4. Keputusan

69K 7.2K 100
                                    

Liska berjalan memasuki rumah dengan langkah pelan. Saat akan mengetuk pintu, sosok wanita rentan terlebih dahulu membuka pintu dan menatap ke arahnya dengan penuh suka cita.

"Non Liska?! Ayo non masuk" ucapnya, dengan raut wajah kebahagiaan ia menuntun Liska memasuki rumah.

Liska yang mendapat sambutan seperti tadi hanya bisa diam membisu.

"Duduk sini non, bibi siapkan makan ya?" tawar sang bibi dengan senyum cerah.

"Tak perlu repot-repot bi, lagi pula Liska mau istirahat dulu" ucap Liska dengan nada suara sopan.

"Ah, iya. Bibi lupa, non Liska baru pulang dari rumah sakit. Maaf non, ayo bibi antar ke kamar" ucap pembantu Liska dengan raut wajah penuh sesal, tapi tak ayal masih ada raut wajah kebahagiaan di wajahnya.

Sang bibi menuntun langkah Liska ke arah lantai dua dan berhenti di depan pintu berwarna coklat dengan tulisan,

'Jangan lupa, awali hari dengan senyuman!'

"Silahkan non, bibi tinggal dulu. Istirahat yang cukup, agar cepat sehat non" ucap pembantu Liska sebelum pergi berjalan menjauh dari sana. Sang bibi berjalan ke lantai satu dengan langkah lebar. Dia memang terlihat tua, tapi tenaganya seperti anak ABG yang sedang bahagia.

Liska menatap tingkah sang bibi dengan raut wajah sedikit cengoh.

"Heboh sekali dia" gumam Liska sambil menatap punggung sang bibi dengan sorot mata sedikit aneh.

Maklum hidupnya dulu sangat damai dan tentram, kecuali jika ada sosok Disa di sampingnya. Maka ketenangannya hanya angin semata.

Tanpa berpikir terlalu lama, Liska mulai berjalan memasuki kamar dengan langkah pelan.

Matanya menelisik ke sekeliling, menatap setiap detail kamar milik Liska 'dulu'.

"Bagus" gumam Liska dengan senyum puas.

"Bagus" gumam Liska dengan senyum puas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 (Gambar di ambil dari google)

Dengan langkah pelan Liska mulai berjalan ke arah kasur dan merebahkan dirinya dengan nyaman.

Tak lama kantuk mulai datang, dengan perlahan mata yang tadinya terbuka mulai terpejam dengan tenang.

Malam harinya.

Liska sudah bersiap dan akan turun ke bawah untuk makan malam bersama sang Mama. Dia akan membicarakan niatnya untuk pindah sekolah pada Mamanya setelah makan malam.

"Non Liska?" panggil sang bibi dari luar kamar.

Suara pintu di ketuk pun mulai terdengar.

"Iya" balas Liska dengan nada suara tenang. Dengan langkah tanpa beban dia mulai berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan perlahan.

"Nyonya sudah menunggu di meja makan" ucap sang bibi saat melihat sosok Liska di depannya.

"Baik, terima kasih" balas Liska dengan senyum kecil, setelahnya mulai berjalan ke arah lantai satu dengan langkah tenang.

"Non Liska sedikit berubah" gumam sang bibi sambil menatap punggung Liska dengan raut wajah rumit.

Di meja makan.

"Malam Mah" ucap Liska sambil menarik kursinya.

"Malam, bagaimana kondisimu?" tanya Mama Liska sambil menatap anak perempuanya dengan lekat.

"Baik, lebih baik dari kemarin" balas Liska dengan tenang, tak ada rasa gugup atau cemas saat berhadapan langsung dengan Mama Liska asli.

"Lalu bagaimana dengan ingatanmu?" tanya Mama Liska dengan raut wajah tenang.

"Sudah beberapa yang aku ingat" balas Liska apa adanya.

"Hm, makan dengan banyak agar cepat pulih" balas Mamanya dan menaruh beberapa lauk di atas piring Liska.

"Baik" balas Liska dan mulai memakan makanannya.

Dalam diam mereka menikmati makanan masing-masing. Hingga beberapa saat kemudian acara makan itu selesai.

"Mah" panggil Liska memulai perbicaraan.

"Hm? Ada apa?" balas Mamanya dengan guratan heran.

"Liska ingin pindah sekolah" ucap Liska pada intinya.

"Alasan?" tanya Mama Liska dengan raut wajah serius.

"Hanya untuk menjernihkan pikiran" balas Liska dengan tenang, bahkan tak ada nada suara atau raut wajah gugup.

"Permintaan di tolak, alasanmu tak terlalu jelas" balas sang Mama dengan raut wajah tanpa beban.

Mendengar penolakan sang Mama membuat sosok Liska menatap ke arah Mamanya dengan sorot mata ke tidak puasan.

Melihat raut wajah protes sang anak membuatnya menghela nafas lelah.

"Mama tahu alasanmu, Mama sudah menyelidikinya," ucap Mama Liska dengan raut wajah sedikit sedih. Sedangkan Liska hanya diam dan menunggu kelanjutan dari perkataan Mamamnya tadi.

"Lagi-lagi kamu diam dan tak mau berbagi dengan Mama, Liska" ucap Mamanya dengan sorot mata kekecewaan.

"Maaf" ucap Liska dengan raut wajah penuh sesal.

"Mama terkejut saat mendapat laporan, kau menjadi kambing hitam di sana. Dan yang membuat Mama kecewa, kamu diam saja menerimanya?" ucap sang Mama dengan sorot mata penuh akan kekecewaan.

"Maaf Mah, bukan maksud Liska buat Mama kecewa. Liska hanya takut merepotkan Mama" balas Liska dengan raut wajah penuh sesal.

Jujur saja, Liska sendiri tak sadar apa yang dia ucapkan tadi. Mulutnya bergerak sendiri dan hatinya juga terasa sakit.

"Apa perasaan Liska masih ada di tubuh ini?" batin Liska dengan raut wajah heran.

"Mama tak akan merasa kerepotan nak, kamu anak Mama, bukan orang asing bagi Mama" balas sang Mama dan bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke arah sang anak dan membawa sosok itu ke dalam dekapan hangatnya.

"Mama marah dengan diri Mama sendiri, kenapa Mama sangat sibuk dengan berkas-berkas dan lalai kepadamu" ucapnya dengan nada suara penuh sesal.

Dengan ragu Liska membalas pelukan Mama Liska dan mencari kenyamanan.

"Mama tak mengizinkanmu pindah sayang, Mama ingin kamu menghadapinya dan menyelesaikan semuanya. Meluruskan kesalah pahaman ini, Mama tak suka anak Mama di jadikan antagonis dengan alasan yang tak tepat" ucap Mama Liska dengan menatap lekat wajah Liska.

Mendengar perkataan Mamanya tadi membuat Liska hanya menghela nafas pasrah dan menganggukkan kepala sebagai balasan.

"Anak pintar" ucap Mamanya dengan senyum puas dan kembali memeluk anaknya.

"Baiklah, sedikit berpetualang tak apa" batin Liska dengan pasrah.

Dunia Novel (Sudah DiTerbitkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang