Sembilan. Si Cowok Berandal

40 9 0
                                    


Di minggu pertamanya sebagai siswa SMA Nusantara, Anggita Januarni akan mulai kerja kelompok pertamanya untuk salah satu tugas yang akan dikumpul hari Senin—apalagi jika bukan percakapan Bahasa Inggris dimana dirinya, lebih menyebalkan lagi, berada di satu kelompok yang sama dengan Atra.

Beruntungnya mereka memutuskan bertemu di salah satu kafe yang ada di salah satu mall dekat sekolah. Tempat ngopi sekaligus ngemil bersama wifi gratis. Di tengah hingar bingar penduduk Kota mendatangi mall untuk berkeliling dan seringnya berakhir hanya makan di foodcourt lantas pulang, atau menonton film lantas makan di foodcourt. Sungguh kenyataan paling miris, karena Jane hanya datang ke mall buat kerja kelompok.

Sambil menunggu Abang gojek melipir ke daerah rumahnya karena dia sedang malas menunggu transjakarta. Dia juga buru-buru mengingat waktu kerja kelompok akan dimulai dalam 15 menit kemudian—iya, Jane itu lupa kalau ada kerja kelompok. Mana diingatkan oleh Intan telat banget! Oleh sebab itu, Jane menunggu dengan cemas kedatangan ojeknya sampai motor ninja hijau mendekat dan seorang cowok melepas helm.

Gadis itu mau mengomel, tetapi bibirnya lebih dulu terkatup saat menemui siapa pemilik motor yang berhenti di depannya.

"Lo... Anggita Januarni. Bener, kan? Di aplikasi namanya gini," ucap cowok itu yang tidak lain adalah Reksa. Si trouble maker sekolah dengan jaket hijau ojol yang khas tetapi motornya yang sama sekali tidak khas.

Beda pula sama di aplikasi.

"Lo nyolong hape juga?" Jane lebih dulu menuduh, membuat si empunya motor perlahan menoleh. Kali ini tatapannya berubah lain, yang Jane yakini bahwa dia dapat melihat tatapan tersinggung sebelum cowok itu tergelak.

"Anak SMA Nusantara ternyata," gumam cowok itu, membuang rokok yang bahkan baru terbakar setengah itu ke aspal lantas menginjaknya. "Sori, tapi kali ini tebakan lo salah juga. Itu akun Om gue, dan gue selalu narik penumpang tiap jam segini. Lumayan nambah uang jajan," ia berujar sebelum menambahkan. "Fyi, lo baca pesannya kan? Udah dikasih tau orang di aplikasi sama yang dateng bakal beda. Gue juga udah kasih tau plat motor gue."

Mendengar sindirian tersebut sontak membuat wajah Jane berubah merah akibat malu. Gadis itu segera mengecek pesan dari aplikasi ojeknya dan menatap pesan yang baru saja dibaca sebelum dia tersenyum tipis karena rasa bersalah. "Maaf, gue ... terbawa Atra sama yang lainnya," cewek itu menerima helm yang diberikan Reksa.

Reksa, yang jelas sekali mendengar nama Atra, menoleh cepat. "Lo kenal Atra?"

"Gue temen sekelasnya."

"Gue hapal temen sekelas—oh I see, anak baru yang katanya indigo itu, ya?"

Kali ini Jane mendengkus jengkel. Sumpah, jika Atra di sini pasti dia sudah habis Jane bentak-bentak dengan segala sumpah serapahnya. Gadis itu tidak menjawab, tapi Reksa dengan cepat mengerti bahwa tanpa dijawab pun dia tahu jawabannya apa.

Benar. Gadis itu lah si anak baru yang indigo.

"Lo mau ngapain ke Cipinang Indah? Mau kencan sama Atra lo?" cecarnya sebelum dia tergelak. "Eh mana mungkin juga si bocah tolol itu kencan. Yang dia tahu cuman ngurusin keamanan doang," ia mengejek yang hanya ditanggapi Jane dengan delikan.

"Mau kerja kelompok," gadis itu menilai penampilan Reksa melalui kaca spion, agak ragu untuk bertanya namun dia merasa bahwa dia perlu bertanya. Apalagi dia mengingat bagaimana sombongnya dia mengajak duel Atra yang sudah jelas dia yang kalah. "Lo ... emang sering jadi ojek gini?" ia bertanya dengan nada yang pelan, sedikit ragu dan sedikit cemas. Takut kalau Reksa malah meledak dan menurunkannya di lampu merah.

Lempar Umpan, Sembunyi TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang