Extra Part 1

6.6K 233 9
                                    


Hai. Ini gue. Ervan.

Iya, gue mau cerita tentang hidup gue yang bahagia. Dengan memiliki bini yang cantik. Iri gak? Gak usah.

Kehidupan gue setelah menikah memang tidak banyak berubah tapi seenggaknya ada beberapa yang berubah juga. Contoh salah satunya mengurusi istri yang lagi hamil.

Gue sama sekali gak berekspektasi kalau gue akan secepat ini mempunyai anak. Tapi gue bersyukur. Akhirnya akan ada mini gue dan mini Sea. Duh, belum keluar aja anaknya gue udah membayangkan gimana lucunya nanti.

Gue usap lembut kepala bini gue sembari menciumnya. Dia belum bangun soalnya tidur malam banget. Biasa. Gak bisa tidur karena nangis.

Oh iya, gue belum cerita. Jadi Sea entah terkena syndrom apa gue gak tahu. Mungkin ada beberapa ibu hamil yang mengalami seperti ini. Setelah di trimester pertama dia membenci gue—iya gue sedih banget. Anak dan bini gue gak mau dengar atau dekat-dekat sama gue—kali ini Sea kebiasaannya berubah. Dia akan tiba-tiba nangis meski tidak ada penyebabnya.

Waktu awal-awal gue jelas kaget. Takutnya ada prilaku gue yang menyakitinya tapi enggak. Sea bilang bukan karena gue. Dia nangis karena dia kepengin nangis aja. Jadi bawaan bayi katanya. Yah, gue sih gak terlalu memusingkan. Asal anak dan bini gue sehat, gakpapa.

Setelah melepaskan belitan tangan, gue turun dari ranjang. Meski ini weekend, tapi gue tetep kudu produktif. Dengan mulai mengerjakan pekerjaan rumah, sampai membuatkan sarapan untuk bini gue.

Kasihan. Dia udah berat mengandung, bawa-bawa anak gue, dan sekarang giliran gue yang balas kebaikannya. Ya, walaupun mengandung itu kodrat wanita ya. Cuma ya, gue gak tega harus biarin istri gue yang lagi hamil tua itu capek ngurusin pekerjaan rumah.

Seperti biasa, gue mencuci baju. Menyapu halaman, ngepel lantai dan mengerjakan pekerjaan lain juga. Tapi setelah beberapa lama gue melakukan hal ini, gue salut sama bini gue. Ternyata memang gak gampang. Sea, kan, waktu awal-awal hamil muda kudu beberes sendirian. Karena kita pindah rumah yang baru. Bu Tuti gak ikut tapi masih bekerja di rumah lama yang sekarang ditempati Eliya.

Ngomong-ngomong, Sea juga udah resign dari kerjanya. Teman-temannya pada kaget dong pas lihat perut Sea yang tiba-tiba membesar. Katanya Sea terkena guna-guna dan ada yang bilang karena penyakit. Haha, bukan penyakit ya. Ada anak gue di dalam sana soalnya. Dan yah, gue juga udah lumayan akur sama bocah yang bernama Haru itu. Yang katanya mantan bini gue. Yang kebetulan juga sekarang datang bersama Sean.

"Ada apa?" tanya gue yang langsung menghampiri Sean dekat gerbang.

Tapi bocah itu kelihatan menahan tawanya. Iya gue ngerti. Dia menertawakan gue yang lagi nyapu halaman hanya memakai kolor. Tapi ini kolor bukan sembarangan kolor ya. Kalau kalian mau tahu, harganya juga hampir 2 juta.

"Serius banget lo nyapu Mas?"

Kan, rese banget. Gue langsung memberikan tatapan datar gue pada Sean yang sama sekali gak ditakuti sama pemuda itu.

"Ada yang salah?"

"Enggak sih, cuma lucu aja lihat lo pegang-pegang sapu lidi."

Sialan emang. Tapi sayangnya dia kakak ipar gue.  Memang ya, takdir tuh gak bisa ketebak banget. Dua bocah yang dulunya sering gue usilin tiba-tiba berubah, yang satu jadi bini dan yang satunya jadi kakak ipar gue.

"Mau apa ke sini?" Ini karena gue udah gak tahan. Penginnya mereka cepat-cepat hengkang dari sini sekarang juga. Gue udah gak betah lihat muka si Haru itu yang sok cool dan kalem. Beuh! Seriusan meski udah mendeklarasikan kalau gue damai sama dia di depan Sea, hati gue masih belum mau damai. "Kalau gak ada yang penting, pulang aja lah."

Love At First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang