Sembilan Belas. Informasi Lain

42 7 1
                                    

Hari Sabtu yang diawali dengan bangun siang—meskipun kenyataannya gadis Januarni itu sudah bangun untuk ibadah sebelum tidur lagi selepas dua rakaat dan terpaksa bangun mendengar teriakan Ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Sabtu yang diawali dengan bangun siang—meskipun kenyataannya gadis Januarni itu sudah bangun untuk ibadah sebelum tidur lagi selepas dua rakaat dan terpaksa bangun mendengar teriakan Ibunya. Beliau selalu mengomel dengan kalimat 'Anak perempuan bangun siang jodohnya bakal dipatok ayam' dan Jane jengkel bila wanita paro baya itu menggerutu dengan kalimat yang sama terus menerus. Sehingga di pukul setengah 8 pagi, habis menyelesaikan sarapan bersama nasi uduk yang dibelikan Ayah habis dari kultum Subuh di masjid, cewek itu niatnya mau menonton drama terbaru di Netflix.

Tapi Ibu tetaplah Ibu, menyebalkan.

"Kamu tuh anak perempuan, ya mau gak mau bakal ke pasar," ucap wanita itu sembari mengambil pakaian kotor dari dalam keranjang pakaian di kamar anak perempuanya.

"Bu, emang Ayah gak bakal ke pasar?"

"Ya, Ayah kamu mana mau nemenin Ibu ke pasar. Dia sukanya mancing!"

Jane mendengkus. "Itu, Arif?" Jane malah menyebut Arif, Adik laki-lakinya yang baru berusia 11 tahun.

"Arif mana bisa naik motor, Agitt. Lagian bocah itu nggak kayak Kakaknya, udah main dia ke taman. Katanya mau CFD-an."

"Halah, sok-sok an CFD. Paling jajan cilor."

"Ya biarin, daripada molor kayak Kakaknya," Ibu masih saja meledek Jane yang hobi tidur di hari libur. "Udah, cepetan siap-siap. Ibu tunggu di bawah, mau lanjut nonton Lesty Billar dulu. Katanya mau nikah."

"Lesty teross."

"Mending Lesty, cantik, pacarnya ganteng. Gak kayak Agita, udah jelek, jomblo, suka molor."

"Ibuuu!"

Tidak usah heran mengapa Jane kalau di rumah dipanggil Agit, Git, Agita. Karena nama aslinya saja Anggita tetapi anehnya ng-nya tidak dipakai. Entah alasannya apa, kata Ayah sih biar lebih gampang panggilnya Agit. Kalau kata Ibu karena emang nama aslinya Agita, cuma pas pembuatan Akta Kelahiran tiba-tiba nama Jane berubah menjadi Anggita—atau ini emang akal-akalan orangtuanya saja yang aneh.

Adiknya juga korban ketidakjelasan nama seperti Jane. Nama Arif sendiri diambil dari Al-Syarif Dermawan. Harusnya dipanggil Al biar keren—kata si bocil yang belum lulus SD itu. Tapi Ibu dari awal memberikan nama, panggilan Adiknya sudah menjadi Arif, kadang dipanggil Arip, Rip, terserah deh. Intinya suka-suka mereka manggilnya apa kalau kata Ayah.

Jane selesai mengganti celana pendeknya menjadi levis sedikit di bawah lutut, kaus berlengan pendek dan tidak lupa membawa tas selempang kecil untuk meletakkan ponsel dan selembar uang dua puluh ribu—buat berburu kue-kue pasar sebagai cemilan menonton serial di netflix nanti.

"AGITTT!"

"Iyaaa!"

Cewek itu menutup pintu kamar dan menguncinya biar Adik-nya gak asal masuk ketika Jane gak ada. Di dalam kamarnya ada lemari pendingin mini berisi beberapa minuman yang menjadi stock untuk dirinya menonton series. Kalau si Arif menemukan minuman itu, bisa-bisa 5 kaleng sodanya tahu-tahu sisa 1.

Lempar Umpan, Sembunyi TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang