14. Sleep Well

807 74 7
                                    

"Tapi kalau buku-buku soal gitu nggak ada yah di sini?" tanya Nara sembari mencari-cari buku di perpustakaan sekolah. Pada istirahat kedua yang berlangsung cukup lama, Nara dan Satya memutuskan untuk ke perpustakaan untuk belajar bersama.

Nara sampai membungkukkan tubuhnya, serius dalam mencari buku yang dapat membantunya meningkatkan cara belajarnya.

Satya berdiri di sebelahnya, mata memindai rak buku dengan teliti.

"Kalo di perpustakaan nggak ada," katanya. "Tapi gue punya. Lo mau?"

Nara meluruskan tubuhnya dan menoleh ke arah lelaki itu.

"Serius? Lo butuh nggak? Tapi lo pasti udah pinter."

Satya terkekeh. Dia menarik salah satu buku tentang matematika dari rak buku.

"Nggak juga. Tapi kalo lo butuh, ya kenapa nggak?" ucapnya.

Nara memicingkan matanya kepada lelaki itu. Satya harus mulai percaya diri dengan kemampuannya dan berhenti mengalihkan semua pujian yang diutarakan padanya. Namun, sepertinya sifat lelaki itu memang seperti itu.

"Tapi, bukunya ada di rumah gue," kata Satya. "Lo mau ke rumah gue dulu habis ini? Kita sekalian belajar aja nanti lanjutin yang kemarin."

Senyum merekah pada wajah Nara. Dia mengangguk mantap. "Boleh banget!"

Ini adalah kedua kalinya Nara berkunjung ke rumah Satya. Rumah lelaki itu besar, dengan pilar-pilar tinggi dan halaman taman yang luas. Mereka pulang dengan menggunakan motor. Satya sepertinya akhir-akhir ini selalu menggunakan motor, tidak seperti biasanya di mana dia diantar oleh seorang sopir.

Nara turun dari motor Satya yang diparkir di garasi. Satya melepas helmnya dan merapikan seragamnya yang sedikit kusut. Nara memindai garasi keluarga Dirgata tersebut.

Oh, mereka kaya sekali, batinnya.

Mereka memiliki tiga mobil dan sepertinya satunya sedang dibawa pergi. Garasinya pun terawat dan bahkan jauh lebih luas dari pada ruang tamu rumah Nara.

"Nar," panggil Satya yang sudah berdiri di depan pintu masuk dari garasi.

Nara yang tersadar dari lamunannya pun mengikuti lelaki itu masuk ke dalam.

Melalui pintu masuk dari garasi, mereka langsung dipertemukan dengan area kamar ART mereka, Bibi Irmah, dan ruang cuci baju. Wanita tua itu sedang menyetrika saat keduanya datang. Dia menyunggingkan senyum pada kedua remaja tersebut.

"Wah, ada tamu, Den?" kata Bibi Irmah. "Ini yang kemarin, bukan? Siapa ini namanya?"

"Ini Nara, Bi," kata Satya, memperkenalkan keduanya. "Nara, ini Bibi Irmah."

Nara menunduk sembari tersenyum. "Salam kenal, Bi."

"Kalo butuh apa-apa tinggal bilang aja yah? Nanti Bibi sediain makanan dan minuman. Non maunya apa?"

"Apa aja, Bi. Hehe."

"Kita ke atas dulu ya, Bi," kata Satya. Lelaki itu sudah berdiri di atas anak tangga. "Makasih, Bi."

Nara pun ikut Satya ke atas, di mana dia dijumpai dengan ruang tamu yang saat itu dilihatnya saat pertama kali berkunjung ke sana--ruang tamu utama. Beberapa koleksi mahal dari berbagai macam negara tersebar di segala penjuru ruangan seperti apa yang diingatnya.

Fabrik sofanya, karpetnya, lukisan-lukisannya, patung-patungnya dan masih banyak lagi. Nara mengeratkan genggaman tangannya pada tas sekolahnya yang dia tenteng. Sungguh rumah yang indah. Satya beruntung sekali keluarganya berada.

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang