"Sialan!"Sontak seisi meja disana kompak memperhatikan gadis yang tengah mengepal erat.
"Kenapa, Ya? Kok, tiba-tiba kasar gitu," ucap Diana sembari memelankan kunyahan biskuit di mulut.
Gadis itu baru tersadar. Sea kaget ketika semua teman-temannya menatap heran. Buru-buru gadis itu menggeleng. "Enggak, mba. Ini maksudnya...sialan banget kenapa gak dari dulu nemuin tempat ini, hehe. Murah-murah menu nya."
"Yeh, kirain apa," Veny menghela lega. "Jadinya mau pada pesan apa nih?" sambungnya.
Sea kembali melihat buku menu. Karena dia belum sempat memilih apa yang akan dimakannya.
"Menu nya apa aja, Ya," Chandra tiba-tiba mendekat ke arah Sea yang sedang membuka buku menu. Karena dia paling dekat dengan gadis itu tempat duduknya.
"Nih," kata gadis itu menyerahkan buku pada Chandra, setelah berhasil memilih minumnya saja.
"Menua bersamamu ada gak?" celetuk Ikbal tiba-tiba, yang mendapat dengusan dari Diana.
"Mau menua sama siapa lu? Chandra?" sahut Veny terbahak.
"Emangnya gue boti?!"
"Ya emang cuma Chandra yang tersisa. Sea mah udah ada pawang."
"Ha! Serius? Yang waktu itu ke butik bukan, Ya?" Diana membelalak. Dia mengerling ke arah Sea.
Sea meringis. Veny mulutnya memang tidak bisa aman. Minta disumpal.
Karena temannya masih menuntut jawaban, Sea mengangguk pelan. Yah, gimana lagi. Niat hati ingin privat namun orang sekitar malah bocor.
"Gak setia kawan lu," kata Ikbal. "Katanya mau jomblo barengan."
"Tapi simpenan lo juga banyak, kan, Bal?" sahut Sea.
"Iya, disetiap tikungan ada dia mah."
"Yang di tikungan depan butik juga ada."
"Siapa? Si Bambi?"
Ikbal bergidik mendengar Chandra. "Anjir si Bambi mah waria. Jahat banget lu, Mas."
Sea mengusap hidungnya sembari terkekeh. Namun matanya melirik lagi pada suaminya yang berada di lain meja.
Matanya menatap dengan datar. Harus berapa kali lagi sih, Sea melihat Ervan makan siang bersama Ayana. Ini hari ketiga mereka marahan. Sea malah sudah ketar-ketir dari tadi karena memikirkan cara untuk berdamai dengan laki-laki itu. Bagaimanapun Ervan suaminya, mereka tidak boleh marahan lebih dari tiga hari, kan? Katanya begitu sih, yang pernah dia dengar sewaktu ngaji saat masih kecil. Kata ustadz, kita gak boleh marahan lebih dari tiga hari.
Ervan mau marahan berapa lama sih dengannya? Sea saja sudah mau berdamai meski masih dongkol pada laki-laki itu. Ditambah sekarang melihatnya berduaan dengan Ayana, makin dongkol saja hati Sea.
Ervan memang jagonya membuat mood orang berantakan.
"Kenapa sih, murung terus? Lagi sakit?"
Sea menggeleng menatap Veny. "Enggak, kok. Cuma kurang mood aja."
Veny mengibaskan tangannya. "Dikirain. Dari pagi, lho. Kelihatannya diam terus."
"Abis kena semprot Bu Raisa lagi, Ya?"
Sea menggeleng. "Enggak. Gak apa-apa, ih. Gue baik-baik aja, kok."
Ah, Sea merasa bersalah. Pasti temah-temannya merasa kurang nyaman dengan moodnya. Salahkan Ervan yang membuat moodnya seperti ini.
Sea menarik napas lalu menghembuskannya. Dia mengendalikan dirinya agar tak terpengaruh dengan dua orang yang sedari tadi ia perhatikan itu. Mencoba mengabaikan dan mengembalikan moodnya yang rusak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love At First Sight
RomanceEnggak. Ini mustahil. "Apa? Mas bilang apa tadi?" "Menikah dengan saya. Jadi istri saya. Ya?" Seandra bahkan tak pernah mengira kalau tetangga dekatnya itu menaruh perhatian padanya. Dan sekarang apa? Dia bahkan diminta untuk jadi istrinya? Heck! Y...