#14.

13 2 0
                                    

🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹

"Jika memang takdir berkata begitu, ik"Biarlah malaikat kecil itu hadir sebagai penawar luka. Tak peduli dari siapa dia datangnya, tak peduli juga siapa yang menjadi orang pertama yang dia panggil tepat saat berusaha mengeja."

_faiha_

🌹🌹🌹

Suara bising keramaian ditambah musik yang mengalun menantang keheningan malam, Faiha mengemasi peralatannya seorang diri, Asmi dan Yusuf pun pasti begitu.

Hanya saja, Faiha berbeda, gadis itu menyelesaikan tugasnya lebih akhir. Faiha membisu, meski tangan dan kakinya gesit berulah. Seolah keramaian disekitarnya tak ia dengar sama sekali, wajahnya tertekuk.

Pikirannnya berkecamuk membuat air matanya seperti tak ada ruang untuk terus bersemayam hingga membuatnya lolos keluar. Tapi, secepat kilat pula, Faiha langsung menyeka air matanya. Tak ia biarkan angin malam merasakan air matanya yang begitu dingin. Tak ia biarkan malam berbahagia atas lukanya.

"kenapa menangis?"

Faiha mengacuhkannya. Dia kenal suara itu dan dia juga merasakan kehadiran pria itu. Satu tangan tersodor menyentuh lensa kamera Faiha, tapi segera Faiha rebut.

"Aku bisa sendiri." datar Faiha berkata membuat Rans mendengus geli.

"Dimana Fauzi? Dia Asmi, dan sepertinya kau berbohong padaku saat di rumah sakit."

Pergerakan Faiha terhenti, matanya yang sayu menatap Rans dengan tajam.

"Bukan urusanmu, Rans, pekerjaan mu sudah selesai, bukan?" sarkas Faiha membalas.

Rans menggeleng. "Tentu saja urusan saya. Dia sudah membuatmu menangis di UGD, mengganggu pasien lain, dan mengganggu konsentrasi ku."

Teringat hal menyakitkan lagi, pandangan Faiha memburam. Tapi, gadis itu langsung mengerjap dengan cepat dan kembali menyelesaikan aksinya.

"dia orang asing sekarang, sama sepertimu, jangan bertanya apapun lagi, aku lelah." ucap Faiha langsung berdiri dan segera berlalu dari sana.

Rans ikut berdiri, menatap punggung yang semakin menjauh, mendekati keramaian. Perlahan tatapan sendu dari mata tajam Rans mulai tampak. Dan seketika mata itu membulat saat punggung mungil itu terkapar diatas tanah.

Suara derap langkah kaki yang terdengar cepat membuat Faiha segera bangun, jongkok membereskan perlengkapannya yang kembali berserakan padahal sudah ia masukan kedalam tas.

"Hati-hati." ucap Rans setengah berbisik.

Faiha tak menghiraukan ucapan itu, air matanya kembali lolos, tapi seperti tak sadar Faiha menghiraukan itu dan terus membereskan peralatannya yang dibantu Rans.

"Aku lelah sekali Rans, jangan ikuti aku lagi." gumam Faiha yang tentu di dengar oleh Rans.

Tak lagi menangkap kalimat penuh kemarahan, melainkan bisikan yang entah bagaimana caranya membuat hatinya bergetar. Tiba-tiba dan terjadi begitu saja.

Dzikir Sendu Sang Perindu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang