akhirnya.

"Aneh sekali," gumam Loria. Namun, mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut. Mereka lanjut berjalan, mencoba mencari penginapan.

Aeris berjalan paling belakang. Ia mencoba untuk menutupi setengah wajahnya dengan tangan kanannya. Dan sekarang ia hanya terlihat matanya saja.

Seperti kejadian di Vilas, para warga di sini menatap mereka aneh karena membawa koper di tangan mereka. Aeris tak menghiraukan hal tersebut karena ia sibuk menutupi wajahnya.

Langkah demi langkah membawanya menuju salah satu rumah yang tidak asing. Aeris berhenti di depannya, sedangkan timnya tidak menyadari Aeris berhenti karena ia berjalan paling belakang.

Aeris menatap rumah tersebut. Isinya kosong, tak ada orang di dalamnya. Aeris mengembuskan napasnya lalu berjalan kembali mengikuti timnya yang sudah lumayan jauh darinya.

"Kira-kira di mana letak penginapan di daerah ini?" tanya Altair.

"Tidak tahu. Sepertinya kita harus bertanya kepada salah satu warga," jawab Loria.

Aeris di belakang langsung memohon kepada Tuhan agar bukan dirinya yang disuruh untuk bertanya kepada warga.

"Biar aku saja yang bertanya." Seperti penyelamat yang dikirim Tuhan untuk Aeris, Navulia mengajukan dirinya untuk bertanya kepada warga. Ia langsung berjalan mendekat ke arah salah satu pemuda dan langsung menanyakan letak penginapan. Ternyata, penginapan tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Setelah mengucapkan terima kasih, Navulia langsung kembali dan memberitahu letak penginapan kepada timnya.

Mereka berenam pun langsung berjalan beberapa langkah dan sampai ke salah satu rumah yang dijadikan penginapan. Penginapan itu tidak jauh berbeda dengan yang ada di Vilas, namun, di sini kamarnya jauh lebih luas, walau tidak luas-luas amat.

Loria langsung menyewa tiga kamar untuk mereka. Sama seperti di Vilas, Aeris kembali satu kamar dengan kakaknya.

"Sehabis menaruh koper, kita akan berkumpul di sini lagi. Kita akan makan, karena sarapan tadi tidak cukup membuat kita kenyang," ucap Loria kepada anggota timnya. Mereka mengangguk lantas memasuki kamar masing-masing.

Edith: RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang