5. Kakak

961 96 4
                                    

"Kak Satya!" seru Riko dari ujung koridor. Laki-laki itu bersama dengan Juan, dan kini berlari menghampiri sang empu.

Satya, Azka dan Jayan serentak memutar tubuh mereka. Ketiganya sedang dalam perjalanan menuju kantin ketika dua adik kelas mereka itu memanggil.

"Ih, apa banget Satya doang yang dipanggil? Kakak lo nggak disapa?" gerutu Jayan kesal.

"Nggak penting lo," balas Juan acuh tak acuh. Juan adalah adik dari Jayan. Mereka berdua bertengkar hampir setiap detik.

Riko tertawa melihat kelakuan mereka berdua. Namun segera mungkin kembali pada tujuannya. Dia menyerahkan selembar kertas pada Satya.

"Apaan ini?" tanya lelaki tersebut.

"Itu kuis matematika kemarin," jelas Riko. "Kemarin kan Sean masih izin. Suruh aja dia kerjain ini di rumah."

"Yakin gue lo dapet di bawah KKM," timpal Azka, tersenyum jahil.

"Nggaklah! Tapi ya, cuma dua poin di atas KKM sih."

"Jiakh! Makanya belajar!"

"Bacot banget lo, Kak."

Juan yang sedari tadi beradu mulut dengan Jayan di belakang layar pun akhirnya nimbrung.

"Jadi, Sean kapan bisa masuk lagi, Kak Sat?"

"Niatnya sih besok. Tapi..." Satya teringat akan Sean yang tiba-tiba saja demam pagi ini. Adiknya itu juga mengeluh tidak bisa tidur semalam.

"Doain aja semoga Sean cepet sembuh," katanya pada akhirnya. Satya tersenyum meyakinkan. Dia bersyukur Sean memiliki dua sahabat yang baik dan peduli terhadapnya.

"Yaudahlah sana sana! Udah bel, anjir. Masuk kelas lo berdua," perintah Jayan.

Dengan begitu Riko dan Juan pun pamit kepada kakak-kakak mereka. Juan pun tidak lupa menendang kaki Jayan seakan memiliki dendam pribadi sebelum berlari mengejar Riko.

Jayan hendak mencabik adiknya itu, namun ditahan oleh Satya dan Azka.

Satya melipat kertas matematika tersebut dan memasukkannya ke dalam saku. Mungkin nanti dia bisa membantu adiknya mengerjakan soal ulangan itu.

Ceklek.

Pintu kayu tersebut terbuka, dan Satya memasuki kamar sang adik dengan membawa nampan berisikan sup, nasi dan juga air hangat. Dia baru saja pulang sekolah di sore hari, sehingga pakaiannya masih berupa seragam.

Hal pertama yang dilihat Satya adalah adiknya yang menenggelamkan diri di balik selimut.

Satya tersenyum tipis.

"Sean, ayo makan dulu," ucapnya, meletakkan nampan yang dibawanya itu di atas meja di sebelah ranjang adiknya. "Bibi bilang kamu belum makan malem."

"Ini kan belum malem." Suara mendengung terdengar dari balik selimut.

"Kamu mau langsung tidur lagi nggak? Kalo iya, makannya sekarang."

To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang