Tidak terasa tahun ini akan segera berakhir dengan banyak sekali kejadian yang datang silih berganti. Mengacaukan satu tatanan hubungan yang hampir hancur sebelum akhirnya kembali utuh. Menghadirkan satu perasaan yang awalnya selalu ditolak sebelum menerimanya dengan senyum lebar. Atau bagaimana mencoba untuk melangkah dengan tidak lagi memikirkan risikonya karena tau akan ada banyak orang yang siap membantu.
Malam itu di kediaman Ahmad bersama Papa yang sedang menonton serial televisi dan Mama yang tengah makan soto ayam dibantu oleh Atra di ruang keluarga. Tiba-tiba kekacauan terjadi karena Mama yang langsung berteriak histeris mendapati suara petir yang tercipta di tengah kegembiraan menanti tahun baru. Wanita itu tampak ketakutan, cemas, memanggil Langit yang merupakan satu-satunya harta yang telah hilang 4 tahun lalu.
Papa berusaha menenangkan bersama Suster Shasi yang ikut membantu. Bi Tuti menuruti permintaan Papa untuk menelepon dokter pribadi yang selama 3 minggu terakhir mentrapi wanita ini untuk kesembuhannya dari trauma mendalam atas kehilangan Langit 4 tahun lalu.
Sedangkan Atra terdiam. Dia biasanya maju dan mengatakan bahwa Langit sudah datang dan Mama tidak perlu takut lagi. Tapi apa sekarang dia harus berkata demikian? Selama proses trapi, Mama suka berteriak dan selalu menyebut Langit dalam ketakutannya. Wanita itu masih lepas kontrol namun lambat laun akan dapat tenang saat dokter mengatakan padanya untuk mengatur napas dan tidak mendengarkan suara-suara yang menghantuinya.
Mama belajar untuk menerima kenyataan dan saat ini Atra tidak boleh lagi mengacaukannya. Dia juga harus belajar menerima bahwa dia bukanlah Langit. Dia bukan Abangnya dan cowok itu tidak boleh mematikan perasaannya lagi.
Suara seorang perempuan yang selama satu minggu terakhir tidak dia lihat seakan datang. Menjadi Ibu Peri di tengah kekhawatirannya terhadap Ibunya sendiri.
"Tra, coba sekali-kali lo sebut nama lo. Bilang kalo lo akan selalu ada buat Ibu lo, bahwa lo masih ada di sini. Bukan sebagai Langit lagi, tapi sebagai Atra. Gimana?"
Jane menawarkan hal tersebut saat perempuan itu datang melihat proses trapi Ibu Atra bersama Pita dan Reksa di hari terakhir UAS. Atra meliriknya, alisnya bertaut.
"Emang bisa berhasil?"
"Ya, kalo gak dicoba. Mana tau hasilnya? Gimana sih."
Langkah Atra yang pelan dan penuh keraguan membuat Papa menatapnya bingung, begitu pula Suster Sashi yang heran menatap anak bungsu pasiennya yang tiba-tiba memeluk Ibunya yang sedang mengamuk. Remaja laki-laki itu dapat merasakan tubuh Ibunya bergetar karena takut dan dia lantas berkata.
"Ada Atra, Ma. Di sini ada Senjagatra, anak Mama. Anak kedua Mama..." suara cowok itu yang parau tidak mampu membuat Ibunya tenang. Tapi dia merasakan tubuh Ibunya tidak lagi bergetar. Atra kembali bersuara. "Ini Atra Ma, anak Mama. Anak Mama yang pendiam, anak Mama yang selalu nurut sama kata, kata, Mama. Anak bungsu Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lempar Umpan, Sembunyi Tangan
Novela JuvenilTacenda (Sesuatu yang lebih baik tidak diungkapkan) Ada satu kasus pencurian misterius di SMA Nusantara dan Atra sebagai ketua divisi Kedisiplinan dan Keamanan OSIS ditugaskan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Dia berkenalan dengan si gadis indigo...