Hari Kamis akhirnya tiba. Nara dan Satya berniat mengerjakan tugas mereka di sebuah kafe dekat sekolah. Kafe tersebut ramai dipenuhi oleh murid-murid sekolah mereka. Selain dekat, menu yang disajikan di sana sangat menggugah selera dan tampak indah--cocok untuk dipamerkan ke media sosial.
Nara meletakkan tasnya di salah satu kursi. Satya duduk di depannya.
"Pesen apa?" tanya Nara sembari melihat-lihat menu kafe tersebut.
"Apa aja asal jangan berhubungan dengan kacang. Gue alergi," kata Satya.
"Eh? Yah, kasian dong, ga pernah ngerasain gado-gado?"
"Emang gado-gado seenak itu?"
Nara mendongak dengan cepat seolah merasa tersindir. "Enak banget banget bangeeet. Itu makanan kesukaan gue."
Satya tersenyum. "Jadi penasaran."
"Yaudah. Roti aja mau nggak?"
Satya mengangguk.
Setelah memesan makanan mereka, Satya membuka laptopnya dan mulai mengerjakan tugas mereka. Nara ikut membantu mencari materi, tentu saja, terlebih lagi setelah apa yang Jenna katakan tepat di depan wajahnya.
Bicara soal Jenna, gadis itu ada di kafe yang sama. Tepatnya, duduk tak jauh dari mereka. Sejak pertama kali masuk bersama Satya pun Nara dapat merasakan tatapan tajam menusuk dari arah meja Jenna.
Selama beberapa menit, mereka tidak saling berbicara karena terlalu terfokus pada tugas mereka masing-masing. Sampai pada akhirnya, nama mereka disebut di kasir, mengartikan bahwa pesanan mereka sudah siap disantap.
Satya hendak bangkit dari kursinya untuk mengambil pesanan, namun Nara sudah berdiri lebih dulu.
Gadis itu tersenyum. "Gue aja yang ngambil."
Dengan begitu, Satya kembali duduk di kursinya sementara Nara pergi ke kasir untuk mengambil nampan berisikan roti bakar dan dua latte panas.
Berterima kasih pada si pelayan, Nara pun membawa nampannya dengan hati-hati menuju meja mereka. Dari baunya yang tercium saja sudah dapat dipastikan bahwa roti bakarnya akan terasa sangat lezat. Mulut Nara berair hanya dengan membayangkan rasanya.
Nara sudah dekat sekali dengan meja mereka ketika seseorang tiba-tiba saja menyenggol bahunya dan menggoyahkan keseimbangannya. Nampannya bergerak miring dan seluruh isinya pun meluncur dari atas nampan terjatuh ke kiri.
Bukan hanya itu, kebetulan yang duduk di sisi kiri Nara adalah Satya dan kedua latte panas pesanan mereka berhasil mengenai lengan kanan dan pangkuannya.
Spontan, Satya berdiri dari kursinya setelah merasakan panas yang menyiramnya begitu saja. Gelas kaca dan piring roti pun pecah di atas lantai, meninggalkan bunyi nyaring yang mampu menarik perhatian seluruh pengunjung di sana.
Gesekan kursi pada lantai terdengar. Nyatanya Jenna telah bangkit dari kursinya. "Apaan sih, Nara?! Kalo jalan hati-hati dong! Liat tuh Satya-nya kena air panas. Mana seragamnya jadi kotor!"
Semuanya terjadi begitu cepat, Nara kebingungan bagaimana cara bereaksi. Dia bahkan tidak tahu siapa yang menabraknya tadi, dan sekarang semua orang memperhatikan serta menuduhnya.
"It's fine," kata Satya, sudah bergerak mengambil tisu untuk meminimalisir kelembaban pada seragamnya.
"Sat, gue--" Nara berusaha angkat bicara, namun dengan cepat Jenna memotongnya. "Ngapain diem aja di sana? Bersihinlah! Gatau malu banget."
"Jen," ujar Satya, menatap tajam teman sekelasnya itu. "Nggak usah marah-marah. Nara enggak sengaja dan dia udah ngerti."
Jenna akhirnya bungkam walaupun kesal. Semua pengunjung yang ada di sana kembali fokus pada kegiatan mereka masing-masing, meskipun beberapa di antara mereka masih setia menggunjingkan kejadian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
To the Moon and Back | Sunghoon (END)
FanfictionSatya adalah putra sulung dan murid yang sempurna. Tidak mengherankan bahwa banyak yang ingin menjadi seberuntung dirinya. Akan tetapi, Narami menyadari ada sesuatu yang Satya sembunyikan saat dia menyaksikan lelaki itu hendak melakukan tindakan men...