Dalam hidupnya, Sea diajarkan untuk selalu bersabar. Baik oleh ibunya ataupun neneknya. Ia diajarkan agar selalu menekuni apa yang ada di hadapannya.
Masa kecilnya yang harus terpisah dengan sang ibu, membuat Sea merasa kalau neneknya adalah satu-satunya orang yang bisa ia andalkan. Juga satu-satunya orang yang harus ia patuhi. Termasuk dengan semua aturan yang dibuat sang nenek.
Ia baru pulang dan tinggal dengan orang tuanya sudah akan besar. Makanya, Sea lebih takut akan neneknya ketimbang ibunya. Tapi kalau ibunya mengamuk seperti sekarang sih, ya Sea juga takut. Eh, tapi bukan takut sih. Lebih ke malas saja mendengar ocehan dari mulut perempuan yang sudah melahirkannya itu.
Meski dia kerja di perusahaan ibunya, tapi Sea bisa membedakan urusan pribadi dan urusan pekerjaan. Kalau di kantor ya ada saatnya Sea kesusahan dengan tugas yang diberikan ibunya, dan jahatnya lagi terkadang ibunya tidak memberinya keringanan. Dan berbanding terbalik dengan yang dirumah. Meski beda tipis.
"Emak lu, darahnya tinggi mulu kayaknya bulan ini. Suruh ke dokter, cek tensi darah dulu sana, Ya."
Sea memutar bola matanya ketika mendengar Dian baru masuk ke dalam ruangan.
"Ogah. Nanti gue kena semprot juga," kata Sea.
"Lo diem juga nanti kena semprot, Ya. Dian udah, gue udah, tuh Veny lagi kena. Bentaran ge giliran lo."
"Mas Chandra belum. Gue mah jadi anak baik hari ini. Gak bakal kena omel lagi."
Teman-temannya menanggapi dengan cengiran. Namun perhatian mereka teralihkan ketika Veny baru saja masuk ke dalam ruangan.
"Haduh, gelo. Kuping gue panas," keluhnya seraya duduk di kursinya. "Ini apa ini? Gimana. Dari mana dulu ini gue mulainya, duh gusti. Gue sampai lupa sama kerjaan."
"Selow, Ven. Tarik napas dulu," Ikbal menenangkan.
"Gak bisa tenang deh. Madam kalo udah berkoar otak gue jadi blank," kata Veny. "Duh, mana kerjaan gue makin numpuk begini."
"Tenang Ven, Chandra sama Sea siap menemani," Ikbal terbahak. Membuat Chandra mendengus sebal dengan Sea.
"Kampret lo! Gak ngaca kerjaan lo juga setumpuk?" Chandra mengedik pada kertas-kertas yang menumpuk di dekat komputer Ikbal.
"Sante, ashar juga kelar ini mah."
"Gaya lo Samsul!" Dian mengumpati Ikbal.
Yah, memang Ikbal pemenangnya kalau ada nominasi orang termengesalkan di kantor ini.
Sea sambil memasukkan barangnya ke dalam tas dia menatap Veny yang sibuk. "Maaf deh, hari ini gue libur dulu nemenin lembur ya, Mbak. Kerjaan gue udah beres dikit lagi."
Waktu jam makan siang sudah tiba. Sea yang bisa santai dan langsung bersiap akan keluar. Tak sia-sia dua hari tidak ikut makan siang ke luar dia sampai rela membawa bekal dari rumah. Dan memakannya sembari mengerjakan setumpuk berkas.
"Udah hayu, makan dulu. Nanti lagi. Tipes juga emak gue gak bakal peduli," katanya.
Namun Sea teralihkan ketika ponselnya yang sudah ia masukan ke dalam tas berdering. Dia merogoh tas, menemukan benda pipih itu.
Tetangga rese: makan siang?
Seandra: makan malam🙏🏻
Tetangga rese: oke saya otw
Seandra: eh mau ngapain?
Tetangga rese: makan siang sama kamu
Seandra: ih, jangan. Aku mau makan siang sama temanku
KAMU SEDANG MEMBACA
Love At First Sight
Storie d'amoreEnggak. Ini mustahil. "Apa? Mas bilang apa tadi?" "Menikah dengan saya. Jadi istri saya. Ya?" Seandra bahkan tak pernah mengira kalau tetangga dekatnya itu menaruh perhatian padanya. Dan sekarang apa? Dia bahkan diminta untuk jadi istrinya? Heck! Y...