#22. [Dzikir Sendu Sang Perindu]

8 1 0
                                    

🌹🌹🌹

"Hanya soal waktu yang akan menentukan, kau dan aku akan menjadi satu atau tetap menjadi masing-masing. Maing-masing melempar rindu tak berkesudahan dan tak sampai tujuan."

🌀🌀🌀

Brukk

Satu langkah kakinya masuk ke Studio, Faiha langsung disambut pelukan dari sahabat. "Seharusnya aku dukung apapun keputusan kamu, Ha. Maaf!" bisik Sande tepat dengan tangannya yang semakin mengerat memeluk Faiha.

Faiha tersenyum, membalas pelukan itu tak kalah erat. "Gapapa, kemarin aku cuma butuh waktu, makasih udah kasih." balas Faiha.

Sande terisak tiba-tiba, membuat Faiha panik, bahkan sampai melepas pelukannya untuk menatap sahabatnya. "Cengeng." kekeh Faiha saat melihat wajah Sande yang terlihat menggemaskan saat menangis.

Plakkk

Sande dengan kekuatan supernya pun menabok lengan Faiha cukup kencang. "Kamu tuh ya!" sungut Sande membuat Faiha tertawa.

"Cup cup cup. Cini peyukk!" tawa Faiha renyah, memeluk kembali sahabatnya dengan paksa.

"Gaya-gaya an pengen nolak di peluk, padahal pengen."

"Huaa, tau aja." rengek Sande membuat Faiha menepuk punggung sahabatnya dengan lembut.

"Everything Will be fine."

"Gue seneng Lo balik." suara berat itu membuat Faiha melepas rengkuhannya, menatap sumber suara dan yah matanya menangkap mata Asmi yang menyipit karena tersenyum. Diam-diam Faiha tersenyum lega. Syukurlah mereka mau menerimanya kembali.

Faiha terkekeh geli, mengangguk. "Kaya kemana aja."

Asmi terkekeh pelan, Sande pun begitu. Pagi ini, kedatangan Faiha setelah hampir dua Minggu sejak kejadian di studio malam itu pun seperti membuat semangat baru bagi Asmi dan juga Sande yang selalu menunggunya di studio setiap hari, bahkan hari Minggu yang biasanya studio tutup pun menjadi buka karena berharap Faiha kembali meski hanya sekedar mampir.

"Aku bawa bubur, sarapan yuk!" ajak Faiha berseru.

Terlihat matanya Sande yang berbinar bahagia membuat Asmi berdecak geli, Faiha yang melihatnya pun hanya tertawa, sepertinya hari ini semuanya akan kembali.

"Btw, kapan mau naik? Kangen puncak nih." ucap Faiha di sela-sela makannya.

Asmi yang fokus dengan bubur didepannya pun tak bersuara, membiarkan Sande yang menjawab karena wajahnya yang tadinya keruh menjadi cerah.

"Gimana kalau Minggu depan? Kita ke gunung sumbing, gak jauh-jauh banget." usul Sande bersemangat.

"Gimana, Mi?" lanjut Sande bertanya meminta pendapat Asmi.

"Terserah." jawabnya pendek.

Sande semakin antusias. Bahkan sendok plastik di genggamannya itu pun dia angkat ke atas seperti mengangkat senjata.

"Kita cari perlengkapannya nanti gimana? Camilan, kita harus beli yang banyak, karena kita juga harus bikin konten disana, udah lama gak upload soal pendakian, sehari ngecamp di sana juga lebih bagus, gimana?"

"Gimana kalau besok aja kita beli perlengkapannya? Aku ada sesuatu nanti."

Sande menggeleng cepat. "Gak bisa, Faiha. Besok studio buka, kan Senin, ini mumpung hari Minggu."

"Kenapa ini buka? Kan hari Minggu?"

"Karena kita tau Lo bakal kesini tanpa mikir hari apa jam berapa." sahut Asmi santai.

Dzikir Sendu Sang Perindu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang