#32

7 1 0
                                    

🌹🌹🌹

"Bumi hanyalah panggung para aktor luar biasa, yaitu manusia.
Para aktor yang sengaja diberi alur untuk pergi ataupun datang.
Dan mereka hanya pasrah menerimanya, lalu melakukan takdir berikutnya dengan lapang dan membiarkan alur itu tetap berjalan."

•DSSP~•

🌹🌹🌹

"Kaivan udah kasih kabar, Faiha di rumah sakit. Kak Fara, Om Edgar, Tante Bella sama aku ke Jakarta." tergesa Sande memberi kabar Yusuf, karena memang pria itu salah tujuan, dia sudah jauh-jauh terbang ke Jawa Timur dan hasilnya Zonk. Kalau Asmi dia sudah mengabarinya sejak tadi, dan memintanya untuk menjemputnya di Bandara.

'rumah sakit?' 'lo nyuruh si Kaivan?'

Sande berdecak kesal. Mengganti posisi ponselnya menjadi tepat depan mulutnya dan berteriak disana.

"Kamu pikir aku yang bakal pergi kesana? Aku nenangin Tante Bella disini, dia pingsan, Kak Fara dan Om Edgar membereskan pernikahan Faiha yang gagal, dan baru beberapa menit lalu kita sampai di Jakarta." Sungut Sande yang membuat Yusuf meringis ngeri di seberang.

'ya gak usah ngegas juga.' gerutu Yusuf yang masih di dengar Sande.

Tak ingin semakin pusing, Sande langsung mematikan teleponnya. Berbicara dengan Yusuf selalu membuatnya kesal.

Tapi, setidaknya dia lega, mendapat kabar itu dari Kaivan, pria itu benar-benar bisa diandalkan, tidak salah dia berlarian menyusuri jalanan Jogja pagi-pagi hanya untuk meminta pertolongan darinya.

Meski harus masuk rumah sakit pun kalau Faiha tidak apa-apa itu sudah lebih dari cukup, setidaknya dia bisa melihat Faiha dibumi.

Berjalan kearah Asmi yang telah menjemput mereka di bandara Soekarno-Hatta, sambil memikirkan berbagai hal tentang apa yang Faiha lakukan di Jakarta, apa hanya sekedar ke rumah Nenek untuk menyendiri, atau menemui Fauzi, seperti dugaannya. Banyak pertanyaan tapi, Sande langsung menepisnya. Untuk sekarang menemui Faiha adalah tujuannya. Tidak untuk yang lain, tidak juga untuk bertanya-tanya.

Sementara di tempat yang akan dituju oleh Sande dan yang lain, gadis manis itu terbujur lemas di atas brankar. Tubuhnya seperti tidak berdaya.

Dunianya baru saja hancur berkeping-keping. Seseorang telah membakar habis semangatnya.

"Ranss...". rintih Faiha begitu pelan dengan mata yang perlahan terbuka bersamaan tetesan air mata mengalir dari sana.

Dan rupanya, sang pemilik nama berada di luar ruangan bersama Kaivan dan mereka berdebat disana.

"Faiha sendiri disana." kesal Kaivan mengulangi kalimatnya sambil menggusar wajahnya dengan kasar.

"Jelas banget dia gak baik-baik aja. Lo masih mau pergi dari sini? Gila! Heran gue sama Lo, tadi aja buntutin gue karena khawatir, pas udah Nemu malah mau ditinggal pergi."

"Ck." decak Kaivan yang lelah sendiri.

Rans masih tak bergeming. Dia masih kaku berdiri bersandar pada dinding yang menjadi penghalang untuk dia menatap Faiha.

"Keluarga nya sebentar lagi datang. Gue mau pulang, habis itu balik ke Malang, bantu gue buat jaga dia, baru Lo bisa kembali ke Malang juga." ucap Rans setelah cukup lama mendiamkan Kaivan yang mengomel tidak jelas.

Kaivan dibuat melongo oleh ucapan Rans.
"Wah bener-bener Lo ya!" geram Kaivan.

Rans acuh, dia mendekatkan dirinya pada pintu yang sedikit terbuka dan menampilkan seseorang yang terbaring disana.

Dzikir Sendu Sang Perindu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang