"Janee, gue TBL, nih. Takut Banget Loh, Janee, astaga."
Pita terus menerus berbisik pada Jane yang gak peduli bahwa sekarang dirinya tengah mengendap, mendekati ruang OSIS dimana rapat masih berlangsung. Cewek itu tersenyum sewaktu menemukan Pak Tua, hantu Kakek-kakek dengan kepala gundul dan wajah penuh lebam serta satu matanya hilang. Tubuhnya bungkuk, bajunya compang-camping. Pak Tua bilang, dia meninggal sudah puluhan tahun lalu dan merupakan penghuni senior dari gedung ini.
"Gimana, Pak?"
Jane sebelumnya sudah berbicara dengan Pak Tua. Mereka telah mendapatkan kesepatakan dalam diskusi mereka dimana Jane telah mendengarkan cerita Pak Tua mengenai perjalanan hidupnya dulu, menjadi supir becak sebelum dituduh mencuri dan mati akibat dipukuli masa.
Pak Tua tersenyum. "Atra tidak menyebutkan calon pelakunya, tapi dia bilang akan mengawasi dua orang."
Jane mengangguk paham. "Oh, berarti bener," ia melirik Pita yang mengawasi sekitar mereka demi berjaga-jaga kalau saja pintu OSIS terbuka akibat ada orang yang izin keluar di tengah rapat. "Ta, gue tahu besok kita bakal ke mana buat lanjut investigasi."
"Ke mana?"
"Toilet cowok gedung C koridor bawah, sama toilet cowok gedung B koridor lantai 2."
Pita melotot. "Lo gila?! Ngapain ke toilet cowok cobaaa."
Jane tak menggubris, dia berpamitan pada Pak Tua sebelum meninggalkan Pita yang masih merajuk sampai akhirnya pintu OSIS tiba-tiba terbuka sedang dua gadis yang telah lari meninggalkan ruang OSIS. Saat itu Septian keluar, menatap koridor depan ruang OSIS yang kosong lalu menggeleng tidak mengerti alasan keributan barusan.
Di sisi lain, Jane sudah berdiri di samping Pita dimana mereka tengah menunggu transjakarta melipir pada pukul setengah 5 sore. Hari ini ekskul cheers bisa dibilang sedang lengang, mereka hanya latihan sebentar dan dipulangkan cepat. Oleh sebab itu Jane dapat berbicara dengan Pak Tua dengan Pita yang ketakutan ketahuan anggota OSIS.
"Muka lo masih pucet," ejek Jane karena tadi Pita langsung panik sewaktu pintu ruang OSIS dibuka.
Pita mendengkus. "Kalo ketahuan tadi, gue mau menghilang aja rasanya. Malu, tau!" "Sori, dehh."
"Beneran, ya, Jane. Kadang gue males kalo lo udah mulai ngelewatin batas gini," Pita berceloteh. "Lagian, kenapa sih anggep omongan Mila dulu serius banget? Itu Adek kelas emang udah songong semenjak jadi anggota VIP kelas 10. Selama ini, anggota DK OSIS itu gak pernah ada kelas 10-nya, tau."
Jane melirik temannya, agak bingung oleh cerita cewek itu. "Kok bisa?"
"Ya, karena orang-orang yang ngehukum anak bermasalah kan lebih pantes dilakuin siswa kelas 11. Cuma tahun ini aja yang beda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lempar Umpan, Sembunyi Tangan
Novela JuvenilTacenda (Sesuatu yang lebih baik tidak diungkapkan) Ada satu kasus pencurian misterius di SMA Nusantara dan Atra sebagai ketua divisi Kedisiplinan dan Keamanan OSIS ditugaskan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Dia berkenalan dengan si gadis indigo...