9 | Pagi sinting

5.3K 377 5
                                    


"Kunci kamu taruh di mana?"

Ervan bergeming dengan kepala terunduk. Membuat Sea geram. Dia sudah capek-capek memapah Ervan yang berat untuk sampai ke teras rumah.

"Mas?!"

"Mas Ervan bagun dulu," Sea menepuk-nepuk pipi Ervan seperti yang dia lakukan tadi. "Kalau diam terus aku tinggal disini, ya. Biar kamu kedinginan tidur di teras."

"....samping."

"Apa?" Sea berlutut. Menyamakan kepalanya agar sejajar dengan Ervan.

Tangan Ervan terangkat, menunjuk samping teras.

"Di garasi?" tanya Sea memastikan. Lalu diangguki oleh Ervan.

Gadis itu beranjak ke sana. Mencari-cari kunci kecil yang entah juga Ervan taruh dimana. Ini random karena Sea harus mencari di ruangan terbuka ini. Bahkan tidak ada tempat penyimpanan khusus kunci atau semacamnya.

Sea berdecak karena tidak bisa menemukan benda itu. Dia hampiri lagi Ervan dan kembali berjongkok di hadapan lelaki itu.

"Mas?" panggilnya. Dan Ervan membuka matanya untuk menatap Sea. "Kunci rumah kamu taruh dimana?" Sea mengatakan itu dengan sedikit penekanan dan tempo yang dilambatkan.

Laki-laki itu menggerayangi tubuhnya tiba-tiba. Meraba raba dadanya juga saku celananya. Dan betapa dongkolnya Sea ketika Ervan berhasil menemukan benda yang dicari dari saku celana laki-laki itu.

"Dari tadi dong. Nyusahin banget."

Dia bergegas membuka rumah dan membantu Ervan agar masuk ke dalam. Sea sudah tidak sanggup memapah Ervan yang kesadarannya mulai setipis tissue. Namun belum juga ia sampai mengantarkan Ervan ke kamar, tahu-tahu Ervan semakin merapatkan diri.

Dia melirik Sea yang memapahnya seraya tersenyum lirih.

"Sea itu kamu?"

Gadis itu malah bedecak. "Iya, elah. Nanya mulu dari tadi."

Sea menghempaskan Ervan ke atas kasur ketika tiba di kamar. Matanya menatap Ervan yang tertidur macam orang pingsan.

Padahal baru saja laki-laki itu tersadar dan menyebut namanya. Ck!

Ia menyentuh kening Ervan yang terdapat peluh. Padahal udara cukup dingin. Rambutnya juga yang sudah tidak tau bentukannya. Jangan lupakan juga kemeja dan dasi yang terpasang tak rapi. Oh, Sea melupakan jas laki-laki itu yang masih terpasang.

"Mas. Bangun, buka dulu jasnya."

Kasihan. Kelihatannya tidak nyaman kalau memakai jas semalaman untuk tidur. Walaupun malam sudah berlalu, tinggal menyambut pagi yang sebentar lagi tiba.

Tak seperti yang sudah-sudah, Ervan kali ini langsung membuka matanya ketika mendengar suara Sea. Mata laki-laki itu menyipit ketika pertama terbuka. Masih menyesuaikan bias cahaya dari lampu.

Kemudian dia tersenyum dan menghela sambil menggerakkan tangan untuk menyentuh wajah gadis itu.

"Sea."

Sea merinding melihat Ervan. Dia berusaha melepas tangan laki-laki itu di wajahnya.

"Ayo bangun. Lepas jas."

Namun Ervan malah bergerak untuk menekan tengkuk gadis itu supaya mendekat padanya. Tanpa aba-aba Ervan mencium Sea, membuat gadis itu melotot dan langsung menepuk-nepuk bahunya.

Namun Ervan bebal. Dia malah semakin memperdalam ciumannya. Tangan Sea yang berada di bahunya pun, ia malah meraihnya untuk digenggam.

Gadis itu mengap-mengap. Ervan sepertinya berniat membunuhnya. Sea bahkan tidak diberi kesempatan untuk mengambil napas. Saat Ervan melepaskan tautannya, Sea hendak melawan tapi dia malah terkejut karena Ervan membalik posisi mereka.

Love At First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang