Tiga Puluh Lima. Memilih Untuk Pergi

32 7 2
                                    

Terhitung sudah 2 hari semenjak Dana dinyatakan sadar setelah pingsan selama kurang lebih 5 jam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terhitung sudah 2 hari semenjak Dana dinyatakan sadar setelah pingsan selama kurang lebih 5 jam. Lelaki itu tidak banyak bicara selama 2 hari terakhir. Bahkan ketika Atra menjenguknya hari itu, bukan hanya perwakilan dari anggota OSIS, tapi sebagai sahabat lelaki itu. Dana hanya tersenyum padanya tapi tidak ada kalimat yang terucap dari lelaki itu. Seakan-akan Atra disadarkan bahwa mungkin permintaannya hari itu dikabulkan.

Permintaan Atra untuk Dana agar tidak lagi mencoba mengenal dirinya. Jika sejak awal mereka tidak berteman, hubungannya dengan Dana tidak akan serumit ini, kan? Mungkin lelaki itu masih berteman baik dengan Reksa tanpa harus merenggang akibat amarah Atra.

Cowok itu kali ini datang kembali, tapi di dalam sana sudah ada Reksa yang sedang mengajak bicara pria Rafathar tersebut. Keduanya terlibat tawa ringan dan Atra kembali diingatkan bahwa hal ini pernah terjadi. Hanya Atra yang tidak berada dalam tawa dua orang itu.

"Oh, Tra," kali ini sepertinya Dana sudah mulai kembali berbicara. Cowok itu semakin ceria meskipun wajahnya masih pucat. Dokter bilang, Dana masih perlu istirahat beberapa hari sebelum mulai beraktivitas kembali.

Atra tersenyum, melirik Reksa yang mengalihkan pandangan, sedang cowok itu akhirnya menarik kursi lain lalu duduk di dekat Dana. Memberikan dessert box, titipan dari Pita. "Pita bilang, harus abis kuenya. Kalo gak abis, dia nangis," seharusnya Atra bisa bicara lebih lembut sesuai arahan Pita tadi pagi. Namun cowok itu sudah geli sendiri dan berakhir berbicara dengan kalimat kakunya seperti biasa.

Dana tergelak. "Iya, bilang ke Pita, makasih. Pasti abis, kok."

"Ck, lo gak seru banget," ejek Reksa agak jengkel. "Gue udah bayangin lo bakal bilang 'Dana dimakan ya kuenya! Kalo gak abis, Pita bakal nangis kayak gini, huhu'," cowok itu malah memperagakan gaya imut Pita kalau sedang berbicara dengan Dana.

Kali ini, Dana benar-benar tertawa geli. "Gila."

"Tapi bener, kan? Pita selalu gitu kalo ngomong sama lo."

Atra memperhatikan dua cowok itu, sebelum dia melirik ponselnya. Sudah pukul 4 dan dia harus segera pulang. Cowok itu sudah berjanji untuk pulang lebih cepat semenjak kasus pencurian misterius berakhir. Selain karena tidak ada lagi kegiatan melelahkan bareng anggota divisinya. Dia juga ingin menghabiskan waktu yang selama ini membuatnya terbebani.

Seperti yang Atra katakan. Bahwa tidak apa dirinya mati bagi Mama-nya. Setidaknya cowok itu tidak melihat Ibunya berusaha bunuh diri seperti 4 tahun lalu. Setelah Abangnya mengembuskan napas terakhir hari itu.

"Gue juga pulang, Dan. Besok gue dateng lagi, oke?"

Entah sejak kapan dua orang itu kembali akrab, Atra harus terbiasa. Sejak awal memang dirinya adalah orang terakhir yang bergabung dengan dua cowok itu. Hubungan mereka berdua harusnya seperti ini sejak awal.

Lempar Umpan, Sembunyi TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang