.65.

28.6K 3.4K 52
                                    

Malam harinya Liska makan bersama Mamanya. Dengan tak berminat Liska memakan makanannya.

"Kenapa?" tanya Mamanya yang tak paham dengan kondisi sang anak.

"Kenapa Mama gak bilang kalau aku dan Dika sudah kenal dari kecil?" ucap Liska dengan mata fokus ke arah makanannya.

"Sepertinya kamu sudah mengingatnya" balas Mama Liska dengan senyum kecil.

"Yah" balas Liska sambil mengangkat wajahnya dan menatap sang Mama dengan lekat.

"Mama melakukan itu karena tak mau kehilanganmu. Jika Mama ceritakan tentang Dika dan kamu mengingatnya, sedangkan mentalmu belum siap. Ada kemungkinan kamu akan gila atau lebih dari itu" balas Mama Liska dengan sorot mata teduh.

Liska yang mendengar perkataan Mamanya hanya bisa diam membisu.

"Kamu tahu sendiri bukan alasan kenapa kamu melupakan ingatan itu? Tanpa Mama kasih tahu kamu pasti tahu alasannya"

"Yah, karena mereka bisa mengingatkanku dengan Papa. Alasan Papa meninggal karena menyelamatkan Dika dari kecelakaan maut" balas Liska dengan senyum getir.

"Semua sudah berlalu dan itu masa lalu, Dika juga tak berniat untuk membuat Papamu meninggal" nasehat Mama Liska takut sang anak akan membenci Dika dan membawa pengaruh buruk pada anaknya.

Liska hanya diam membisu dengan mata menatap ke arah makanannya dengan pikiran bercabang.

"Untuk pertunanganmu dengan Aland, Mama sudah mengundang mereka besok malam untuk makan malam. Kau bisa membatalkannya saat acara makan malam selesai" ucap Mama Liska mengalihkan topik pembicaraan.

"Yah" balas Liska dan kembali menyuapkan makanan miliknya.

Pagi harinya.

Liska berangkat sekolah bersama dengan Anton dan ada Rangga yang mengikuti dari belakang.

Sesampainya di sekolah, banyak pasang mata yang menatap Liska dengan sinis.

Entah bagaimana, kemarin malam tersebar berita bahwa Liska penyebab ledakan di Lab. Kimia kemarin dan beberapa adik kelas juga mengiyakan. Sebab itu pagi ini Liska di jemput oleh Anton dan Rangga.

Di parkiran sudah ada Arka, Dino dan Yara yang menunggu mereka datang.

"Liska!" panggil Yara saat Liska baru saja turun dari motor Anton.

Liska menatap ke arah Yara dan berniat menghampirinya tapi tanganya di cekal oleh Anton.

"Gue ikutin di belakang, sampai kelas" ucap Anton dengan lembut, sambil menata rambut Liska yang berantakan.

"Hm, makasih" ucap Liska dengan senyum tulus.

"Terus, sampai pacaran" ucap Rangga sambil menatap mereka berdua dengan sinis.

"Romantis sih, tapi sayang belum pasti" kata Dino dan di sambut kekehan oleh Rangga dan Yara, sedangkan Arka hanya tersenyum geli.

"Ck, berisik lu pada!" ucap Anton sambil menatap ke arah teman-temannya dengan sinis.

"Makanya buru di hak milik, di gondol orang baru tahu lu" ucap Dino dengan nada suara menggoda.

"Jadi sadboy dong" balas Yara dengan kekehan geli.

"Gimana mau jadi hak milik, kalau dia masih ada yang ngikat" gumam Anton yang masih di dengar oleh Liska.

"Udah-udah, ayo ke kelas" ucap Liska dengan tawa geli. Sebelum berjalan ke arah Yara, Liska menepuk pundak Anton sekilas dengan senyum manisnya.

"Ck, manis amat bisa diabetes gue kalau gini caranya" ucap Anton dengan senyum terpesona.

"Bang bucin, ayo jalan sebelum si eneng di ambil orang" ucap Rangga dan berjalan melewati sosok Anton dengan senyum geli.

Mendengar perkataan Rangga barusan membuat wajah Anton langsung masam. Setelahnya mulai berjalan menyusul langkah teman-temannya.

Anton berjalan di barisan paling belakang, sedangkan Arka dan Dino berada di barisan kedua dan yang paling depan ada Liska, Yara dan Rangga.

Di sepanjang koridor banyak pasang mata yang menatap sinis dan tak suka ke arah mereka, lebih tepatnya ke arah Liska.

Anton yang melihat sorot mata tak suka dari beberapa siswa untuk Liska pun mengumpat di dalam hati.

Saat mereka akan menaiki anak tangga, dari atas terdengar suara langkah kaki dan ternyata itu Aland bersama teman-temannya. Mereka menatap ke arah Liska dengan tajam.

Anton yang sadar akan kondisi pun mulai berjalan mendekat ke arah Liska, lebih tepatnya di belakang Liska.

"Cih! Gue baru lihat orang salah di kawal" ucap Adit sambil menatap Liska dengan senyum sinis.

"Pembawa sial" desis Rehan dengan tajam.

"Lu emang udah di maafin sama orang tuanya Dika, tapi maaf mereka gak menutupi atas perbuatan lu. Gara-gara elu, Dika masuk rumah sakit dan kritis" ucap Tama dengan raut wajah marah.

"Ternyata lu punya temen yang mulut licin ya Al. Bingung gue, bisa-bisanya mereka ngerundung orang dengan mudahnya" ucap Anton dengan senyum sinis dan menatap ke arah Aland dengan sorot mata permusuhan.

"Tindakan mereka benar" balas Aland dengan santai.

"Ck, kasihan gue sama Liska" balas Anton dengan gelengan pelan. Merasa prihatin dengan Liska.

"Anton!" desis Liska sambil melirik Anton dengan sinis.

"Damai sayang" balas Anton dengan senyum lebar.

Aland menatap interaksi keduanya dengan tajam dan tangan terkepal erat.

"Ck!" decak kesal Aland dan mengalihkan pandanganya dari Anton serta Liska.

"Cari jalan lain?" tanya Anton meminta pendapat Liska.

"Boleh, jalan juga ketutup" balas Liska dengan senyum tipis.

"Ayo balik badan, sebelum kuman mereka menyebar" kata Anton dan memutar balikkan tubuh Liska, menuntunnya ke anak tangga yang lain.

"Siapa yang kuman?! Cewek lu tuh yang kuman! Ati-ati kena musibah kalau lama-lama sama dia! Pembawa sial lu deketin!" teriak Adit merasa tak terima dengan perkataan Anton.

"Tenang, kalau iya dia pembawa sial gue tahu penangkalnya. Karena diri gue sendiri penangkalnya" ucap Anton dengan tenang dan berjalan tanpa memedulikan respons lawan bicara atau pun para penonton setianya. Tangannya menggenggam tangan Liska dengan lembut, dia juga memberikan senyuman termanis yang dia miliki.

"Kadar kebucinan yang sudah overdosis" ucap Dino dan di setujui oleh Rangga.

Dunia Novel (Sudah DiTerbitkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang