Setelah empat hari yang lalu berbaikan, hubungan keduanya sudah kembali seperti semula. Tak ada waktu yang terlewat bagi Ervan untuk menjahili gadis itu. Dan untuk kebiasaannya yang membuat mood orang berantakan, masih sering terjadi. Karena Sea beberapa kali dibuat kesal oleh suaminya.Dan selama empat hari itu pula mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Bertemu ketika bulan sudah menampakkan dirinya. Namun, selarut apapun Sea atau Ervan yang pulang, selalu menyempatkan makan malam di rumah. Entah itu hasil masakan sendiri atau hasil delivery dari sebuah restoran.
Mungkin hari ini rutinitas mereka harus terjeda karena Sea tengah berbaring di kamar lamanya. Setelah tadi ambruk di depan rumah ketika tengah mengantarkan sebuah berkas yang dipinta ibunya. Gadis itu basah kuyup karena lupa membawa jas hujan. Mau mampir minimarket untuk sekedar membeli tapi tanggung sudah basah duluan. Alhasil, Sea nekat menerobos hujan deras di sore itu.
Motornya sudah beberapa hari ini kembali digunakan olehnya. Karena jadwal dirinya pulang dengan Ervan yang berbeda, jadi mereka tidak selalu bisa berbarengan. Sea memutuskan untuk mengambil kembali motornya tiga hari lalu.
Gadis itu merapatkan diri dan semakin menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Bahkan kepalanya pun nyaris tenggelam, tertutup selimut.
"Yan, matiin AC gih. Dingin banget," ujarnya dengan suara parau.
Untungnya ada Sean yang sudah sampai rumah. Sea yang tergeletak di teras rumah langsung dibopong Sean ke kamarnya. Gadis itu pingsan beberapa saat lalu dan baru sadar sekarang.
"Udah gue matiin, Ya, astaga," pemuda itu mengeluh. Sebab saudaranya sedari tadi merengek padanya untuk mematikan AC.
Padahal sudah Sean lakukan sedari tadi. Itu karena Sea saja yang sedang panas dingin jadi tidak terasa kalau AC di kamar sudah mati.
"Kok, masih dingin?!"
"Yang panas mah di neraka. Pindah gih sana, kalau gak mau dingin," sahut Sean santai.
Dengan kekuatan yang terbatas, Sea mengangkat bantal dengan susah payah untuk menimpuk wajah tampan Sean.
"Itu sih sama aja do'ain gue cepat mati, dodol!" desisnya tak suka.
"Ya lagian..."
Sea membenarkan selimut yang sempat tersingkap tadi. Giginya gemeletuk karena hawa dingin yang terasa. Atensinya harus teralihkan ketika Mami Raisa masuk membawa semangkuk bubur ayam.
"Makan dulu. Sepagian belum makan, kan?" katanya. Lalu membantu anak gadisnya untuk duduk bersandar pada kepala ranjang.
"Tadi makan, tapi gak habis."
"Kamu tuh, udah tahu punya mag udah parah. Kan, tahu sendiri kalau gak makan suka lemes."
Sea membuang napas kasar. Kenapa sih, ibu-ibu itu kebanyakan kalau anaknya sakit bukannya disayang malah masih dimarahi.
"Sakit juga karena Mami kok," katanya tak suka.
"Yailah, Ya. Kamu lembur juga dapat gaji tambahan."
Ya, memang begitu. Tapi Sea sudah bertempur ekstra dengan pekerjaan beberapa hari ini. Dia kurang tidur dan sering melewatkan makan. Makanya setelah kehujanan tadi Sea ambruk.
Sea menerima suapan itu ketika ibunya mendekatkan sendok berisi bubur ke mulutnya. Tersentak karena merasa bubur itu seperti membakar lidahnya.
"Tiupin dulu dong, masih panas itu," keluhnya dengan mata berair.
Mami Raisa memang benar-benar.
"Ervan sudah ditelepon?"
Sea mengangguk mendengar pertanyaan itu. "Masih meeting, nanti pulang jam tujuh. Biarinlah, aku juga gak apa-apa ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love At First Sight
DragosteEnggak. Ini mustahil. "Apa? Mas bilang apa tadi?" "Menikah dengan saya. Jadi istri saya. Ya?" Seandra bahkan tak pernah mengira kalau tetangga dekatnya itu menaruh perhatian padanya. Dan sekarang apa? Dia bahkan diminta untuk jadi istrinya? Heck! Y...