16. Penyesalan

845 74 4
                                    

Nara menghela napas dalam. Sosok yang berjalan ke arahnya dengan Azka membuatnya ingin lenyap menjadi debu. Mereka semua berjanji untuk bertemu di sebuah mall untuk jalan-jalan sebelum ujian esok lusa.

"Wow, rame juga cewenya. Gue kira gue sendiri doang," tukas Jenna yang baru saja datang bersama Azka. Gadis itu memakai dres berwarna merah muda dan sepatu kets putih. Rambutnya dia kuncir dua.

Shella yang berdiri di sebelah Nara tersenyum paksa. "Hai, Jen. Cakep deh dresnya."

"Oh iya dong! Ini kan limited edition dari Bul—Ah, SATYA!" Jenna melambai-lambaikan tangannya di udara. Nara, Shella dan Azka serentak menoleh ke arah sosok yang dipanggil.

Satya datang bersama Sean. Dialah yang mendorong kursi roda adiknya itu. Satya menggunakan sweater abu-abu tua dengan kemeja putih di bawahnya serta celana hitam. Sean mengenakan kaos berwarna krem dan celana cokelat tua.

Saat mereka sudah dekat, Azka bertanya, "Jayan belum jawab dari tadi. Dia ngechat lo, nggak?"

Satya menggeleng. "Nggak. Mungkin dia kejebak macet."

"Ah, sumpah Sean. Kita udah lama banget nggak ketemu!" Jenna berjalan dengan licin ke dekat Sean dan Satya. "Makin ganteng deh! Kayak abang kamu."

Sean tersenyum ramah dan menanggapinya dengan anggukan kepala. "Iya, Kak Jen."

"Jayan kayaknya masih lama dah. Kita duluan aja yuk!" kata Azka.

"Oh, jadi lo nggak setia kawan?" ledek Shella.

"Dih? Yaudah lo nunggu Jayan, kita semua pergi."

"Bukan itu maksud gue!"

Mereka akhirnya sepakat untuk pergi duluan. Jayan sepertinya masih terjebak macet di jalan, namun mereka sudah memastikan bahwa laki-laki itu tahu bahwa mereka telah menunggunya.

Shella dan Azka berdebat sepanjang hari. Jenna ingin terus menempel dengan Satya. Alhasil Nara tidak terlalu banyak bicara dan hanya mengikuti mereka ke setiap destinasi.

Destinasi pertama adalah sebuah permainan VR, di mana pemainnya akan memilih game untuk dimainkan dan mengenakan kacamata Virtual Reality.

Azka adalah yang pertama kali mencobanya. Dia memilih game petualangan dan lelaki itu terlalu keasikan sehingga meminta satu ronde lagi. Teman-temannya terpaksa harus menunggu sampai dua ronde selesai.

Azka ingin mencobanya sekali lagi, namun Jenna sudah muak dan memaksanya untuk bergantian. Nara, Satya, Sean dan Shella setuju. Azka mau tidak mau mengalah.

Jenna memilih game horor dan dia berteriak sekencang mungkin sampai mengancam kondisi gendang telinga mereka semua.

"Gitu doang takut," ujar Shella pada Jenna setelah gadis itu selesai.

Shella memilih game horor juga, dan dia berteriak lebih kencang dari Jenna.

Nara dan Sean memilih game petualangan seperti Azka, dan jujur saja, game tersebut sama candunya seperti apa yang Azka katakan.

Satya memilih horor. Dia tidak begitu bereaksi banyak, namun Nara menyadari betapa pucatnya lelaki itu setelahnya dan dia ingin tertawa karenanya.

Jayan baru datang saat mereka sudah berada di destinasi kedua, yakni arkade. Begitu dia datang, Azka langsung menantangnya dalam permainan basket dan Jayan juga tidak sudi menolak tantangan tersebut. Arkade di mall tersebut tidak selengkap arkade yang pernah dikunjungi oleh Nara dan Satya.

Setibanya di arkade, Nara dan Satya saling bertukar senyum penuh arti.

"Lo udah bisa ngalahin gue belum?" tanya Nara. Dagunya terangkat dengan angkuh. Senyuman miring menampil di wajahnya.

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang