17. Omong Kosong

744 78 5
                                    

Jayan menghentikan langkahnya di depan mall saat dia berhasil menemukan Nara yang duduk memunggunginya di kursi tunggu. Dia telah mencari gadis itu selama beberapa menit terakhir. Sebuah tas kertas ada pada genggamannya. Barang itu sempat tertinggal di rumahnya, karena itu dia harus kembali untuk mengambilnya. Isinya adalah hasil keramik yang mereka buat sewaktu itu.

Dia ingin memberikannya pada Nara sekarang, beserta sebuah surat di dalam tas kertas tersebut. Namun begitu melihat Nara tidak duduk sendiri di kursi tunggu, melainkan dengan Satya, dia mengurung niatnya.

Kedua insan itu terlihat sedang membicarakan sesuatu yang seru. Tidak sekali dua kali pembahasan mereka diselingi oleh senyuman hangat. Seolah lupa bahwa mereka pergi ke mall bersama teman-teman mereka yang lain, Nara dan Satya seperti berada di dunia mereka sendiri.

Jayan menggigit bibir bagian bawahnya, melirik tas kertas yang dibawanya. Dia mendongak saat Satya bergerak di kursi untuk mengangkat ponsel. Samar-samar, Jayan mendengar bahwa yang memanggil temannya itu adalah Sean.

Sadar bahwa Nara dan Satya akan segera berbalik badan dan melihatnya, Jayan langsung merogoh tas kertasnya dan melipat suratnya sebelum memasukkannya ke dalam saku celana. Dalam waktu yang sama, Nara dan Satya terkejut dengan kedatangannya.

"Oy, lo berdua dicariin!" seru Jayan, berlagak santai. Dia tersenyum. "Ngapain tadi? Pacaran ya?"

Nara memelototinya tajam. Terdapat ancaman tersirat pada ekspresi gadis itu. Jayan terkekeh melihatnya.

"Oh ya. Ini keramik lo, Nar," ucapnya sembari menyerahkan tas kertas tersebut padanya.

Mata Nara yang pada awalnya dingin dan ketus langsung berubah cerah. Dia mengambil tas kertas itu dan mengintip isinya.

"Gue sampe lupa!" katanya. "Makasih, Jay."

Satya terlihat memperhatikan Nara penuh perhatian--antara senang dan sedih. Jayan tidak terlalu yakin apa alasannya.

Mereka habis bahas apa sampe Satya merhatiin segitunya? batin Jayan.

"Sean nelpon lo tadi?" tanya Jayan.

Satya menengadah. "Oh, iya. Dia izin mau beli pot bunga tadi."

"Pot bunga?" tanya Nara terheran-heran.

Satya mengangguk. "Buat Mama katanya. Dia mau gue bantu milihin."

"Aww! Kok lucu!"

"Lo mau sekalian beli bunga, Nar?"

Nara mengangguk keras. "Ayo!" Dia mendelik ke arah Jayan. "Lo mau beli bunga juga nggak, Jay?"

Jayan terkekeh. "Buat bunda lo ya."

"Gue sambit lo asli!"

Ketiganya pun akhirnya masuk kembali ke dalam mall untuk bergabung dengan teman-teman mereka yang lain. Di dalam saku celananya, Jayan masih merasakan surat terlipat yang tidak jadi dia berikan pada Nara.

Sean tertidur di mobil dalam perjalanan pulang dari mall. Dia tampak begitu kelelahan, namun juga antusias. Satya lega bahwa jadwal menonton mereka yang tidak terlaksanakan waktu itu dapat terbayarkan sedikit dengan momen hari ini.

Adiknya itu akhirnya membeli dua pot dengan bunga matahari dan lavender. Itu adalah dua bunga kesukaan ibu mereka. Satya masih ingat dengan jelas bahwa ibunya itu pernah mengatakannya.

Sepanjang perjalanan yang dibawa oleh Pak Komar, Satya mengamati jendela, tenggelam di dalam pikirannya sendiri.

Lo pernah nggak sih ngelakuin sesuatu yang lo sesali banget--sesuatu yang menjustifikasi semua rasa benci lo pada diri lo sendiri?

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang