Chapter 21

57 8 1
                                    

Can you give a star for this chapter?


Bayangan malam hari yang indah dalam benak Yoona dan  Ryujin berubah menjadi suram karena mereka jadi tawanan Wooji dan gengnya. Pria itu tidak membiarkan Yoona kembali kerumah Ryujin. Alasannya karena besok Wooji akan mengikuti olimpiade matematika antar negara yang mengharuskannya pergi ke Beijing. Ia jadi tidak punya banyak waktu selain malam ini untuk bertemu dengan Yoona.

"Jangan cemberut gitu dong, Na." Wooji ingin mendekati Yoona tapi tidak berani karena ada Ryujin. Walau terlihat nakal dan urakan tapi ia sangat menghargai perempuan. Selama ini Wooji juga hanya mengusik Yoonq tanpa menyentuh gadis remaja itu walau seujung jari.

"Kamu apa? Coklat? Pesawat? Atau aku?" goda Wooji ingin sekali mengelus rambut Yoona. Kapan ia bisa jadi orang dewasa? Ia ingin sekali menikahi Yoona agar bisa menyentuh dirinya tanpa takut diamuk gadis itu.

"Apa sih," Yoona menundukkan kepala tidak ingin dilihat wajah merahnya. Gadis itu tersenyum geli dengan kerecehan Wooji.

"Cie...." sorak semua orang. Wooji itu sepertinya sudah bucin akut dengan Yoona.

"Jangan digantung terus Na. Kalau Wooji nerima cinta Clara nanti nanges...." ejek Frans. Ia tahu betul bagaimana penolakan Yoona yang terbilang sadis. Gadis itu menolak Wooji yang menyatakan perasaannya ditengah lapangan. Jika tidak mempunyai semangat patriot sudah dipastikan Wooji akan mundur.

"Kaya celana dalam aja digantung," Wooji melotot kepada Jae. Sedangkan laki-laki lainnya tertawa. Ledek-meledek sudah terbiasa di geng mereka. Tapi Wooji dan kawannya tidak ada yang berani melakukan body shamming.

"Kalian lucu ya," kata Ryujin setelah tertawa. Gadis itu sangat senang karena Yoona dikelilingi orang baik. Ia berharap Yoona selalu tersenyum seperti malam ini.

"Kakak juga cantik," jawab Frans tidak nyambung. Pria itu menerima pukulan dikepalanya dari teman-temannya. Beruntungnya kepala buatan Tuhan. Jika buatan manusia mungkin sudah menggelinding seperti kelereng.

"Sakit bangsat!" Frans meringis saat Wooji menatapnya dengan tajam. Ryujin menggelengkan kepala memaklumi tingkah remaja didepannya.

"Minta maaf," titah sang ketua. Pria itu diam-diam mencari tangan Yoona dibawah meja. Wooji merasa aneh karena tangan Yoona terlalu besar dan kasar digenggamannya.

"Lo ngapain pegang tangan gue," jijik Ziko. Pria itu menghempas tangan Wooji. Yoona dan Ryujin tidak bisa lagi menahan image. Gadis itu tertawa terbahak-bahak melihat kejadian lucu didepan matanya.

"Cantik aja tawa," gumam Wooji menumpukan wajah diatas meja.

"Lagi ketawa aja cantik." ralat teman-teman Wooji berteriak heboh. Pria itu tidak peduli dengan semua ledekan temannya. Asal bisa membuat Yoon bahagia, ia rela menjadi badut untuk gadis itu.

Ryujin berhenti tertawa saat matanya menangkap Wooji yang sangat mengagumi Yoona. Ia ingin sekali membiarkan Wooji berduaan dengan Yoona. Tapi takut Haechan mengamuk karena meninggalkan Yoona berduaan dengan anak nakal seperti Wooji. Padahal kalau dilihat-lihat pria itu hanya penampilannya saja yang berantakan. Hidupnya belum tentu juga kan.

Berbicara tentang Haechan, pria sudah pergi saat Yoona berkata bahwa akan menginap kerumah Ryujin. Awalnya sang kakak tidak terima, menolaknya tanpa pikir panjang. Berkat pelototan mata Ryujin, pria itu mengalah juga. Ternyata Ryujin masih berefek dahsyat untuk Haechan.

"Kak, jangan bengong." tegur Yoona.

"Sudah jam sebelas malam. Sebaiknya kita pulang," kata Wooji. Ia memerintah anggota gengnya untuk segera kembali kerumah. Mereka memang bersih, tidak menghabiskan waktu di club seperti kebanyakan geng lainnya. Wooji hanya tidak ingin semua teman-temannya menjadi pecandu minuman berakohol dan tempat hiburan malam.

"Cabut guys," Satu persatu teman-temannya berpamitan dengan Wooji, Yoona dan Ryujin. Kini hanya tersisa tiga insan yang masih duduk dikursi depan minimarket.

"Ayo Kak," Jika Wooji mengajak Yoona pulang akan berakhir dengan penolakan. Jadi ia berinisiatif untuk mengajak Ryujin. Bagaimana pun ia tahu bahwa kakak cantik itu sudah seperti kakaknya Yoona. Gadis itu lebih menurut dengan Ryujin daripada dirinya.

"Kamu duluan aja. Kami masih mau disini. Besok kamu juga harus siap-siap ke bandara kan?" Tolak Ryujin. Ia tidak sama sekali bermaksud untuk mengusir Wooji. Tapi, ia hanya tidak ingin mengganggu jadwal tidur pria itu. Bagaimanapun Wooji harus mementingkan olimpiadenya daripada mereka.

Yoona duduk gelisah memainkan tangannya sambil sesekali melirik kearah Wooji. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi rasanya sangat sulit sekali. Jantungnya ingin copot hanya karena ingin mengucapkan satu kata.

"Semangat," Satu kata itu sangat pelan tapi mampu ditangkap oleh indra pendengaran Wooji. Pria itu lantas mengusak surai Yoona karena tidak bisa lagi menahan kebahagiaannya. Wooji berjanji akan memenangkan olimpiade matematika dan menyerahkan mendalinya untuk Yoona.

"Doain aku semoga menang ya," pinta Wooji. Tanpa diminta pun Yoona selalu mendoakan yang baik-baik untuk pria itu.

"Kamu ga pulang bareng sama Wooji aja?" Yoona sepertinya perlu waktu lebih sebelum ditinggal Wooji. Ryujin memberikan ruang agar mereka sedikit bisa bersama.

"Aku mau banget pulang sama Yoona. Tapi Kakak gimana?" jawab Wooji spontan. Pria itu dihadiahi senyum tulus oleh Ryujin. Yoona sampai menyubit pinggang Wooji seakan mereka sudah lama dekat.

"Jarak rumah sama tempat ini tidak jauh. Kalian bisa langsung pulang aja. Kakak juga masih mau disini lebih lama. Kalau nanti Haechan marahin kamu bilang sama aku ya Na." Ryujin mendorong tubuh Yoona agar mendekat kearah Wooji.

"Tapi Kak,"

Kalimat Yoona sudah hampir keluar tapi tertahan karena Ryujin menyelanya. "Kalian hati-hati. Tolong jaga Yoona dengan baik ya ganteng,"

"Terimakasih atas kepercayaannya Kak. Pulang dari Beijing, aku bawain tembok china deh." Ryujin dan Wooji tertawa. Konyol sekali memang kata-kata Wooji.

"Deal?" Ryujin dan Wooji berjabat tangan layaknya sedang melakukan perjanjian besar. Pria itu lantas mengajak Yoona untuk naik ke motornya. Ia membunyikan klakson dan Ryujin menganggukan kepala tanda mengerti.

"Lo mau sampai kapan sembunyi terus disana?" Ryujin berteriak agar Haechan keluar dari persembunyiannya. Jika pria itu sudah ada dirumah mungkin ia akan memilih pulang dengan Yoona. Tapi sayangnya Haechan masih menunggunya jadi lebih baik mereka selesaikan masalah yang membunuh waktunya bukan?

"Kamu tahu aku ada disana?" Tunjuk Haechan kearah tempat pembuangan sampah. Ia mengendus aroma tubuhnya takut Ryujin mencium aroma tidak sedap.

Itu karena aku cium wangi parfum kamu yang terus menyiksa Chan.

"Baju lo keliatan," Haechan mengerti. Ryujin memang kalau bicara tidak jelas jika dalam mode ngambek. Tapi karena Haechan pintar jadi ia paham maksud pria itu. Kurang lebih maksudnya adalah baju kamu keliatan pas lagi ngumpet.

"Ada hal yang harus kita bicarakan," kata Haechan to the point. Pria itu tidak ingin usahanya sia-sia malam ini. Ia sudah mengorbankan darahnya digigit nyamuk untuk menunggu bicara dengan Ryujin.

"Apa?" Ryujin sadar masalahnya belum selesai karena ia pergi tanpa pamit dengan pria itu. Anggaplah kemarin ia egois meninggalkan Haechan dalam penyesalan. Menyiksa lelaki itu dalam kerinduan.

"Aku mau tanya sekali lagi. Apa kamu yakin ingin memutuskan hubungan kita?" tanya Haechan. Ia gugup setengah mati, berharap hubungannya masih bisa diperbaiki. Berharap bisa menghabiskan waktu dengan Ryujin kembali.



Menurut kalian mereka balikan atau nggak? Wkwk


30juni2022



Kita perlu kehilangan, agar bisa sadar bahwa sesuatu itu berharga

Haejin (Haechan x Ryujin) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang