Perempuan yang beberapa hari ini selalu dilanda rasa lemas dan tak berdaya, yang berujung mengharuskannya berbaring diatas kasur itu, tersenyum lebar ketika sang suami turun dari mobil."Kok, di luar?" lelaki itu meraih tubuh istrinya, lalu mengecup tepat di pelipis ketika mereka berdekatan.
Sea tersenyum riang. "Lagi nungguin tukang siomay lewat."
Seketika Ervan mengulas senyum miris. Dia kira dia spesial, ternyata ada yang lebih spesial.
Lagi, Sea bukannya menunggu kedatangan suaminya, malah menunggu kedatangan tukang siomay yang kenal saja tidak.
"Masih lemas enggak?"
"Enggak dong," jawabnya dengan riang, membuat Ervan diam-diam menghela lega. "Ajaib, kan? Padahal tadi pagi masih lemas gitu."
Entah, Ervan bahkan tidak tahu letak keajaiban dimana. Tapi dia hanya menganggukkan kepalanya kecil menanggapi kehebohan istrinya.
"Masuk, yuk?" ajaknya tapi Sea menolak.
"Kan, mau beli siomay."
Aish! "Abangnya lagi libur jualan. Nanti aja beli keluar."
"Mas Ervan kenal sama abangnya?" mata Sea mengerjap lucu, tapi sedetik kemudian dia cemberut karena mendapati gelengan dari Ervan. "Terus kenapa bilang libur? Sotoy banget deh."
"Yaudah tunggu di dalam aja. Nanti kedengeran juga."
"Kalau kelewat gimana?"
"Gak bakal—"
Kemunculan seseorang yang ditunggu-tunggu oleh Sea membuat mereka mengalihkan atensi. Gadis itu sudah senang bukan main ketika abang-abang yang sering ia temui dulu datang tepat waktu.
Segera saja Sea menghampiri gerobak siomay langganannya. Sebelumnya, dia menawarkan pada Ervan terlebih dahulu namun laki-laki itu menolak dan memilih masuk duluan ke dalam rumah.
Dengan sepiring siomay berisi lengkap, Sea tersenyum bangga masuk ke dalam kamar. Dimana suaminya berada. Dan ternyata Ervan sudah berganti baju dengan lebih santai.
"Mas mau?"
Ervan menggelang. "Makan aja."
"Padahal enak. Tapi gak apa-apa, biar aku kenyang."
Laki-laki itu tertawa kecil. Dia bergabung dengan Sea yang tengah menikmati siomaynya.
"Kok mas Ervan udah pulang? Ini masih siang, lho," kata Sea. Matanya sedikit bergulir mencari keberadaan jam yang tertempel di dinding.
"Kan, sengaja."
"Karena aku?"
Tentu saja karena Ervan mengkhawatirkan keadaan istrinya. Lalu ketika anggukannya belum selesai, Ervan merasakan tepukan pelan di pundaknya.
"Ih, padahal gak usah," gerutu gadis itu dengan mulut penuh. "Aku gak apa-apa. Kan, ada Mama, ada Mbak El. Mami juga baru pergi barusan. Habis jagain aku."
"Tapi tetap saja, saya khawatir."
"Iya, makasih sudah perhatian sama aku. Tapi aku sekarang udah baik-baik aja. Udah sembuh kok, sekarang."
"Iya, iya, udah sembuh," sahut Ervan cepat.
"Jadi nanti sore kita pulang, ya?"
Jelas saja Ervan tak menyetujui keinginan gadis itu. Bila sewaktu-waktu Ervan tidak ada dan Sea kembali drop, haduh tidak, tidak. Lebih baik mereka tinggal di sini sebentar lagi.
"Enggak. Nanti kalau kamu sudah benar-benar pulih baru kita pulang."
"Aku udah sembuh, Mas. Serius deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love At First Sight
RomansaEnggak. Ini mustahil. "Apa? Mas bilang apa tadi?" "Menikah dengan saya. Jadi istri saya. Ya?" Seandra bahkan tak pernah mengira kalau tetangga dekatnya itu menaruh perhatian padanya. Dan sekarang apa? Dia bahkan diminta untuk jadi istrinya? Heck! Y...