4 tahun yang lalu...
Sekujur tubuh Satya sakit. Tidak ada satu area pun yang tidak terasa ngilu dan perih. Semua syarafnya bereaksi. Kepalanya berdenyut-denyut akibat rasa sakit yang tak berujung itu.
Satya berlutut sembari membungkuk untuk melindungi area perutnya. Kedua tangannya memeluk kepala untuk menghindari semua pukulan serta tendangan keras dari Giro.
Air mata menahan keluar. Jika ayahnya melihatnya menangis, hukumannya akan semakin parah.
Giro kembali melayangkan tendangan keras ke arah perut Satya yang masih berusia 12 tahun itu. Berkali-kali. Tanpa henti.
Ketika Satya masih terbatuk-batuk di atas karpet, segumpal rambutnya ditarik secara paksa. Kini wajah anak itu menghadap Giro sepenuhnya. Bibir Satya terlihat sudah robek—darah keluar melalui mulut dan pelipisnya.
"Selama ini kamu nggak suka sama Sean ya?!" tanya Giro dengan wajah datar. "Papa nggak nyangka kalo kamu bisa sampe ngelukain adik kamu sendiri! Kamu ngerti nggak sih kenapa Sean bisa sampe di UGD sekarang?! Anak saya napas aja perlu pake tabung, dan kamu malah sehat-sehat aja di sini?! Kapan Papa ngajarin kamu buat nyelakain adik kamu sendiri?!"
Sebuah tamparan melayang di pipi Satya, sangat keras hingga mendorongnya ke samping. Giro tidak memberikannya kesempatan untuk memproses, karena tangan besarnya langsung mencengkeram erat rahang Satya, dan memaksanya sekali lagi untuk menghadapnya.
Butiran-butiran air mata mulai terbentuk di mata anak laki-laki tersebut. Satya tidak bisa mengendalikannya lagi.
Tubuhnya berseru seraya luka dan memar baru ditorehkan ke atasnya.
"N-Nggak, Pa," ucap Satya, menggeleng keras. "Satya nggak mau ngelukain Sean, Pa. Satya nggak mungkin bisa."
"Ya, terus coba jelasin kenapa Sean bisa sampe nggak sadarkan diri?! Coba aja dokter nggak cepet nanganin, Sean bisa mati! KAMU SAMA AJA KAYAK PEMBUNUH!"
Air mata kini sudah keluar dari mata Satya. Rasanya sakit sekali mendengar kata-kata itu keluar dari mulut ayahnya sendiri. Bentakannya itu membuat tubuhnya gemetar takut.
Tidak dalam ribuan tahun Satya akan tega melukai Sean, adiknya sendiri.
"Udah nyelakain orang masih aja bisa nangis?!" Giro mendorong rahang Satya ke belakang hingga kepala anak itu membentur keras meja kayu.
Satya mengernyit saat menerima ledakan rasa sakit dari belakang kepalanya. Sebelum dia bahkan bisa melakukan apa pun, rasa sakit yang tajam menusuk jemari kirinya.
"AAAAAAAAHHHHH!"
Jeritannya menyayat tenggorokannya sendiri. Satya mendengar seseorang berteriak, terisak, dan merintih tanpa henti.
Dia menyadari bahwa yang berteriak ada dirinya.
Sepatu boots keras milik sang ayah menginjak jemari-jemari kecil Satya. Giro menekan dan memutarnya sampai suara remuknya tulang terdengar jelas.
"Pa! Pa, lepas, Pa! Sakit!"
Satya memukul-mukul kaki Giro dengan tangannya yang terbebas, berharap bahwa itu akan menghentikan semua rasa sakitnya entah bagaimana. Pipinya basah dengan air mata.
Giro akhirnya mengangkat kakinya dan Satya langsung menarik tangannya ke depan dada, kemudian mengusapnya. Tangannya merah dan tulangnya yang remuk itu menguasai tubuhnya dengan rasa sakit yang sangat dominan hingga bekas pukulan lain seakan tidak berarti apa-apa.
Sakit.
Semuanya sakit.
Ceklek.
Pintu ruang kerja Giro terbuka, dan wujud Erika, sang Ibunda, nampak di ambang pintu. Mata Satya langsung membulat. Dia bersusah payah berdiri, namun kakinya menyerah dan tubuhnya ambruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
To the Moon and Back | Sunghoon (END)
FanfictionSatya adalah putra sulung dan murid yang sempurna. Tidak mengherankan bahwa banyak yang ingin menjadi seberuntung dirinya. Akan tetapi, Narami menyadari ada sesuatu yang Satya sembunyikan saat dia menyaksikan lelaki itu hendak melakukan tindakan men...