Tujuh. Cewek Sombong

46 10 0
                                    

Sejujurnya pagi hari Jane tidak pernah berjalan baik semenjak kepindahannya di Jakarta kurang lebih seminggu—gadis itu sudah sampai sejak Sabtu dan mengurus kepindahan sekolah dari hari Jumat minggu lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejujurnya pagi hari Jane tidak pernah berjalan baik semenjak kepindahannya di Jakarta kurang lebih seminggu—gadis itu sudah sampai sejak Sabtu dan mengurus kepindahan sekolah dari hari Jumat minggu lalu. Jane benar-benar benci dengan jadwal transjakarta yang tidak jelas, kemacetan Jakarta yang makin membuatnya mumet—meskipun di Bekasi sama saja. Setidaknya Jane tidak akan merasa semarah ini bila transjakarta tidak ngaret kayak hari ini. Perempuan itu mengela napas. Ia sampai di pukul setengah 7 kurang 2 menit, dan dia berjalan dengan santai melewati gerbang yang masih dibuka.

Layaknya hari-hari sebelumnya, perempuan itu akan menyapa Atra. Namun bodohnya gadis Januarni itu yang lupa bahwa sekarang hari Jum'at dan dia hanya menyampirkan kerudungnya di bahu. SUDAH JELAS ATRA DIVISI KEDISIPLINAN. Jadi perempuan itu ditahan, tasnya ditarik oleh perempuan berambut panjang dengan wajah jutek dan pipi tembam. Sedangkan Jane dapat melihat Atra menarik seulas senyum tipis yang lebih terlihat mengejek ke arahnya.

"Kerudung lo pake!"

Jane melotot. "Lah, lo gak pake kerudung?"

"Gue nonis!" perempuan itu kembali mengomel. Cowok berwajah lembut dengan bitnik-bintik yang semakin terlihat jelas sewaktu terkena sinar matahari itu pun, jelas meledek. "Muka lo kayak orang islam, Ren."

"Sialan lo, Ed."

Atra menoleh, matanya melotot. "Diem," ia memberi peringatan. Matanya beralih pada Jane yang sedang bersungut sembari mengenakan kerudungnya dan memberi sedikit ceramah di pagi hari. "Besok, besok, dipakenya dari rumah. Karena gue gak pernah kasih keringanan buat siswi yang sengaja gak pake kerudung sebelum masuk ke kelas," ucap cowok itu pelan, namun dapat membuat bulu kuduk Jane merinding.

Ia mengangguk. Wajahnya semerah tomat akibat malu di minggu awal saja sudah masuk list buku dosa Atra. "Sori, besok gak lagi lepas kerudung," perempuan itu berniat pergi tapi perempuan yang dipanggil Ren menahan Jane, membuat Jane jelas menoleh heran.

"Apa lagi?"

Reni melotot ke arah Atra. "Woi, Tra! Nama dia belom lo tulis, ye. Mentang-mentang cewek ini yang kemarin lo pel—"

"Sori," cowok yang dipanggil Ed oleh si Ren itu tersenyum merasa bersalah pada Jane. "Reni ini emang mulutnya lemes. Gapapa, kok. Nama lo gak ditulis karena emang kesalahan pertama, jadi bisa ditegur. Lo boleh pergi," Ed sekali lagi tersenyum merasa bersalah pada Jane. Membiarkan perempuan bermata tajam itu melirik ketiga orang tersebut sekali lagi, sebelum melanjutkan langkahnya dengan masuk ke area koridor gedung A. Bersamaan dengan bel masuk dan dia dapat dengar jelas Atra memanggilnya, Jane langsung menghentikan langkah dan menoleh.

"Gue nanti mau ngomong sesuatu sama lo. Abis istirahat, lo dateng ke ruang OSIS, ya!"

Jane melotot, mau protes pun percuma. Apa jangan-jangan keringanan yang dimaksud si Ed tadi adalah langsung disidang di ruang OSIS? Perempuan itu berjalan dengan pikiran penuh dan masuk ke dalam kelas dengan wajah pucat sampai Pita mengira bahwa Jane baru saja bertemu dengan hantu wajah datar. Padahal daripada hantu berwajah datar, bagi Jane, ancaman Atra tadi merupakan hal paling menyeramkan untuknya di minggu awal bersekolah di SMA Nusantara.

Lempar Umpan, Sembunyi TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang