Empat. Perkembangan Baru

44 11 1
                                    

Pagi-pagi sekali, sekolah masih sangat sepi untuk ukuran siswa yang datang sekadar belajar sebelum sekolah dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali, sekolah masih sangat sepi untuk ukuran siswa yang datang sekadar belajar sebelum sekolah dimulai. Akan tetapi untuk Atra yang menjalankan penyelidikan, sudah tidak kaget begitu turun dari motor KLX hitamnya dan berjalan melintasi koridor yang masih kosong selagi Ciko menyusul setelah turun dari scoopy cokelatnya. Ia mengikuti sang ketua yang mengedarkan pandangan ke sepenjuru area sekolah, dari mulai dinding, atap-atap, hingga lantai koridor untuk menilai berbagai kejanggalan yang mungkin bisa cowok itu temukan. Dari depan, terdapat Mila yang menyusul, beserta Reni yang datang dari arah lapangan futsal dan menggeleng pelan.

Saat cowok itu belok ke koridor penghubung antara gedung B dengan A, Fred muncul. Cowok itu menunjukkan satu benda aneh, berupa tali rapiah yang ditemukan di sekitar gedung A lantai 1. Tali rapiah yang sepertinya baru saja jatuh, karena di pukul 6 kurang 10 menit, tidak akan ada siswa yang datang ke sekolah, kecuali mereka—para divisi DK yang sedang menyusun rencana untuk menangkap pelaku.

Selesai menilai dari dekat dan tepat, mereka berpencar di gedung A. Mila bersama Ciko naik ke tangga dan berpisah untuk menjelajahi lantai 2 dan 3, Reni berjalan ke belakang gedung A sedangkan Fred berlari di sepanjang koridor lantai 1 untuk menemukan bukti lain.

Di lain sisi, Atra kembali mengedarkan pandangan. Kali ini matanya mengarah ke setiap jenjang pohon-pohon hias yang berada di sepanjang koridor. Pohon itu sengaja diletakkan di area samping lapangan upacara untuk memberi estetika lahan kosong yang hanya digunakan untuk kegiatan olahraga, basket—jika mereka sedang tukaran dengan anggota cheerleader di gymnasium, atau kegiatan wajib tiap Senin pagi (read: upacara). Ia melangkah, melintasi jembatan di jalur pembuangan limbah air yang mengarah ke selokan yang ditanam di tiap ujung sudut gedung, lantas matanya menangkap sebuah benda aneh.

Terdapat tangan yang selama ini dia cari-cari, yang entah bagaimana bisa berada di sana. Benda itu menetap di atas pohon hias berjenis Dischidia Geri yang menggantung di tiap atap koridor. Ia mencoba meraihnya dengan sedikit naik ke atas tumpuan berupa pot tanaman yang dibuat dari semen, yang diukir seperti batang pohon dan dicat cokelat gelap. Ia mengambil tangan itu dengan tisu yang selalu ada di saku blazernya. Benda yang wajib dibawa para anggota DK jika sedang investigasi barang bukti di tiap pagi setelah kasus. Apalagi kasus dua hari kemarin termasuk baru, sehingga kemungkinan pencurinya akan melakukan aksinya lagi entah untuk besok atau lusa.

Cowok itu meletakkannya di lantai, kemudian menoleh saat Reni kembali seraya menggeleng lemah.

"Kayaknya pelaku kabur? Gak tau sih, tapi gue sempet liat darah yang baru kering di besi atas dinding beton," ucap perempuan itu sambil mengipas-kipas wajahnya karena kegerahan. Apalagi dia lupa mengikat rambut, jadinya lepek dan bikin nggak nyaman.

Atra tersenyum. "Kayaknya dia tahu kalo kita dateng lebih cepat kali ini," ia menunjuk tangan boneka yang hanya sampai setengah pergelangan tangan. Membuat bola mata Reni melebar selagi dia mengeluarkan tisu untuk tidak menyisakan satupun jejak di barang bukti itu sembari memperhatikan bentuk tangannya secara detail. "Ini ... kayaknya dibeli gak jauh dari sekolah kita, deh. Gue inget kalo di perempatan jalan, ada penjual boneka kayu!"

Lempar Umpan, Sembunyi TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang