Rindu menepi.
Cinta menghilang.
Jenuh menyapa.
Harapan kian tenggelam.
Aku terduduk lemah menatap hamparan langit yang dipenuhi titik-titik penuh kilau. Kaki ku rasanya sampai kram karena duduk bersila dibalkon kamarku selama satu jam. Selama duduk berdiam diri dibalkon, pikiranku dipenuhi akan permintaan Haechan. Pria itu berulang kali memintaku untuk menerima cintanya kembali.
Sejujurnya masalah yang membuat hubungan kami retak sangat sederhana. Aku memutuskan dirinya karena salah paham. Adegan dimana aku melihat Haechan mencium Yeji membuatku jadi tidak bisa berpikir jernih. Aku langsung pergi meninggalkan Haechan dan langsung mengucapkan kata putus lewat pesan.
Aku tahu Haechan tidak akan bisa menerimanya. Pria itu pernah berkata bahwa ia tidak akan melepaskanku dengan mudah. Aku kira semua itu hanya lelucon sesaat. Tapi setelah kejadian yang berkaitan dengan putusnya hubungan kami, pria itu tak kunjung melepasku. Ia menjeratku dengan tali yang diikat janji-janji manis.
Aku terkukung oleh jeratan mulut manisnya. Ia terus mengucapkan kata penuh dengan buaian. Janjinya itu seperti air dipadang pasir yang tandus. Aku manusia yang sedang kehausan dan dia adalah airnya.
Sulit memang. Tapi aku belum siap untuk menjalin hubungan dengannya lagi. Katakanlah aku manusia bodoh yang menolak Haechan. Ia pria yang baik dan semua orang pasti setuju akan hal itu. Haechan juga pria yang selalu menolong siapa saja yang membutuhkan bantuannya.
Beberapa kebaikan Haechan aku akan jabarkan walau sedikit. Haechan pernah mengantar temannya pulang saat ia sedang jalan denganku. Ia meninggalkanku dengan alasan bahwa teman kampusnya dalam keadaan terdesak. Gadis yang mengganggu waktu kami itu memaksa Haechan untuk mengantarnya ke rumah neneknya. Aku tidak mengerti pola pikir Haechan saat itu. Banyak kendaraan umum atau taksi diluar mall, ia bisa memesannya bukan? Tapi dengan jiwa patriot yang tinggi, Haechan meninggalkanku untuk gadis itu. Ia meminta maaf karena harus meninggalkanku dan tidak bisa menemaniku lebih lama. Aku pun memaafkannya. Apalagi yang bisa aku lakukan? Apa aku harus bertengkar didepan umum? Apa aku harus melarang Haechan untuk membantunya?
Selain itu, Haechan juga pernah melupakan janji temu untuk merayakan hari jadian kami. Ia memilih berkumpul dengan temannya di club. Bagaimana perasaanku? Kalian bisa menebaknya sendiri. Bayangkan jika kalian menunggu di restoran sampai lima jam seorang diri. Sejam menunggu pun manusia akan merasa jenuh? Lalu bagaimana denganku yang menunggunya selama itu? Kecewa sudah pasti. Tapi aku tak bisa melakukan apapun hanya untuk mempertahankan hubungan kita.
Pada dasarnya, aku senang ia berlaku baik dengan orang lain. Tapi disini bukan itu yang menjadi masalahnya. Haechan itu terlalu berlebihan dalam menyikapi permintaan bantuan dari orang lain. Ia tidak bisa membedakan mana yang seharusnya bisa dilakukan oleh orang bersangkutan dan mana yang harus ia berikan bantuan. Dua konteks itu berbeda dan Haechan tidak pernah menyadarinya selama kami menjalin hubungan selama tiga tahun.
Aku tidak mengerti sampai saat ini kenapa ia bisa menjadi dewa penolong seperti itu. Setiap aku tanya, ia selalu menjawab 'aku bahagia bisa menolong orang lain'. Kalimatnya sederhana tapi memiliki makna yang luas. Aku sampai tidak bisa ber word-word mendengarnya.
Bahagia karena bisa menolong orang lain? Jika kebahagian Haechan semudah itu, aku akan terus menderita bersamanya. Haechan tidak bisa mementingkan perasaanku juga. Ia pasti memintaku untuk mengerti dirinya terus.
Aku tidak bisa diposisi yang harus mengerti orang lain. Bukannya aku tidak peduli atau lainnya. Tapi ada masanya kita harus memikirkan kebahagian kita sendiri bukan? Kita juga berhak membahagiakan diri kita sendiri. Kita berhak menolak untuk membantu orang lain.
Kenapa aku bisa berpikir seperti itu? Karena aku pernah mengusahakan apapun untuk Haechan. Sampai pada akhirnya aku yang menggores luka pada diriku sendiri. Aku menyimpan semua rasa sakit hanya untuk melihatnya bahagia. Aku memendam amarah saat Haechan melupakanku untuk mencapai kebahagiaan orang lain. Aku melakukan itu selama menjalin hubungan dengannya. Ku lakukan apapun untuk bisa bersama dan membahagiakannya.
Aku memperjuangkan ia sebisa dan semampuku. Hingga akhirnya aku kehilangan diriku sendiri.
Karena cinta, aku tidak mempunyai jati diri. Aku seperti kapal yang dikendalikan oleh arus. Terombang-ambing dilautan lepas tanpa tahu bahwa seharusnya aku memegang kendali akan hidupku.
Aku seharusnya bisa membedakan apakah aku benar mencintainya atau aku hanya ingin mempertahankannya.
Perpisahan kami kemarin kemudian menyadarkanku. Aku tidak boleh terus-terusan menorehkan rasa sakit hanya untuk mempertahankannya. Hubungan kami tidak sehat. Hubungan kami hanya berdasarkan obsesi sesaat.
Pasalnya, pasangan harus saling menyayangi. Pasangan harus bisa mengerti satu dengan lainnya. Pasangan harus tahu batasan-batasan dalam bersikap. Apakah tindakannya bisa menyakiti satu sama lain atau tidak.
Bukan seperti hubunganku dengan Haechan. Aku yang terus memendam semuanya sendiri dan Haechan yang tidak peduli. Hubungan normal bukan seperti itu.
Singkatnya Ryujin ini bulol banget sama Haechan. Dia ngorbanin dirinya sendiri buat cowok itu bahagia. Asal bisa terus sama Haechan sudah cukup. Tapi kenyataannya ga kaya gtu. Dia sekarang sadar bahwa cinta yang dirajut dengan Haechan itu ga sehat. Kalaupun balik lagi bakalan nyakitin dirinya lagi. Nantikan perjuangan Haechan buat narik Ryujin kepelukannya lagi ya 😂
Acungkan tangan kalau kalian pernah sebulol Ryujin 😂
8juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Haejin (Haechan x Ryujin) HIATUS
Short StoryCerita tentang Haechan dan Ryujin. Pasangan yang memiliki tingkat humor diatas khayangan. Dua kepala yang sama-sama memiliki tingkat receh rendah. Tapi herannya mereka sama-sama menyukai obrolan aneh tiap mereka bertemu. "Ckk punya pacar gini amat...