25. Kebenaran Palsu

802 72 3
                                    

"Ma, ini bukan arah pulang," kata Sean di kursi belakang mobil.

Erika tersadar dari lamunannya. Mereka sedang terjebak macet di malam hari setelah menjemput Sean di tempat terapinya. Fokus Erika berada di segala tempat alih-alih masa kini.

Gambaran itu masih tercetak di benaknya. Satya memiliki banyak luka dan memar. Sisi wajahnya berlumuran darah dan dia tampak begitu dekat menuju pingsan, namun entah mengapa, dia tetap bertahan.

Dia tetap bertahan dan dia berbohong bahwa dialah yang melakukan kesalahan Erika, memusatkan amarah Giro kembali padanya.

Kenapa?

Kenapa Satya melakukan itu?

Erika bahkan tidak tahu apa yang akan Giro lakukan pada Satya setelah menyeretnya ke tempat lain. Dia hanya bisa berdiri bergeming, terlalu syok dengan apa yang baru saja terjadi.

Rintihan dan permintaan maaf Satya yang tak berujung memasuki gendang telinganya, namun dia tetap tidak dapat bergerak.

Bahkan setelah Satya pasang badan untuknya.

Sebaliknya, Erika justru langsung kabur keluar rumah dan memutuskan untuk menjemput putra bungsunya, Sean.

Tangannya masih gemetaran. Dia mencengkeram erat roda setir mobil untuk menyembunyikannya.

"Ma!" sahut Sean sekali lagi, kini berhasil menyadarkan Erika sepenuhnya.

Erika melihat bahwa mobil di depannya sudah berjalan dan dia mulai diklakson oleh kendaraan lain di belakangnya.

"Ma, Mama lagi sakit?" tanya Sean cemas.

Erika melirik Sean melalui kaca spion di dalam mobil dan tersenyum tipis. "Ah, enggak kok, Sayang. Mama cuma agak disorientasi tadi."

Sean tampak tidak puas dengan jawaban tersebut, namun dia memilih untuk tidak meneruskannya dan bersandar pada kursi.

"Ini bukan jalan ke rumah," katanya. "Kita mau ke rumah sakit dulu?"

"Oh, nggak," tukas ibunya. "Kita bakal nginep di rumah Oma malem ini."

"Apa?? Loh, kenapa tiba-tiba banget, Ma?"

"Emang kamu nggak kangen Oma?"

"Y-Ya, kangen. Tapi--" Sean menghentikan kalimatnya tiba-tiba.

Erika menautkan alisnya bingung. "Tapi kenapa?"

Kepala Sean tertunduk saat dia berkata, "Sean mau ketemu Kak Satya."

Napas Erika seketika tertahan di balik rusuknya. Apakah Sean sudah melihat videonya juga?

"Satya..." Erika memulai dan dadanya terhimpit sakit. Gambaran kondisi terakhir Satya kembali berkelibat di benaknya. "Satya lagi sibuk dan kamu sebaiknya jangan ganggu kakak kamu dulu."

"Sibuk? Ma, Kak Satya diskors sekolah."

Jadi, benar.

Sean sudah tahu kasusnya.

"Satya ngelakuin kesalahan dan dia harus terima akibatnya," jelas Erika dengan berat hati. Kalimat itu terdengar luar biasa keji setelah apa yang dia saksikan. "Dia bakal baik-baik aja, Sayang."

"Papa... marah, nggak?"

Cengkeraman Erika pada setir kemudi semakin keras. Bernapas normal rasanya sulit. Kepalanya berdenyut-denyut.

Pada akhirnya dia berkata, "Ya, Papa pasti marah. Tapi, itu untuk kebaikan Satya sendiri. Papa nggak mau anaknya mengulangi kesalahan yang sama."

"Tapi karena itu Sean mau ketemu Kak Satya," Sean bersikeras. "Kak Satya pasti ngerasa bersalah dan Sean pingin di samping Kak Satya kalo Kak Satya dimarahin!"

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang