37. Rantai Luka

703 63 13
                                    

Gantungan kunci kelinci itu telah menjadi saksi kehidupan dan perjuangan Zoya. Dia membawanya saat orientasi kuliah, saat sidang, kelulusan, dan kini benda tersebut masih menemaninya pada fase terbaru hidup. Zoya selalu berpikir bahwa dengan membawa kelinci itu, Mahesa juga akan menyaksikan semua berkembangan yang terjadi.

Kamu sekarang mandang aku gimana, ya? Apa kamu bakal bangga... Hesa? batinnya.

Pintu ruangan kecil tersebut didobrak cukup keras dan tibalah seorang pria berusia 43 tahun yang telah menjadi bos sekaligus mentor Zoya selama magang. Pria itu kerap dipanggil Pak Tulus. Meskipun namanya memang Tulus, semua orang di kantor kejaksaan memanggilnya itu sebagai sarkasme, mengingat sifatnya yang sangat eksentrik dan bahkan terkesan apatis.

Tanpa aba-aba, Pak Tulus menjatuhkan file di atas meja Zoya. "Baca dan pelajari kasusnya. Besok Anda sudah harus paham seluk beluk yang ada."

Ketika Pak Tulus pergi untuk duduk di balik mejanya tak jauh dari meja Zoya, wanita itu langsung membuka file tersebut dan mencernanya. Semakin banyak dia baca, semakin mual rasanya.

Barangkali Pak Tulus menyadari keresahan Zoya, dan dia pun berceletuk, "Gila, nggak? Nggak semua orang berhak jadi orang tua, bukan?"

Zoya menelan salivanya dan mendongak untuk menghadap Pak Tulus, di mana pria itu sudah menatapnya. Pak Tulus berkata, "Anda tau keluarga itu? Mereka punya banyak franchise. Setiap anak ngehandle perusahaan yang berbeda-beda. Istri saya bahkan juga menggunakan produk mereka. Sejujurnya, saya selalu ada praduga bahwa keluarga itu bukan orang-orang baik--atau, lingkungan mereka udah terlanjur nggak baik."

"Orang ini... nusuk anaknya sendiri di tempat terbuka di rumah sakit?" tanya Zoya memastikan, karena kalimat itu saja terdengar di luar nalar.

"Kalo Anda baca, dia udah melakukan penganiayaan fisik jauh sebelum kejadian ini, tapi kemungkinan besar di tempat tertutup. Mungkin sesuatu menyulut emosinya, dan dia akhirnya nggak peduli lagi mau di publik atau nggak."

Zoya kembali menurunkan pandangannya pada file di atas meja. Hatinya selalu resah setiap kali dihadapkan dengan kasus-kasus seperti itu. Manusia sangat menyeramkan, tetapi jika sebuah kasus membuatmu membenci manusia, bagaimana dengan korbannya? Mereka tidak salah. Mereka justru membutuhkan lebih banyak hati yang kuat untuk membantu mereka mendapatkan keadilan.

Dengan tarikan napas dalam, Zoya berusaha meneguhkan hatinya. Dia menengadah dan menatap yakin bosnya. "Kita bakal masukin pria ini ke penjara, kan?"

Pak Tulus mencondongkan tubuhnya dari kursi. Matanya berbinar. "Mereka mau coba rekrut pengacara paling cekatan pun saya tetap akan menang dalam kasus ini."

Seperti biasa, Pak Tulus tidak terlalu mementingkan kasusnya, seberapa mengerikan itu. Dia menganggap semua ini hanya sekedar permainan yang harus dimenangkan. Itulah alasan mengapa setiap kolega Zoya memperingatkannya saat dia dipasangkan dengan Pak Tulus.

Hanya saja, selama bekerja sebagai asistennya dan membantunya dalam setiap kasus, Zoya yakin bahwa rasa keadilan pria itu sering kali akurat, dan dia tidak akan membiarkan seseorang yang jelas-jelas bersalah lepas begitu saja.

Senyum pasti terukir di wajah wanita muda itu. "Besok Anda akan langsung menerima semua informasi terkecil pun."

-◇◇◇-

-◇◇◇-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
To the Moon and Back | Sunghoon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang