36. Lubang Hitam

772 84 13
                                    

"Satya udah pergi?"

"Iya. Begitu kelar kelas, dia langsung cabut," kata salah seorang murid sekelas pemuda itu.

Nara berterima kasih kepadanya dan hanya bisa mengerti. Tampaknya Satya bahkan tidak sudi melewatkan satu detik pun dan langsung bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk Sean. Faktanya, mereka bahkan belum bertemu sama sekali tiga hari setelah Sean dilarikan ke rumah sakit. Di sisi lain, Nara pun juga sedang sibuk mempersiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi, terlepas fakta bahwa dia merupakan salah satu dari siswa-siswi yang eligible untuk jalur undangan.

Jika bukan karena Satya yang membantunya belajar, kemungkinan besar dia tidak akan lolos. Sebegitu besarnya kah pengaruh lelaki itu pada hidupnya beberapa waktu terakhir ini? Bukan hanya dalam aspek akademis, secara menyeluruh pun Nara merasa terbantu karenanya. Satya barangkali merupakan sosok pertama yang tahu tentang lapisan terdalam traumanya.

Sebagai sosok yang dikagumi, secara naluriah Nara ingin terlihat sebagai versi terbaiknya di depan lelaki itu. Tetapi semua itu gagal, karena Satya malah menyaksikan sebaliknya. Selama ini Nara selalu takut apabila itu akan terjadi, hanya saja, saat Satya mendekapnya, Nara tidak merasakan ketakutan tersebut. Melainkan dia justru merasa aman.

Jika ini yang dinamakan crush, sungguh sebuah kata yang kurang cocok. Meskipun dia juga merasa kegembiraan saat bersama Satya, apa yang dia rasakan jugalah sense of safety dan belonging.

Kalau Satya, apa yang kemungkinan lelaki itu rasakan tentang Nara?

"Udah pulang dia?" tanya Shella begitu Nara menyusulnya di lobi sekolah.

"Bukan. Dia langsung ke rumah sakit."

Mata Shella mempelajari wajah murung Nara. Sahabatnya itu jelas mencemaskannya. "Kelulusan sebentar lagi, Nar. Lo jangan ngedown gini. Gue tau lo peduli sama Satya dan Sean, tapi jadi lesu nggak akan membantu mereka sama sekali. Mereka akan baik-baik aja. Lo pun akan baik-baik saja. Punya mindset positif itu bagus loh."

Benar. Mereka harus percaya bahwa semua akan baik-baik saja.

Sedikit terhibur dan terharu, Nara pun tersenyum simpul. "Thanks, Cel."

Tepat sebelum mereka dapat melewati gerbang sekolah, suara seorang perempuan memanggil mereka dari belakang. Serentak, Nara dan Shella membalikkan tubuh mereka, di mana figur gadis dengan rambut hitam panjang dan poni rapi kini hadir di hadapan mereka. Napasnya sedikit terengah-engah seolah dia baru saja berlari.

"Jangan pulang dulu. Gue mau nanya," ujarnya terus terang.

Nara mengernyitkan dahinya. Sudah cukup lama dia tidak berpapasan dengan Jenna. Tidak banyak yang berubah dari penampilan gadis itu, tetapi perilakunya sedikit lebih hati-hati. Barangkali itu juga alasan mengapa Jenna tidak banyak berkoar akhir-akhir ini. Rasanya seolah ada peristiwa buruk yang terjadi dan mengubah seluruh sikapnya.

Jenna mengatur napasnya lebih dulu. "Sean masuk rumah sakit, ya?"

Pertanyaan itu membuat Nara terdiam. Dia dan Shella bertukar pandang bingung. Ada apa gerangan Jenna bertanya itu pada mereka?

Tetapi itu bukanlah sebuah rahasia, maka Nara pun mengiyakan. "Katanya kondisi dia udah lumayan membaik, tapi harus tetap dirawat di rumah sakit untuk sementara waktu." Jenna menghela napas lega, sedangkan Nara memperhatikannya lekat-lekat. "Kenapa lo nggak nanya ke Jayan atau Azka?"

Dengan asumsi bahwa Jenna kemungkinan ingin mengetahui kabar Satya juga selain Sean.

Jeda yang sedikit memakan waktu itu membuat Nara semakin terdorong untuk menebak-nebak. Jenna mengulum bibirnya dan mengangkat alis. "Well, mereka nggak mau ngomong sama gue saat ini, jadi kalau gue nanya pun sia-sia."

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang