Di ruang kelas, di salah satu bangku. Terlihat seorang gadis yang sedang mengeryitkan dahi dengan mata fokus ke arah novel di depannya.
"Novel apa ini? Tak masuk akal sekali" gumamnya dengan raut wajah rumit dan menatap aneh ke arah novel yang tak sengaja dia temukan di kolom mejanya.
"Membuang waktuku saja!" ucapnya sambil meletakkan novel tadi kembali ke tempat semula.
Masih ada rasa kesal di dalam hatinya saat mengingat alur novel yang baru dia baca, walau hanya bagian awal konflik yang baru dia baca.
"Benar-benar aneh dan tak masuk akal" ucapnya dengan raut wajah malas. Untuk menyibukkan dirinya sendiri, dia mulai memainkan ponselnya.
Dari arah depan terlihat seorang gadis berjalan mendekat ke arahnya.
"Fia!" Panggil gadis tadi dengan senyum cerahnya.
"Hm?" balas gadis yang tadi di panggil sambil menatap ke sumber suara dengan sorot mata penuh kelembutan. Walau tak cukup ketara tapi ada rasa hangat yang terpancar dari matanya.
"Aku membeli susu coklat untukmu, minumlah" ucap gadis tadi sambil meletakkan sekotak susu coklat di depan temannya.
"Lalu untuk dirimu?" tanya Fia dengan raut wajah heran karena tak melihat sahabatnya membawa susu yang lain.
"Ini" ucap gadis tadi sambil mengeluarkan susu pisang dari saku roknya.
"Dasar" ucap Fia sambil mengambil susu miliknya dan mulai meminumnya dengan tenang.
"Hehe" kekeh gadis tadi dan mulai duduk di depan Fia.
"Fi, kau tahu? Tadi aku melihat Sasa membawa sebungkus rokok dan korek" ucap gadis tadi sambil menatap ke arah Fia dengan raut wajah serius.
"Jangan mengurusi urusan orang lain Disa. Biarkan saja, yang penting tak merugikan kita" ucap Fia tanpa beban. Egois memang tapi inilah dia, tak ingin di rugikan atas tindakan orang lain yang tak penting baginya.
"Tapi itukan melanggar aturan sekolah, apalagi dia perempuan" ucap Disa dengan raut wajah kesal saat mendapatkan jawaban Fia yang seperti tadi.
"Sasa itu kepala batu, kamu tak akan bisa menasehatinya dengan hanya omongan kosong. Kecuali buat dia jera, beri sedikit pelajaran hingga dia tak akan melakukannya lagi" ucap Fia dengan raut wajah acuh tak acuh.
"Dih! Capek aku bicara sama kamu. Kesel deh" ucap Disa dengan raut wajah kesal.
Fia yang melihat raut kesal Disa hanya bisa tersenyum kecil karena merasa gemas. Dengan gemasnya Fia mengusap rambut Disa asal.
"Fia! Susah tau natanya!" ucap Disa dengan raut wajah kesal.
"Haha, baiklah. Aku minta maaf" ucap Fia dengan suara tawa renyahnya.
Disa yang melihat raut wajah tawa Fia yang cukup jarang di lihat pun sedikit terpukau, tanpa dia sadari.
"Kamu itu manis, tapi wajah manismu tertutupi oleh sikap mengesalkanmu Fi" kata Disa dengan raut wajah malas saat mengingat tingkat sahabatnya selama ini. Dia selalu berkata tajam dan pahit kepada orang lain, jika orang itu tak mengenal dekat Fia mungkin dia akan langsung menbencinya dan tak suka.
"Biarkan saja, aku suka itu. Jika aku berbuat baik kepada orang lain, maka akan merepotkan untuk diriku sendiri" balas Fia dengan nada suara santai.
"Dasar aneh" ucap Disa dengan sorot mata malas.
"Diam dan habiskan susu pisangmu itu" ucap Fia dan kembali meminum susu miliknya.
"Ck!" decak kesal Disa dan tak ayal dia juga kembali meminum susu miliknya.
Saat mereka sedang menikmati susu milik mereka sendiri, tanpa di sadari asap kecil hadir di pojok ruangan. Lebih tepatnya di kabel yang menyalur ke lampu kelas.
"Asap!" teriak salah satu murid membuat satu penghuni kelas diam dan menatap ke sumber asap tadi.
"Woy! asap woy! Keluar woy!" teriak salah satu siswa laki-laki dan keluar dari kelas dengan langkah panik.
Mendengar teriakan tadi membuat penghuni kelas yang lainnya panik dan berbondong-bondong keluar dari kelas. Pintu keluar menjadi padat karena banyak siswa yang berdesakan untuk keluar.
Tak berbeda dari siswa-siswi tadi, Fia dan Disa juga merasa panik. Apa lagi mereka berada di barisan paling belakang di perkumpulan murid tadi.
"Fi ini gimana? Mereka semua bodoh" ucap Disa dengan raut wajah panik.
"Yah, mereka bodoh. Apa kau baru sadar sekarang?" ucap Fia yang masih santai dan mata menatap ke sepenjuru kelas untuk mencari jalan keluar yang lain. Dan tak lama, matanya menatap ke arah jendela yang cukup tinggi dari jangkauannya. Jendela di kelasnya ada 4 dan semua jendela besar itu paten atau tak bisa di buka kecuali di pecahkan kacanya. Dan hanya satu jendela kecil tadi yang bisa di buka.
"Ikut aku" ucap Fia dan menarik tangan Disa ke arah jendela tadi.
"Mau ke mana? Aku mau keluar bukan mencari mati" ucap Disa dengan raut wajah ketakutan.
"Aku tak sebodoh itu Disa" ucap Fia dengan raut wajah malas.
Tanpa suara Fia mulai menatap meja dan kursi agar memudahkan mereka mencapai jendela tadi. Sedangkan Disa menatap pergerakan Fia dengan was-was. Karena tempat mereka berada tak jauh dari tempat munculnya asap. Apalagi sumber asap mulai mengeluarkan percikan-percikan api kecil.
"Ayo naik dan keluar dari sini" ucap Fia setenang mungkin dan menjulurkan tangannya untuk membantu Disa naik ke atas meja, karena dirinya sudah berada di atas. Dengan ragu Disa menerima uluran tangan Fia.
"Cepat, kamu dulu" ucap Fia, menyuruh Disa untuk keluar terlebih dahulu melalui jendela.
"Kamu yakin? Ini tinggi Fia" ucap Disa dengan raut wajah takut, apa lagi melihat tinggi jendela yang membawa jalan keluar untuk mereka.
Fia yang mendengar perkataan Disa barusan hanya mendesah pasrah dan menatap keluar jendela dengan raut wajah malas. Matanya memindai, hingga menangkap seseorang yang yak jauh dari tempat mereka berada.
"Pak Bonang!" panggil Fia ke penjaga sekolah. Pak Bonang yang merasa terpanggil pun menatap ke sumber suara.
"Tangkap teman saya, kita mau keluar dari sini" ucap Fia sambil membantu Disa menaiki kursi.
"Baik!" balas pak Bonang dan berlari ke bawah jendela dan bersiap-siaga menangkap sosok Disa.
Disa mulai memantapkan diri dan menerjunkan dirinya, tanpa mengecewakan pak Bonang menangkap sosok Disa dengan tepat.
Merasa aman, Disa menarik nafas lega dan menatap ke arah Fia.
"Sekarang giliranmu Fi! Cepat turun!" ucap Disa dengan raut wajah panik.
"Iya ini mau turun" ucap Fia dengan tenang walau hatinya juga merasa was-was. Entah kenapa perasannya tak enak. Hatinya berkata, bahwa dia tak akan selamat?.
Dengan gerakan pelan Fia mulai menaiki kursi dan bersiap keluar dari kelas. Baru saja satu kakinya keluar, sumber asap tadi sudah mengeluarkan api dan boom! Ledakan dasyat tak terelakan. Sosok Fia yang tak jauh dari sumber ledakan pun terpental cukup jauh. Kobaran api mulai mengisi ruang kelas.
Korban dari ledakan tadi bukan hanya Fia, masih banyak lagi siswa yang tak berhasil keluar dan menerima dampak dari ledakan.
Mereka terbaring lemas di atas lantai dengan luka bakar di tubuh.
Tapi luka yang Fia derita cukup parah. Pelipis yang mengeluarkan darah dan luka bakar yang cukup banyak.
"Jika ini akhirnya, maka aku ikhlas" gumam Fia tanpa suara dan secara perlahan matanya mulai memberat dan kegelapan pun menyapa.
Beberapa guru, karyawan dan siswa laki-laki berbondong-bondong mengevakuasi korban. Ada juga yang menelfon ambulan dan pemadam kebakaran, tak lupa juga kantor polisi untuk menyelidikki sumber dari kebakaran itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Novel (Sudah DiTerbitkan)
FantasyKeajaiban? Banyak orang yang tak mempercayainya sebelum merasakannya sendiri. Mungkin itu yang di rasakan oleh Fia, gadis biasa yang tak mempercayai apa itu keajaiban dan dunia lain selain dunia yang dia tepati saat ini. Hingga sesuatu yang tak mas...