34 | Uwwu-uwu

195 10 0
                                    

"Main ke rumah Ciya, yuk," ajak gadis yang rambutnya di kucir kuda itu sambil memeluk tangan Rui manja.

"Ngapain?" tanya Rui gemas.

"Sungkem dulu sama Calon mertua, wkww," tawa Ciya cekikikan geli.

Sedangkan Rui, ia salah tingkah sendiri mendengar ucapan dari Ciya. Tingkah gadis satu ini seperti ngajak nikah.

"Ayok, kalo perlu sekalian, ngelamar kamu aja gimana?" tutur Rui, serius. Membuat Ciya kaget, mengapa Rui seserius ini, padahal dia hanya bercanda untuk mencairkan suasana.

"Ciya gak mau nikah muda, YUI!" teriak Ciya di akhir kalimat membuat Rui menutup telinganya.

"Kan gak papa," jawab Rui, cekikan.

"Pantang nikah sebelum punya Grenmedia!" ucap gadis tersebut, sungguh-sungguh.

Entah kenapa Ciya sangat menyukai novel, dan berharap suatu saat nanti bisa mempunyai toko buku/Grenmedia. Ia juga memiliki harapan, agar toko bukunya bisa bermanfaat untuk orang-orang. Terutama orang-orang yang tidak mampu membeli novel. Sebagai pemilik rokoknya, Ciya akan membebaskan siapa saja, untuk hanya sekedar membaca, tanpa membeli.

Karna ia sangat paham rasanya sangat ingin membeli novel tapi tidak mempunyai uang, padahal sangat ingin membaca novel tersebut. Dari situ keingin Ciya untuk memiliki toko buku terjadi.

"Gila novel," tutur Rui, mencubit pipi tembem Ciya, sampai anak perempuan itu meringis kesakitan.

"BIARIN!"

Sepasang kekasih tersebut kini sedang berada di depan sebuah rumah sederhana yang terlihat rapi dan bersih, karna sang pemilik rumah yang merawatnya dengan baik.

"IBUK, Assalamu'alaikum," teriak Ciya mulai mendorong pintu.

"Waalaikumsalam," sahut seseorang perempuan setengah parubaya dari dalam.

"Ciya udah pulang," ucap Ciya langsung mencium punggung tangan ibunya.

Rui yang berada di belakang Ciya, mengikuti Ciya untuk mencium tangan Dayang-- ibunya Ciya.

"MasyaAllah, tampan sekali," puji Dayang yang melihat Rui. Dalam. Hatinya sepertinya ia pernah melihat laki-laki ini tapi entah di mana itu.

"Makasih, Tante."

"Kamu kok mirip keluarga Orlando yah, ibu liat-liat," tutur Dayang, sesuai dengan apa yang ia lihat.

"Bukan mirip, Tan, tapi itu memang saya," jawab Rui, nyengir.

"Yaampun, kamu Rui Orlando!?" kaget Dayang melongo menutup mulutnya.

Rui hanya tersenyum mengangguk.

"Maaf yah, Rumah Ibuk gak seberapa."

"Tapi tempatnya nyaman kk, Tan," jawab Rui masih tersenyum.

"Kamu ini, jangan panggil Tante, Ibuk aja, kaya Ciya yah?" saran Dayang, yang di angguki oleh Rui.

"Ibuk masih inget aku gak? Aku pernah ke sini waktu itu, yang nganterin Ciya pake sepeda terus, Ibuk tawarin makan pake jengkol?" tutur Rui, mengingatkan kejadian waktu dulu saat ia masih menjadi culun.

"Lah, itu kamu? Kok beda banget, gak mungkin kamu itu kan?" jawab Dayang sangat tidak percaya perkataan Rui.

"Jadi gini, Buk, Rui pura-pura jadi culun biar gak di kejer-kejer sama fens-nya, Ibuk kan tau Rui banyak penggemarnya," jelas Ciya membatu menjawab.

"Oh--," ucapan Dayang terhenti karna sebuah teriakan.

"Kakak!" teriak anak perempuan, yang kira-kira berusia tujuh tahun. Dan langsung memeluk kaki Ciya.

Mas R Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang