10 | Perihh

295 20 0
                                    

"Cintai dia sewajarnya saja. Ibarat pasir, semakin kau genggam, maka akan semakin berkurang"

_____

Sedah beberapa menit, Radit berdiri mematung di ujung perpustakaan, menatap Ciya dengan tatapan yang sulit di artikan. Tangannya sedikit bergetar. Ia tidak punya cukup keberanian untuk mendatangi Ciya, setelah insiden tadi malam.

"Ck! Gue memang cupu, masa datengin cewek aja gak berani, goblok emang!"

Dania yang sedari tadi membuntuti Radit geregetan sendiri melihat Radit dia tidak berkutik. Bagaimana bisa ia tahan berdiri memandangi gadis yang dari terdiam memandang keluar jendela tanpa melihat buku sedikitpun. Dania sungguh tidak sabar, walaupun sedikit sakit melihatnya, tapi Dania memberanikan diri mendorong Radit mendekat ke tempat dimana Ciya duduk.

"Sstt! Nia," kaget Radit sedikit melotot.

Dania dengan segera memberikan kode dagu, untuk lebih dekat dengan Ciya. Tapi Radit malah membalas dengan gelengan kepala. Padahal tinggal hanya beberapa langkah saja. Radit dan Dania pun cekcok tanpa suara deng dengan bantuan tangan, dan gerak mulut tanpa suara.

Tanpa mereka berdua sadari, Ciya menoleh. Wajahnya sangat masam. Mau tidak mau Radit hari beranikan diri berbicara dengan Ciya.

"Apa?" tanya Ciya sedikit tegas. Lalu menatap sekilas Dania yang mengintip. Wajah Ciya benar-benar menampilkan raut tidak suka saat Dania masih berada di sana tanpa beranjak sedikitpun.

"Lo sama dia?" tanya Ciya bertanya. Sambil melirik Dania yang tidak tau malu menguping pembicaraan mereka terang-teranga.

"I-ya," jawab Radit gugup, seperti di tuduh maling.

"Ya udah sama dia aja," cetus Ciya. Ia benar-benar tidak suka pembicaraannya di dengarkan oleh orang asing seperti ini.

"Nia, sahabat Radit," jelas Radit lagi.

"Terus hubungannya sama gue?"

"Gak ada, Ciya."

"Ya udah suruh pergi!" imbuh Ciya.

Sampai sini Dania sadar bahwa kehadirannya mengganggu. Aaa! Sial kenapa ia baru sadar sekarang? Bukankan tadi niatnya menguping sembunyi-sembunyi.
Tanpa di disuruh oleh Radit, Dania tau apa yang harus dilakukan. Ia sadar ia salah. Ini hanya faktor kelupaan saja.

"Ciya marah?"

"Gak!"

"Itu marah," tuduh Radit.

"Enggak!"

"Terus kenapa?"

"Gak papa."

Radit mengecek hpnya. Sial teryata ini pertengahan bulan. Radit yakin Ciya sedang PMS, ia  paham betul, Ciya selalu datang bulan saat pertengahan bulan. Radit tau ini dari Sasa, sahabat Ciya. Waktu itu Sasa pernah bilang, "Jangan ganggu Ciya dulu yah, dia lagi PMS hari pertama, hormonya lagi naik-turun."

Yah, semenjak saat itu Radit mulai menghitung, dan memperkirakan tanggal Mens  Ciya. Laki-laki itu selalu tau hari-hari penting, hari-hari tertentu, dan hari-hari spesial Ciya. Sesulit apapun informasi yang harus didapatkanya, ia selalu berusaha untuk mengetahuinya.

"Tunggu bentar yah, Ciya."

Selang beberapa menit, Radit kembali dengan menentang kantong plastik. Yang Ciya tidak tau apa isinya.

Dengan segera Radit mengeluarkan satu botol, dengan label bertuliskan k*ranti, dan beberapa makanan lainnya seperti roti dan buah-buahan.

"Radit," kaget Ciya.

"Udah nih, minum, sakit, 'kan?"

"Dit, ini perpustakaan," rintih Ciya melihat begitu banyak makanan yang Radit bawa.

"Gak ada orang kok, cuman ada kita berdua, hehehe."

Radit bisa jamin, aman 100% karna sebelum masuk, ia sudah mengatakan kepada papahnya untuk mengeluarkan semua orang yang ada di perpustakaan kecuali Ciya. Dan tidak ada yang di perbolehkan masuk perpustakaan dengan alasan ada perbaikan. Tidak ada yang bisa menolak perintah seorang Radit, meskipun itu adalah ayahnya sendiri.

"Beneran aman?"

Radit tersenyum lalu menganggukk antusias.

"Kalo lagi PMS, minum air putih yang banyak, makan buah-buahan biar lancar, jangan begadang kek tadi malem yah," tutur Radit sambil mengupas buah jeruk yang tadi ka bawa.

"Tau apa lo, soal PMS?" sinis Ciya."

"Gak tau apa-apa, cuman tau itu," jawab Radit yang tanpa aba-aba, memasukan buah jeruk yang tadi di kupasnya ke dalam mulut Ciya tanpa izin.

"Manis, kan?" tanya Radit, yang di jawab anggukan oleh Ciya.

"Iya dong, belinya aja impor." jawab Radit dalam hati.

"Dit, gue mau makan ini yah?" tanya Ciya menunjuk pada satu bungkus mie goreng.

"Gak boleh, ini pedes, kalo PMS gak boleh makan pedes-pedes!"

"Iisssh, apaan sih, kalo gak boleh ngapain dibawa coba?"

Shit! Pasti Bibi salah memasukan, karna sedari tadi Radit meminta cepat-cepat, dan sangat terburu-buru, takut Ciya terlalu lama menunggu.
Sangat tidak nyambung, ada sekotak mie goreng pada buah-buahan. Aneh!

"Pokoknya gak boleh."

"Ck! Lo gimana sih--!" seketika Ciya berhenti nyerocos. Karna Radit meletakankan terlunjuknya tepat di bibir Ciya. Yang spontan membuat anak tersebut diam.

"Kata Mamah, kalo ngomong pake nama aja, biar keliatan sopan, jangan lo-gue, yah?"

"Hah Mamah?"

"Hem, Ibu maksudnya i-ya kata ibu aku pake nama aja biar terkesan sopan."

"Kek-alay gitu gak sih? Gak terbiasa," jawab Ciya lagi.

"Dibiasakan yah, harus bisa oke?"

"APA! biar kek sahabat lo itu yah?"

"Shutt, Jagan bahas dia, pokoknya kamu biasakan aja."

"Hem."

"Ck! Kenapa gue jadi nurut sama dia!? Gila."

____

Kerna suara yang cukup mengganggu laki-laki yang terlelap di ujung rak sebelah kanan, sebelum tikungan dengan buku berjudul 'Merindukanmu' yang menutupi seluruh wajahnya, terganggu dan bangun.

Awalnya laki-laki tersebut tidak peduli dengan suara grusak-grusuk dan percakapan yang tidak terlalu jelas itu. Namun semakin lama semangat mengganggunya dan sulit membuatnya tertidur kembali.

Dengan setengah nyawa yang belum terkumpul, iya berjalan sedikit sempoyongan dengan menenteng buku yang menjadi penutup wajahnya tadi. Wajah sanyu khas bangun tidur, langsung melotot tegang, melihat Ciya tersenyum riang dengan Radit sambil memakan banyak makanan terutama buah-buahan.

Ada rasa nyeri di relung hati Rionel melihat itu. Tawa Ciya terlihat lepas, walaupun nyatanya, senyuman bahagia itu tidak ada apa-apanya dengan senyuman Ciya saat bersamanya.

Rionel seketika tersadar, bahwa ia dulu tidak pernah memperhatikan Ciya seperti itu. Bahkan membuat Ciya tertawa saja jarang.

'Maaf' batinnya.

Rionel langsung pergi, karna tidak tahan melihat gadis yang sangat dicintai sedang akrab bersama laki-laki lain selain dirinya. Padahal yang ia tau, Ciya sangat menyayanginya. Tidak pernah mengucapkan kata putus seperti gadis-gadis lain saat sedang berantem, dan selalu mengalah, tidak terlalu merepotkanya, dan selalu ada saat ia membutuhkannya. Rionel pikir itu semua dilakukan Ciya karna Ciya sama sekali tidak ingin kehilangannya. Walaupun kenyataan iya tapi yang namanya manusia mempunyai titik lelahnya dalam hubungannya. Hingga saat Ciya meminta putus Rionel mendadak lemas tapi dengan  mudahnya ia malah mengiyakannya.

"Kehilangan adalah buah dari, Telat Menghargai."

------

Part pendek, kek saya kls 9, 150 cm, awok²🤙🤙

Mas R Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang