1. Tugas Sejarah

1.8K 126 8
                                    

Pagi hari sekali Narami bangun dari tidur nyenyaknya dan berangkat ke sekolah. Di dalam perjalanan, dia sudah kesulitan menahan rasa kantuk yang terus menggerogoti. Setibanya di sekolah, dia langsung bergegas menuju kelasnya.

Nara sering kali terlambat. Akhir-akhir ini, ibunya sudah mewanti-wanti dan memintanya untuk bangun lebih awal agar tidak harus dihukum lagi. Bahkan dulu saking seringnya Nara terlambat, dia sampai terkena sangsi.

Kelas masih sepi, hanya ada beberapa orang di sana, dan itu termasuk Satya-lelaki yang ditemuinya di jembatan kemarin.

Satya menelungkupkan kepalanya di atas meja, tertidur. Tidak dapat disalahkan juga. Lelaki itu selalu datang awal, dan tentu masih mengantuk.

Dia masih inget ga ya kejadian kemarin? batin Nara.

Namun segera mungkin dia mengenyahkan pikiran itu. Satya juga mungkin tidak mau mengingatnya. Nara tentu tidak akan mengumbar apa yang Satya katakan padanya saat itu. Seluruh penjuru sekolah pasti akan mulai menjulidkannya sampai mampus jika dia melakukannya.

Nara duduk di kursi di pojok kelas. Sejam kemudian, kelas pun dimulai.

Shella duduk di depan Nara di meja kantin. Wajahnya terlihat masam. Dia seakan baru saja bekerja sebagai kuli bangunan selama tiga bulan berturut-turut. Nara menatapnya heran.

"Kenapa lo?"

"Tugas Sejarah. Kita nanti disuruh berpasangan gitu, dan lo tau partner gue siapa?" Shella berkata.

Nara mengedikkan bahu. "Nggak tau. Azka ya?"

"Iya! Anjirlah mental gue bisa-bisa ancur ngurusin tuh anak doang."

"Tapi Azka kan pinter. Dia, Satya sama Manda selalu nempatin ranking 1, 2, 3. Nggak ada yang lain."

Shella mendesah. "Iya sih. Tapi anaknya petakilan. Asli, kalo gue bisa sekelompok sama Satya atau Manda, gue juga mau, elah, Nar. Tapi lo pada beda kelas sih sama gue."

Nara dan Shella mengenal satu sama lain saat kelas 10, tahun lalu. Bisa dibilang, gadis itu adalah sahabatnya. Saat awal-awal pisah kelas dengan Shella, Nara merasa sedikit kesepian karena sifatnya yang memang tidak mudah bergaul. Dia introvert dan cenderung galak sehingga beberapa enggan mendekatinya.

Sembari menyomot salah satu kentang goreng milik Nara, Shella berkata, "Tuh gue udah bocorin tugas selanjutnya. Habis ini lo sejarah kan?"

Nara mengangguk, tersenyum. "Makasih, Cel. Lo semangat ya sama Azka."

"Sialan lo!"

Sebuah bising terdengar dari ujung meja kantin. Nara dan Shella spontan menoleh ke arah sumber suara. Murid-murid serentak bertepuk tangan ceria dan melemparkan ucapan selamat. Di satu meja, murid-murid berkerubung. Karena ramai tertutupi oleh tubuh mereka, Nara tidak bisa melihat siapa yang diberi selamat itu.

"Rah, ada apaan?" tanya Shella pada salah satu teman sekelasnya yang lewat meja mereka.

Farah tersenyum. "Pengumuman olimpiade baru aja keluar. Satya menang juara 1 di matematika, Azka juara 2 di fisika."

"Gila?!" Nara ternganga. Walaupun itu bukan kali pertama pengumuman seperti itu mereka dengar, itu tetap saja pencapaian yang luar biasa.

Gimana sih caranya bisa pinter?! gerutu Nara dalam hati.

"Aneh tuh dua orang emang," ujar Shella, kembali menyeduh teh hangatnya. "Terus Jayan juga, walau cuma ranking 18, dia udah ada penghasilan tetap dari pekerjaannya."

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang