Ya Tuhan, tabahkanlah hati hamba. Luaskan lagi rasa sabarku ya Tuhan.Kira-kira begitu isi do'a Ervan setiap harinya. Karena istrinya benar-benar menguji kesabaran. Dan sekarang adalah contohnya.
Ervan baru pulang kerja langsung disambut wajah bete Sea. Tak lupa sorot mata yang menatap benci padanya. Ah, kalau begini caranya Ervan mungkin akan berpikir dua kali untuk menghamili perempuan itu.
"Habis kerja, kan?" tanya Sea dengan wajah ketus.
Tentu Ervan kebingungan. Laki-laki itu mengangguk polos. "Iya."
Lagipula Ervan memang habis kerja. Sea pun tahu. Lalu kenapa?
"Bohong!"
Apa sih?
"Kok bohong? Aku beneran habis kerja. Kamu juga tahu, kan, tadi pagi berangkat bareng?"
"Kamu pergi sama Mbak Aya. Aku tahu."
Astaga. Ervan menghela berat. Perempuan kenapa sih, kalau sudah tahu suatu hal tidak langsung dikatakan saja? Kenapa pula harus berbohong pura-pura tidak tahu.
"Sama Vian juga, Sey, bukan cuma berdua. Bahkan calon suaminya juga ikut," ujar Ervan menjelaskan.
"Tuh, kan," kata Sea. Ervan bahkan sudah mengerjap bingung karena perempuan itu bernapas dengan kasar. "Kamu emang pergi sama Mbak Aya."
"Ya emang."
Lalu Ervan harus jawab apa memangnya? Dia harus berbohong sementara perempuan itu sudah mengetahuinya.
"Males deh, aku sama kamu lama-lama."
Dengan tidak jelas, Sea langsung melenggang begitu saja ke dalam. Tentu meninggalkan suaminya yang kebingungan. Tapi dia langsung tersentak ketika melihat Sea yang kembali menuju luar, bahkan perempuan itu sudah amat wangi dan mengalungi tas di pundaknya.
"Kamu mau kemana?"
"Ke rumah Mami," jawab Sea dengan nada biasa.
"Ganti baju dulu kalau mau pergi," kata Ervan. Karena mana mungkin dia rela melihat istrinya berkeliaran di luar sana dengan baju yang menjiplak jelas potongan tubuhnya.
"Kenapa sih?" Sea memindai dirinya sendiri. Karena rasa-rasanya tidak ada yang salah dengan penampilannya.
"Baju kamu terlalu ketat, Sey."
"Astaga, Maass. Ke rumah orang tua sendiri ini."
Tapi Ervan tidak suka. Laki-laki itu berdecak sembari meraih tangan istrinya. "Di rumahmu sering ada teman-temannya Sean."
"Cuma Haru dan Arion, kok."
Sea bungkam ketika mendapat tatapan tak suka dari Ervan yang terlihat dingin dan tajam. "Cuma, cuma. Enak banget bilang cuma. Pokoknya gak boleh ada yang lihat selain saya."
Namun tiba-tiba perempuan itu mendengus sebal. "Saya lagi ngomongnya!"
"Iya lupa, maaf."
"Kamu mah, ih!"
"Maaf. Kan, gak sengaja."
"Kin gik singiji."
Ah, Ervan benci kalau Sea memasang ekspresi mengejek begini. Lucu sih, cuma mengesalkan.
Dan sore itu, perdebatan kecil yang sering akhir-akhir ini dilakukan keduanya terus berlanjut. Sampai-sampai rencana mengunjungi rumah orang tuanya harus diundur menjadi sehabis magrib.
***
"Haaaiii."
Memang ya, katanya kalau lagi hamil mood itu suka labil. Sea juga begitu kayaknya. Soalnya sedari tadi di dalam mobil perempuan itu masih saja cemberut gegara suaminya rewel masalah baju yang dikenakan oleh Sea. Tapi sekarang, ibu hamil itu bahkan tersenyum cerah seperti malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love At First Sight
RomanceEnggak. Ini mustahil. "Apa? Mas bilang apa tadi?" "Menikah dengan saya. Jadi istri saya. Ya?" Seandra bahkan tak pernah mengira kalau tetangga dekatnya itu menaruh perhatian padanya. Dan sekarang apa? Dia bahkan diminta untuk jadi istrinya? Heck! Y...