#17.

18 3 5
                                    

🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹

"Benar katanya, kebohongan memang m"Faiha, istirahatlah sebentar, biar Savish nenek yang menjaganya."

Di teras rumah yang tak terlalu besar, tepat di salah satu kawasan kota metropolitan, Faiha terduduk lemas dengan Nenek yang ada di sampingnya. Detik ini Faiha hanya memandang taman kecil di depan sembari menyenderkan tubuhnya di kursi rotan sementara Nenek duduk di single sofa di sampingnya.

Setelah dari Semarang, rumah besar milik keluarga Kemal, dan menolak Rans yang kukuh ingin mengantarnya pulang, Faiha memilih untuk pulang ke Jakarta tiga hari yang lalu, tidak ke Yogyakarta. Entah karena apa tapi, yang jelas Faiha hanya ingin mengistirahatkan sejenak pikirannya.

"seperti ini juga sudah istriahat, Nek." Jawab Faiha sembari memejamkan matanya, meski Savish yang tertidur masih berada dalam gendongannya.

Wanita tua itu hanya mendengus, pagi tadi cucunya ini tiba-tiba mendatangi rumahnya. Tentu menjadi hal biasa satu tahun terakhir, tapi tetap saja membuatnya tidak tenang karena beranggapan cucunya ini sedang tidak baik-baik saja. Dan benar, banyak pertanyaan dalam benaknya pagi tadi. Siapa bayi yang bersama cucunya? Ada masalah apa kali ini? Apa kali ini ayah dari cucunya ini tahu kalau putrinya berkunjung ke Jakarta? Dan masih banyak lainnya, sebelum akhirnya Faiha menceritakan kegundahan di hati.

"ikhlaslah, Nak. Ini jalan takdir yang harus kau jalani. Hanya dirimu yang harus kembali berjuang menyembuhkannya sendiri, karena kalau tidak begitu siapa lagi? Lembutkan lagi perasaanmu. Allah tahu ini tidak mudah tapi, Allah juga tahu kau mampu melaluinya." Lembut sekali kalimat itu dari bibir Nenek. Mungkin karena itu juga Faiha selalu lari ke Neneknya saat sedang ada masalah.

Faiha menarik napas panjang lalu membuka matanya. Tangan hangat dan keriput itu menyentuh pergelangan tangannya, membuat Faiha tak bisa untuk tidak menatap mata sayu wanita itu.

"kau tahu, Nenek dulu juga pernah merasakan permaslahan yang begitu rumit dengan kakekmu. Entah karena berawal dari Nenek yang hanya perempuan desa dari Jogja dan Kakekmu yang asli orang kota, hingga membuat derajat sosial itu terpaut jauh untuk menyatukan. Tapi, Nenek dan kakekmu tidak pernah menyerah."

"lika-liku kehidupan, kita berdua menghadapinya. Banyak pertentangan dari dua pihak keluarga. Banyak rintangan yang pernah membuat kita terpisah cukup lama setelah menikah yang tentunya dengan restu yang terpaksa. Kita terpisah oleh jarak yang jauh dan waktu yang cukup lama. Dan saat itulah hanya sabar dan ikhlaslah yang Nenek jalani. Hingga Allah bersedia untuk berbaik hati kepada kita berdua. Allah mempertemukan lagi Nenek dengan kakekmu di salah satu perusahaan Kuala Lumpur yang menjadi tempat kerja Nenek selama satu tahun terakhir. Dan terkejutnya, Nenek melihat ada bekas luka lebar dan panjang di dahi kakekmu."

Mendengar cerita lama yang dadakan tentu membuat Faiha menegapkan kembali punggungnya yang dengan terus menatap Nenek yang seperti menerawang kisah masa lalu untuk kembali di ceritakan masa kini.

Dzikir Sendu Sang Perindu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang