🌹🌹🌹
"Sebagian besar, satu peristiwa memang menyakitkan, tapi dengan begitu bukankah semuanya menjadi cepat terselesaikan jika ada hati yang harus berkorban untuk menerima lalu berusaha menguatkan yang lain?"
🌹🌹🌹
Malang, Jawa Timur
"SATYA!"
Teriakan itu menggelegar memecah keheningan ruangan serba putih. Tubuh yang hanya seorang diri di ruangan itu pun langsung terduduk dari baringnya. Menatap lurus dinding kosong di hadapannya dan hanya dalam hitungan detik mata itu memunculkan semburat rindu dan air mata yang semakin menderas.
Memutar kepalanya, menatap jendela kaca yang memunculkan sedikit cahaya sebab terhalang tirai yang membentang. Tavisha pelan beranjak dari ranjang kecil yang rupanya belum mengizinkannya kembali pulang.
Membuka tirai dengan tangan lemas, menatap halaman yang telah menjadi tempat olahraga bagi pasien-pasien yang bermasalah dengan jiwanya lalu menyeka air matanya dengan kesal.
Setelah keluarganya, Satya, lalu Fauzi, satu-satunya sahabat dan keluarga, rumah baginya pun kini ikut menghilang dari pandangannya. Menjadikan semuanya terasa kosong ketika dia menatap langit pagi kala dirinya membuka jendela.
"Tavisha?" seseorang masuk, menyapa seperti biasa lalu merawatnya dengan sedemikian lembutnya.
Seorang wanita paruh baya berpakaian putih itu tersenyum menatap mata Tavisha yang memerah lalu memeluknya sekilas.
"Mau seberapa lama lagi saya disini, Dokter? Saya sudah sembuh."
Wanita itu tersenyum menenangkan."Kamu sudah sembuh?"
Tavisha perlahan mengangguk. Lalu kepalanya kembali menatap halaman di bawah sana dengan raut sendu.
"Ingat kamu mau pulang kemana?"
"Ke rumah Satya, lusa aku akan menikah dengannya. Jadi aku harus perawatan dan menunggu dia pulang tugas."
Dokter itu kembali tersenyum. "Kamu belum benar-benar sembuh, Tavisha, tunggu beberapa hari lagi, biar Satya yang menjemputmu."
Tavisha tertawa mengejek, mengibaskan tangannya sambil menatap wanita berpakaian putih ini di depannya. "Berarti aku juga akan mati dong!"
"ENGGAK! Satya belum mati, dia udah kasih aku cincin." teriak Tavisha yang perlahan semakin merendahkan ucapannya di setiap kata.
Sambil menunjukan jari manis yang nyatanya tidak ada cincin disana, Tavisha mulai memunculkan kegilaannya.
"DOKTER! Aku sudah menikah dengan Satya. Kau tahu bahkan kita sudah punya anak." lanjut Tavisha tak terkendali. Terkadang di satu kata dia tertawa, dengan wajah riang, tapi di satu kata lain wajahnya menyemburat kesedihan.
Sementara satu pasang mata yang melihat dari kaca kecil di bagian pintu itupun diam-diam menarik napas panjang. Berbalik badan dan memilih duduk di bangku panjang dengan tatapan mata yang begitu kosong menatap arah depan.
Bagi dirinya, hanya menatap Tavisha satu kali saja dalam sehari, berhasil membuatnya selalu masuk dalam rasa bersalah. Depresi kembali hadir dalam hidup Tavisha, setelah putranya berhasil membawa gadis itu kembali merasakan kehangatan bersamaan dengan hadirnya Malaikat kecil yang bisa menguatkan mentalnya. Tapi, sayangnya putranya juga yang membuat perempuan muda itu kembali merasakan rasa sakit sebab luka lama.
"Tavisha sudah tenang, Ibu Isna tidak menemui Tavisha lagi hari ini?"
Wanita paruh baya itu bangkit dari duduknya saat wanita hampir sepantar dengannya keluar dari ruangan itu. Menggeleng untuk menjawab kalimat Dokter yang beberapa bulan lalu menangani Tavisha yang sama depresinya dengan hari ini, sebelum akhirnya putranya-Fauzi membuat perempuan itu perlahan sembuh. Tapi, hari ini seperti tak ada yang membuat Tavisha mendapat kesadaran, Tavisha tantrum kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dzikir Sendu Sang Perindu ✓
Novela JuvenilJika cinta meninggalkanmu, biarlah cinta pula yang melepasnya pergi.🍁 _________@@@_________ 🌸Fauzi, menjadi seorang militer masuk di Tim pasukan khusus, membuatnya mempertaruhkan nyawanya di Medan perang. Berhadapan dengan musuh bersenjata, dan di...