33. Serbuk Tragedi

763 65 7
                                    

Tidak terasa, minggu ujian semester genap telah tiba, dan itu akan menjadi hari-hari terakhir Nara dan teman-temannya sebagai murid kelas 11. Pada semester depan, mereka akan beranjak ke tahap berikutnya, yaitu kelas 12--di mana diskusi tentang jurusan kuliah dan strategi masuk ke perguruan tinggi akan mulai lebih intensif. Tetapi untuk saat ini, yang perlu mereka khawatirkan hanyalah Penilaian Akhir Tahun.

Nara belajar sungguh-sungguh untuk ujian yang satu itu. Dengan tuntutan kuliah yang semakin dekat, dia bertekad untuk meningkatkan nilainya. Akan sangat baik jika dia berhasil memasuki jalur undangan. Mungkin dulu hal tersebut terkesan mustahil, mengingat dirinya yang sudah terhitung apatis soal performanya di sekolah, namun sekarang tidak lagi seperti itu. Dia telah berhasil membuktikan bahwa usaha dan komitmen mampu melahirkan sesuatu, dan itu adalah satu hal yang dia pelajari dengan baik dari seseorang.

"Besok jadi nginep di rumah gue kan, Nar?" tanya Shella. Kedua gadis itu tengah menyusuri koridor sekolah pada jam istirahat.

Nara mengangguk. "Nggak pa-pa, kan?"

Hari itu adalah hari terakhir ujian. Berhubung mereka akan menjalankan liburan selama kurang lebih dua minggu, Nara dan Shella berniat untuk mengganti semua hari di mana mereka disibukkan oleh tugas sekolah dengan bermain sepuasnya. Salah satu harapan Nara sejak kenaikan kelas tahun lalu tetaplah sama: dia ingin sekelas lagi dengan Shella. Mungkin saja doanya kali ini akan terkabul.

"Eh itu Azka dkk," celetuk Shella, mengedikkan dagu ke arah sebuah meja di kantin. "Mau ke sana nggak? Gue juga ada urusan sama Azka."

Napas Nara tertahan di tenggorokannya. Entah mengapa akhir-akhir ini dia merasa sedikit canggung saat bertemu dengan Jayan dan Satya. Terlepas janji dia dan Jayan untuk tetap berteman, Nara tidak dapat mengenyahkan rasa bersalah yang terus mengekorinya. Kemudian di sisi lain, dia juga tidak dapat melihat Satya tanpa membuat jantungnya berdentum kencang. Lantas, dia mencoba untuk sedikit menghindari mereka tak lama ini. Nara tidak tahu apakah mereka merasakan jaraknya.

"Nar?" Shella melambaikan tangannya di depan wajah sahabatnya itu. "Oi!"

Nara mengerjapkan matanya beberapa kali. Pada saat itu juga, Satya yang duduk di salah satu kursi kantin melihatnya dan mereka menjalin kontak mata. Nara secepatnya mengalihkan pandangannya dan menghadap Shella.

"A-Ah, gue kebelet banget sekarang, jadi mending lo aja, Cel--"

"Hah?? Kita barusan dari toilet, Narami!"

"Gue kebelet lagi, dan gue harus ngecek catetan gue untuk jam kedua, oke?"

Sebelum Nara dapat melarikan diri, Shella menggandeng lengannya. "Eits! Bohong banget itu mah!"

"Cel, seriusan ini--"

Shella kemudian melepaskan gandengannya dan berdiri di hadapan Nara. Gadis itu meletakkan kedua tangannya di atas bahu sahabatnya. Kening berkerut kesal.

"Nar, sumpah lo agak beda dari kemaren," ujarnya tegas. "Lo lagi berantem kah sama Satya? Atau Jayan? Kalo iya, lo harus kasih tau gue! Jangan malah berlagak canggung gini."

"Gue enggak pa-pa sama mereka, Cel. Serius," kata Nara, terkekeh. "Oke deh. Fine. Kita datengin meja mereka sekarang."

Mulutnya bekerja lebih cepat dari gigi otaknya karena Nara sudah menarik pergelangan tangan Shella untuk membawanya ke meja Azka. Barulah setelah tiba di sana, dia sadar betapa bodohnya pilihannya tersebut.

"Hai, Nar," sapa Jayan ringan, kemudian beralih pada Shella. "La."

Azka yang sedang sibuk dengan makanannya mendongak ke arah dua gadis itu. Bahkan sebelum dia dapat mendengar alasan kedatangan mereka, lelaki itu sudah merotasikan bola matanya.

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang