Soundtrack : TXT - Maze in the Mirror
Dunia mulai tampak asing dengan kehidupan yang begitu saja. Hidup dan mati harusnya tidak dipisahkan oleh garis takdir. Harusnya ketika manusia ingin mati, harus dikabulkan tanpa memikirkan takdir lain yang masih bisa didapatkan. Karena menentang takdir selalu dianggap dosa besar.
Apakah tidak ada penentangan tanpa memikirkan dosa dari Tuhan?
Lelaki Senjagatra itu menatap beberapa ketua divisi yang masuk untuk ikut serta dalam sidang akhir dari kasus pencurian misteri yang telah memecah otaknya 2 bulan belakangan. Dia seakan berada di jembatan akhir menuju surga atau neraka dan akhirnya Atra jatuh ke neraka paling menyakitkan. Dia mendengarkan tiap percakapan anggota OSIS sembari mencemooh sosok cowok yang duduk di kursi yang berada di tengah ruang sidang.
Pak Todi duduk di samping Atra, sedangkan cowok itu dengan tenang menatap Reksa yang sejak tadi tak berniat untuk melihatnya. Di samping Atra ada Reni yang sesekali melirik sang ketua. Gadis itu mengenal jelas Atra dan dia tahu bahwa kejadian pagi ini tidak sesuai harapannya.
Tidak bila orang yang harusnya berada di sana jelas orang lain. Atau lebih tepatnya, tidak dengan ruang sidang. Kalau Reksa tidak mengaku dan membiarkan Dana menyelesaikan masalahnya, tidak akan ada yang namanya ruang sidang. Sejak awal Atra menjebak Dana untuk berbicara empat mata bersama sahabatnya itu.
Mendengarkan apa yang tidak pernah Atra tahu tentang Dana.
Namun Reksa hadir. Lelaki itu kembali mengacaukan rencana Atra untuk melindungi semuanya. Cowok itu kembali menghancurkan kepercayaan dirinya.
Sekarang Atra bagaikana tubuh kosong yang bahkan tidak mampu membalas panggilan Tante Agni yang hadir di tengah kesibukannya bekerja sebagai ART di salah satu rumah. Perempuan itu tersenyum pada Atra, namun cowok itu jelas sudah tidak memiliki perasaan.
Hatinya telah dia buat mati. Jika jiwanya tidak dapat pergi, maka biarkan dia mematikan rasa empatinya.
"Kita mulai, Tra," cap Pak Todi tanpa memperhatikan pasangannya selama razia ataupun kegiatan keamanan siswa itu tampak diam di kursi sebelahnya.
Hanya mengangguk tapi jelas dia tidak tahu kenapa dia berada di sini.
Dia tidak tahu tujuan awalnya tergabung dalam divisi DK, menjadi ketua divisi dan harus kembali berhadapan dengan Reksa di tengah ruang sidang paling besar bersama kepala sekolah dan ketua yayasan yang akan menjadi penentu keputusan akhir.
"Reksa Ghana, siswa kelas 11 Bahasa 4 yang pernah ketahuan mencuri sejumlah uang 180 ribu dari sahabatnya, Dana Rafathar," Reni yang membacakan penilaian tentang pelaku agak ragu saat menyebut nama Dana, melirik Atra yang tenang dan kokoh meskipun kosong itu. "Setelah putusan akhir di tahun terakhir kelas 9 SMP, Reksa kembali memulai aksinya di pertengahan semester 1 kelas 11. Mencuri pulpen Roysivan, siswa kelas 11 IPA 1 untuk ditukar dengan uang senilai 80 ribu meskipun gagal. Pelaku kembali mencuri beberapa barang lain, dari buku cetak hingga buku catatan pelajaran yang diletakkan di kotak biru dongker sekitaran kebun singkong milik warga sekitar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lempar Umpan, Sembunyi Tangan
Teen FictionTacenda (Sesuatu yang lebih baik tidak diungkapkan) Ada satu kasus pencurian misterius di SMA Nusantara dan Atra sebagai ketua divisi Kedisiplinan dan Keamanan OSIS ditugaskan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Dia berkenalan dengan si gadis indigo...