Extra Part 3

6.7K 240 34
                                    

Sebagai ibu muda dan ini pertama kalinya untuk Sea mengurus bayi, tentu Sea banyak tidak tahunya. Mama Hana rajin sekali menginap di rumah anaknya hanya untuk membantu Sea. Dan tentu, Mami juga ikut-ikutan. Memang tumben ibu satu itu tidak mementingkan pekerjaannya dan ikut dengan besan mengurus cucu pertamanya. Kalau Papi dan Papa mertuanya jangan ditanya, setiap kali berkunjung untuk menengok sang cucu, tidak ketinggalan aksi berebut untuk menggendong. Hadeuh! Kadang Sea juga bingung menanggapi dua kakek tersebut. Tapi hal itu tidak berlangsung lama sebab sekarang Mama-Mami sudah pulang kembali beserta suami mereka.

Tinggal Ervan dan Sea yang tersisa. Mereka mulai belajar mengurusi anak tanpa dibantu siapa-siapa. Hanya keduanya saja. Ya meskipun beberapa kali Sea bertanya apapun soal mengurus Eren pada orang tua mereka. Dan sejauh ini, ia rasa ada sebuah kemajuan. Sea bisa memandikan Eren yang awalnya ia enggan karena takut melukai anaknya karena terlalu kecil. Sea terlalu takut Eren patah tulang jika dimandikan olehnya. Memakaikan baju, menggendong dengan sering, Sea bisa melakukannya dengan sendirian sekarang. Lalu, selama ia mulai mengurusi anaknya dengan tangannya sendiri, Ervan jadi suami dan ayah yang baik. Jika bukan karena lelaki itu, Sea tidak bisa seperti sekarang. Ervan siaga. Banyak membantunya, apalagi pada saat Sea belum bisa bergerak terlalu banyak. Lelaki itu yang mengerjakan pekerjaan rumah. Bahkan memasak pun, Ervan bisa melakukannya.

Hari-hari mereka jadi berbeda semenjak kehadiran Eren. Yang biasanya hanya berdua di rumah yang sepi, sekarang terkadang ramai dengan tangisan bayi itu. Dan malam ini mereka kedatangan tamu spesial. Setelah kemarin Eliya datang sendiri, sekarang datang lagi bersama kakaknya Ervan.

"Mama, adiknya lucu, aku juga mau. Nanti bikin, ya," celetuk polos Aleena yang sedari tadi tak bosan bermain dengan Eren. Padahal bayi yang baru lahir beberapa hari lalu itu diam saja, bahkan belum ngerti kakaknya berbicara apa, tapi Aleena terus mengajaknya bermain dan berbicara.

Eliya, tergelak dengan cukup keras. "Tuh, Mas, suruh bikin adik bayi lagi."

Kakaknya—Ezra—hanya mampu menghela pelan setelah memutar bola matanya dengan malas. "Iya, besok. Kalau gak hujan."

Eliya mencebik, "ih, padahal kalau hujan tambah syahdu," katanya dengan tanpa dosa mengerling pada kakak yang satunya. "Ya, gak, Mas Ervan?"

"Kamu tahu yang begitu dari mana sih, El? Kayak pengalaman banget."

"Ada lah! Rahasia... " Perempuan itu mengerling, membuat kedua kakaknya mendengus.

"Mama, adiknya melet-melet, lucu banget." Pekikan Aleena kembali terdengar. Tangannya aktif sekali dari tadi, mulai mencolok-colok pipi bulat Eren, atau bahkan menarik-narik jari tangan atau kaki bayi itu. Yang paling parah memainkan telinga Eren yang katanya lunak dan kecil, lucu. Sampai-sampai orang dewasa di sana sudah ketar-ketir karena tindakan bocah itu.

"Iya, lucu. Udah ya, jangan dipegang-pegang lagi dedeknya. Kayaknya lapar." Balas Ibunya—kakak ipar Sea.

"Berarti harus dikasih makan, ya?" katanya dengan polos. Selanjutnya dia beralih menatap Sea. "Makannya apa Ateu? Biskuit ya? Atau bubur? Aleena mau suapin adiknya dong."

"Belum bisa makan itu, Kak. Adik bayi masih kecil, giginya juga belum ada. Dia makannya minum ASI."

"ASI itu apa?"

"Air susu."

"Oh... " Aleena terlihat manggut-manggut. "Aleena juga mau ASI."

"Kakak, kan, sudah gede. Sudah bisa makan apa-apa, gak perlu lagi minum ASI."

"Berarti kalau adik udah segede Aleena, gak boleh minum ASI, ya?"

"Iya," jawab cepat ibunya. Kemudian perempuan itu melihat bayi Sea yang menggeliat. "Kayaknya beneran lapar deh, Ya. Lihat, kayak mau nangis dia."

Love At First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang