.32.

39.4K 4.5K 52
                                    

Di lain tempat.

Aland mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dirinya benar-benar cemas jika terjadi sesuatu dengan Dinda. Hatinya cemas dan pikirannya tertuju ke Dinda, tak ada yang lain.

Ingat perpatah, cinta itu membuat orang gila dan hilang akal? Maka dialah salah satu bukti dari karekter novel.

Kembali ke Aland. Sesampainya di tempat tujuan, dengan buru-buru Aland turun dari mobil dan matanya menelisik ke sekeliling.

"Di mana?" gumam Aland saat tak menemukan Dinda di mana pun.

Kakinya mulai melangkah, hingga gendang telinganya menangkap suara yang tak asing baginya.

"Apa sih! Lepas!" teriak seorang perempuan. Aland mengetahui siapa itu dari suaranya.

"Dinda?" gumam Aland dan berlari ke arah sumber suara.

Di depanya sudah di suguhkan pemandangan yang cukup memancing emosi.

Dinda sedang di ganggu dan tangannya di tarik paksa oleh beberapa berandal.

"Brengsek!" murka Aland dan tanpa menunggu lama dia memberikan pukulan ke salah satu berandal.

Mereka yang melihat salah satu temannya terkapar karena pukulan dari seseorang pun merasa tak terima dan menatap penuh permusuhan ke sang pelaku.

"Cari gara-gara di kawasan orang lain" ucap salah satu di antara mereka dengan sorot mata penuh akan amarah.

Tanpa menunggu lama perkelahian di antara mereka pun tak terelakkan dan bodohnya, Aland melawan seorang diri. Dia bukanlah orang yang sangat pandai akan bela diri, dia hanya menguasai beberapa teknik. Maki saja dia dengan kata bodoh, karena dia memang bodoh.

Beberapa menit kemudian tubuh Aland sudah terbaring mengenaskan di atas aspal. Melihat lawan yang sudah terkapar lemah, membuat mereka menghentikan pukulannya. Mereka memang terkenal dengan sebutan kriminal, tapi mereka bukan pembunuh.

"Cabut!" ucap salah satu di antara mereka, mengintruksikan yang lainnya. Dengan patuh, mereka mendengarkan ucapan sang atasan dan mulai berjalan menjauh dari tubuh Aland.

Dinda yang melihat kondisi sudah aman pun mulai keluar dari tempat persembunyiannya.

"Kak! Kakak terluka?!" ucap Dinda dengan hebohnya.

"Issh! Gak Apa-apa. Ayo gue anter pulang" balas Aland dan mencoba bangkit dari tidurnya, di bantu oleh tenaga tak seberapa milik Dinda.

"Kakak yakin bisa mengemudikan mobil?" tanya Dinda dengan ragu.

"Yah" balas Aland sambil menahan sakit di sudut bibirnya.

Setelahnya mereka kembali melanjutkan langkah. Dengan bantuan Dinda yang membukakan pintu mobil untuknya, Aland mulai duduk di kursi pengemudi dan Dinda duduk di kursi sampingnya.

"Udah?" tanya Aland sambil menatap ke arah Dinda.

"Yah?" balas Dinda yang masih tak yakin dengan balasannya. Dia masih merasa ragu jika Aland bisa mengemudikan mobil.

"Gue bisa, lu gak perlu cemas" ucap Aland dengan senyum lembut saat tahu isi pemikiran Dinda.

"Iya, pelan-pelan aja kak" balas Dinda mencoba yakin dengan Aland.

Mendengar perkataan Dinda barusan membuat Aland hanya membalas dengan anggukan kepala pelan.

Setelahnya mobil itu mulai berjalan menjauh dari sana dan menuju ke rumah Dinda. Aland benar-benar mengemudikan mobilnya dengan pelan, sesuai dengan perkataan Dinda barusan. Dia tak mau membuat Dinda takut di sisinya, mungkin agar Dinda merasa nyaman dan selalu mengandalkannya.

Lama waktu untuk menuju ke rumah Dinda, dan akhirnya mereka sampai dengan selamat tanpa ada kejadian yang mengenaskan lainnya.

Dinda mulai keluar dari mobil dan menatap sosok Aland beberap saat.

"Mau mampir dulu kak? Biar Dinda obati lukanya" ucap Dinda dengan tulus.

"Enggak usah, istirahat gih. Besok sekolah" balas Aland dengan senyum di paksakan, karena tubuhnya lama- kelamaan menjadi bertambah sakit.

"Yakin?" ucap Dinda tak yakin dengan jawaban Aland barusan.

"Iya, gih masuk" balas Aland dengan senyum kecil.

Mendengar balasan dari Aland tadi membuat Dinda mau tak mau harus menurut dan mulai berlari memasuki rumahnya.

Setelah memastikan Dinda sudah memasuki rumah, Aland menghela nafas pelan dan mulai mengemudikan mobilnya kembali ke rumah. Tubuhnya benar-benar harus di istirahatkan. Rasanya begitu sakit di setiap tulang dan syarafnya.

Sangking fokusnya ke rasa sakitnya, Aland hingga lupa dengan sosok Liska yang dia janjikan untuk menunggu di Restaurant.

Di lain tempat.

Sesampainya di depan rumah,Liska mulai turun dari motor Rangga dengan perlahan.

"Mana uang ganti rugi?" tanya Rangga saat Liska baru saja turun dari motor itu.

Mendengar perkataan Rangga tadi, membuat Liska sedikit mendelik karena terkejut.

"Ck! Iya sabar! Mau tunggu di luar apa masuk dulu?" tawar Liska sedikit malas.

"Di sini aja, buruan" ucap Rangga sedikit memerintah.

"Dih, ogah" balas Liska dan mulai berjalan ke dalam rumah dengan langkah begitu santai.

Rangga yang melihat itu hanya bisa menahan dongkol, dia yakin Liska masuk dan kembali ke sini menbutuhkan waktu banyak. Siap-siaplah dia harus membuang waktu beberapa menitnya secara sia-sia.

"Berteman dengan mereka benar-benar menguji kesabaran" gumam Rangga sambil mengelus dadanya, mencoba untuk sabar.

Dunia Novel (Sudah DiTerbitkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang