.30.

42K 4.4K 125
                                    

Di perjalanan hanya ada kesunyian. Sosok Liska terlalu terpikat dengan padatnya jalan malam itu. Tak ada niatan untuk memulai pembicaraan, bahkan menatap ke arah Aland pun dia enggan, apalagi mengajaknya berbincang.

Sedangkan Aland sesekali menatap ke arah Liska. Entah kenapa dia merasa cukup canggung dengan suasana saat ini. Dia juga merasa cukup asing dengan ini, sosok Liska yang biasanya berbicara dengan lincahnya dan sekarang hanya duduk terdiam di tempat. Membuatnya merasa sedikit ada yang hilang.

Beberapa menit setelah melewati masa-masa sunyi di dalam mobil, akhirnya mereka sampai di salah satu restorant terkenal di kota ini.

Liska menatap malas ke arah depan, malas untuk beranjak ke dari tempat duduknya.

"Ck! Membosankan sekali" batin Liska dengan sorot mata malas.

Aland mulai turun dan di ikuti oleh Liska dengan malas-malasan.

Melihat Liska yang enggan untuk masuk, membuat Aland berinisiatif untuk merangkul pinggang Liska dan berjalan masuk. Liska yang terkejut akan tindakan Aland diam untuk beberapa saat dan tak lama dia mencoba untuk melepaskan tangan Aland dari pinggangnya.

"Lepas!" desis Liska sambil mencoba melepaskan tangan Aland, tapi bukannya melepaskan tangannya, Aland malah semakin melilit pinggang Liska.

Liska yang merasa geram pun mulai memberontak di dalam rangkulan Aland.

Mendapatkan pemberontakan dari Liska membuat Aland sedikit kesal dan menundukkan kepalanya, mendekati wajah Liksa.

"Diam sayang" bisik Aland di dekat telingan Liska dengan senyum miring di akhir kalimat.

Liska yang tak pernah di perlakukan seperti itu oleh seorang lelaki pun hanya bisa diam mematung, wajah Aland tadi terlalu dekat dengannya, bahkan hampir saja bersentuhan. Aland yang melihat respons Liska tersenyum penuh arti. Dan tanpa menunggu lama dia kembali berjalan dengan tangan yang masih memeluk erat pinggang Liska. Liska yang belum terlalu sadar pun hanya bisa mengikuti langkah Aland dengan raut wajah linglung.

Tak lama mereka akhirnya sampai di dalam Restaurant, Aland kembali membimbing Liska menuju ke salah satu meja.

Sesampainya di sana, Aland melepaskan dekapannya begitu saja. Dengan tenang dia berjalan ke sisi lain dan duduk tanpa beban.

Liska yang melihat itu sedikit dongkol dan dengan sedikit kesal dia duduk di kursinya.

"Cowok menyebalkan itu, benar-benar ingin ku lempar ke rawa-rawa!" batin Liska dengan kesal.

Salah satu pelayan Restaurant datang dan memberikan buku menu. Dengan gostur tegap sang pelayang berdiri tak jauh dari meja Aland dan Liska.

"Mau pesan apa?" tanya Aland kepada Liska, tanpa repot-repot menatap ke arah orang yang di ajak bicara.

"Apa saja" balas Liska tanpa minat.

Mendengar jawaban Liska barusan membuat Aland menatap Liska dengan kerutan di dahinya, setelahnya mengangkat bahunya tak peduli.

Sekilas dia membaca daftar menu, kemudian menutupnya dan memanggil sang pelayan.

Sang pelayan datang dengan secarik kertas dan bulpoin di tangannya.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" tanya sang pelayan dengan ramah.

"Berikan dua menu makanan dan minuman yang terenak di sini" ucap Aland sambil menatap datar ke arah pelayan tadi.

"Ah? Baik, mohon di tunggu sebentar" balas sang pelayan, tanpa menunggu lama dia mulai berjalan ke arah koki dapur.

Liska hanya menatap Aland sekilas dan matanya kembali fokus ke luar Restauran. Terlalu enggan menatap sosok Aland di depannya.

Berbeda dengan Liska, Aland malah menatap wajah Liska dengan lamat. Mata itu menelisik setiap inci wajah Liska. Mulai dari dahi, mata, hidung dan bibir.

"Bentuk wajah yang pas. Cantik dan manis" batin Aland tanpa sadar.

"Apa yang ku pikirkan" gumam Aland setelah sadar apa yang dia pikirkan tentang Liska. Untuk mengalihkan matanya dari sosok Liska, Aland mulai menyibukkan diri dengan ponsel miliknya.

Baru saja membuka ponsel, panggilan dari seseorang membuat kerutan di dahi Aland terlihat begitu jelas. Dengan gerakan cepat dia mulai mengangkatnya.

"Halo, ada apa?" tanya Aland sedikit lembut.

Awalnya Liska tak peduli tapi saat mendengar suara seseorang di seberang sana membuat rasa penasarannya membuncak. Pasalnya suara itu cukup dia kenal, siapa lagi kalau bukan Dinda.

'Kak Aland ada di mana?' tanya Dinda basa basi.

"Di luar-" perkataan Aland yang secara cepat di sela oleh Dinda.

'Aku boleh minta tolong? Jemput aku ya kak' ucap Dinda dengan nada suara memohon.

"Bagus sekali attitudenya" batin Liska dengan senyum sinis.

Aland yang mendengar permintaan Dinda barusan sedikit bimbang, dengan raut wajah berpikir dia menatap ke arah Liska. Sedangkan Liska yang sedang di tatap Aland hanya bodo amat dan lebih fokus ke arah luar. Dia juga tak terlalu peduli dengan Aland, ia tak ingin ikut campur masalah lelaki di depannya. Karena Liska sudah tahu akan jawaban Aland yang akan di ucapkan.

"Di mana Rehan?" tanya Aland dengan mata yang masih menatap ke sosok Liska.

'Kak Rehan sedang ada acara, dia tak bisa' balas Dinda dengan nada suara sedikit sedih.

Mendengar perkataan Dinda barusan membuat Aland bingung dan pusing. Dengan pelan dia memijat pelipisnya.

"Tak mungkin aku meninggalkannya di sini" batin Aland sambil menatap sosok Liska bingung.

Lama dia berpikir hingga suara Dinda membuyarkan pikirannya.

'Kak, kakak masih di sana?' tanya Dinda dengan cemas.

"Yah," balas Aland dengan nada suara sedikit pelan.

'Kakak bisa?' tanya Dinda memastikan.

"Kau di mana?" tanya Aland dengan hembusan nafas pelan.

'Jl. xxx' balas Dinda yang membuat Aland membolakan matanya.

"Bagaiman kau bisa sampai di sana?!" ucap Aland sedikit meninggi, membuat sosok Liska di depannya sedikit kaget.

'Aku tersesat sampai sini kak' balas Dinda dengan ragu.

"Tunggu di sana, kakak datang" ucap Aland sedikit terburu dan bangkit dari duduknya, setelah mematikan telefonnya secara sepihak. Dia merasa cemas, karena kawasan itu tempat berkumpulnya para berandal jalanan.

Sebelum melangkah menjauh, Aland menatap ke arah Liska dan berkata,

"Kau tunggu di sini sebentar, aku akan kembali" ucap Aland sebelum berlari keluar Restaurant.

Liska hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh, hingga matanya membola karena ingat sesuatu.

"Dia tak meninggalkan uang atau pun kartu untuk membayar makanan yang sudah di pesan" ucap Liska sambil menatap mobil Aland yang sudah melaju menjauh dari kawasan Restaurant.

"Lalu bagaimana aku membayarnya?!" ucap Liska sedikit geram dengan sosok Aland. Salahkan juga dirinya yang tak membawa apa pun kecuali ponsel.

Dunia Novel (Sudah DiTerbitkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang