Empat Belas. Mencari Jarum di Tengah Jerami

34 8 0
                                    

Sepanjang pelajaran terakhir untuk hari Rabu, Jane tidak berhenti melirik jam tangannya beberapa kali saking bosannya mencatat materi di depan kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang pelajaran terakhir untuk hari Rabu, Jane tidak berhenti melirik jam tangannya beberapa kali saking bosannya mencatat materi di depan kelas. Pelajaran Kewarganegaraan mungkin kosong, tapi secara tiba-tiba mereka mendapatkan sebuah tugas untuk mencatat materi yang dibagikan melalui Roy si ketua kelas yang tak kalah mendumal di kursinya.

Jane sendiri telah menyelesaikan catatannya di 10 menit terakhir sebelum bel pulang sekolah berbunyi, lantas melirik Pita yang tampak jengkel dengan satu paragraf terakhir catatannya.

"Lo temenin gue, ya," ucap Jane sedikit berbisik, menghindari tatapan teman sekelasnya yang suka kepo bila Jane sudah berbicara pada Pita seperti ini. Mereka tahu apa yang Pita dan Jane lakukan beberapa hari terakhir, dan meskipun takut, mereka tetap bertanya-tanya soal rupa hantu yang mereka lihat.

Membuat Jane jengkel.

"Gak."

"Pitaaa."

"Aaaa iya, iya, gue ikut!" serunya, kesal sendiri.

Jane tersenyum. "Yaudah, yuk buruan. Sebelum rame."

Pita agak sangsi saat Jane menyebut kata rame. "Sama murid, kan?"

"Sama hantu lain dong, Taa."

"Ihh, anjir! Janeee!"

Rengekan Pita menjadi sorotan anak laki-laki, terlebih perempuan itu memang sejak dulu dikenal sebagai sosok yang ceriwis tapi manis. Apalagi kalau sudah memanggil pujaan hatinya yang tak lain adalah Dana yang saat itu memerhatikan Pita yang dirangkul Jane dengan senyum tipis. Atra melirik sahabatnya, sebelum bola matanya beralih pada sosok Jane dengan rambut ponytailnya yang bergerak-gerak lincah.

"Mau ngeliat hantu lagi lo, ya?" tebak Roy, mendekati Jane untuk menjemput buku catatan gadis itu.

Jane mendelik. "Kenapa? Mau ikut liat pocong?"

"Kamsahamnidah, thank you, tapi maaf itu gue cuma nanya."

Pita terkekeh. "Roy Kiyoshi, udah berhenti sok-sokan mau jadi Song Joong Ki. Karen gak bakal ngelirik lo, jir!"

Roy melotot pada perempun berambut bondol itu. "Diem lo, dora!"

"Sialan."

Setelah bel pulang berbunyi, kedua perempuan itu segera meninggalkan kelas untuk mendatangi gedung tempat mesin pembangkit listrik yang menyalurkan arus ke seluruh area sekolah. Dari pos satpam, lampu-lampu di dekat taman ataupun parkiran, sampai ruang kelas, lab, perpus, ruang guru dan lain-lain. Semua arus listrik berasal dari satu gedung berbentuk semacam rumah yang hanya ada dua ruangan, satu ruangan untuk pengawas yang berjaga dan satu lagi adalah ruang mesin yang juga terhubung dengan pembangkit listrik sementara yang dinyalakan bila ada mati lampu—kejadian hari ini termasuk pengecualian akibat mati lampu disebabkan tuas yang sengaja diturunkan, bukan karena arus listrik yang sengaja padam dari PLN.

Lempar Umpan, Sembunyi TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang