Chapter 11

69 10 0
                                    

Kita bisa membuat orang bertahan. Tapi tidak bisa membuat sepenuhnya tetap cinta.


"Naik naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali."

"Kiri kanan ku lihat saja banyak pohon cemara."

"Kayaknya itu bukan cemara. Tapi pinus deh." Cela Renjun membuat langkah kaki mereka terhenti. Ryujin menghapus jejak keringat pada dahinya kemudian memandang Renju sebal. Kapan sampainya kalau mereka berhenti terus.

"Apa kita perlu berdebat masalah lagu?" Chenle melanjutkan pijakan kakinya lagi. Pria itu seperti keturunan hulk yang memiliki tenaga sangat besar. Keringatnya saja tidak terlihat sama sekali.

"Please dedek gemes, gue udah hampir kehabisan nafas nih. Kapan kita sampai villanya kalau kalian berdebat terus?" Ryujin bicara dengan nafas terputus-putus. Sekalinya pergi dengan mereka ia harus menaiki gunung sampai dua jam lebih pendakian. Pulangnya sudah dipastikan Ryujin berkaki gajah.

"Tapi itu bukan pohon cemara kan Jin?" Renjun berjalan disamping Ryujin menyamakan langkah kakinya. Kasihan gadis itu, sekalinya diajak keluar menguras keringat sampai bajunya basah. Tujuan awal ingin bermain diatas trampolin dialihkan ke pendakian gunung untuk melihat villa Chenle.

"Iya Renjunku, gemoy." Chenle dan Renjun tertawa. Ryujin kepalang gemas dengan Renjun yang mempermasalahkan antara pohon pinus dan pohon cemara. Pria itu masih mencari pembelaan pada dirinya.

"Berapa menit lagi kita sampai? Bisa ga sih gelinding aja. Capek banget sumpah." Tangan Ryujin menempel dilututnya. Ia membungkuk menahan semua rasa lelah serta beban dari tasnya. Chenle memberikan sapu tangan untuk Ryujin agar ia bisa menyeka keringat yang membanjiri pelipisnya.

"Sebentar lagi sampai. Pulang dari sini gue janji, lo ga akan ngerasain lelah sama sekali." Jawab Chenle memegang Trekking pole menatap iba wajah Ryujin yang pucat karena kelelahan. Tangannya gatal ingin mengusap peluh di wajah gadis itu.

"Yoi. Lo tinggal duduk manis aja nanti." Ujar juru bicara Chenle. Renjun seakan tahu apa yang ada dipikiran temannya itu. Ia melihat Chenle yang terus menatap Ryujin. Jangan jangan....

"Kok bisa." Tanya gadis itu bingung. Ia perlu menghabiskan tenaganya untuk sampai ditempat tujuan. Jadi bagaimana bisa hanya dengan duduk mereka bisa langsung sampai ke tempat awal? Terjun kah? Atau menggunakan flying fox? Atau jangan-jangan ia didorong menuju jurang?

"Semua bisa kalau lo berteman sama sultan mah." Chenle tersenyum pongah. Orang kaya mah bebas.

Renjun memutar bola matanya. "Si anying. Sombong banget. Pengen gue slepet mulutnya."

Ryujin masih bingung dengan ucapan mereka. Ia kembali bertanya pada Chenle. "Maksudnya gimana sih?"

"Nanti pulangnya kita naik helikopter. Kasihan dihelipad terus dianggurin ga digunain sama sekali." Coba bayangkan sebesar apa helipad yang dimaksud pria itu. Ryujin jadi pening sendiri dengan rumah Chenle. Sekaya apa sih temannya Haechan ini?

"Gue ga bisa bayangin istana lo segede apa."

"Nanti deh gue ajak lo kerumah Chenle. Rumahnya itu kaya labirin yang besar banget nget nget. Gue sih jamin lo ga bisa langsung pulang karena terlalu nyaman di rumah keongnya."

"Rumah keong itu kecil sayang."

"Oh iya haha."

Mata Ryujin disuguhkan pemandangan yang sangat indah. Udara yang sejuk membuatnya nyaman berlama-lama dipuncak gunung. Rimbun dedaunan terlihat dari atas puncak gunung. Ryujin semakin takjub diatas puncak gunung terdapat villa yang sangat indah dengan bahan dasar kayu jati yang kokoh terbangun. Lampu berwarna kuning kecoklatan semakin menambah kesan artistik baginya.

Haejin (Haechan x Ryujin) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang