#5 - Diblokir

337 69 10
                                    

Sebelum ke rumah sakit, Jaehyun Hyung mampir ke sebuah department store besar di Sinchon. Aku hanya diam mengikuti langkahnya. Banyak pengunjung mengenali kami, jadi mau tidak mau, aku harus memasang wajah tersenyum meski sebetulnya aku malas setenguo gah ampun untuk terlihat manis. Tatapanku sering melirik Jaehyun Hyung berharap dia akan mengajakku bicara.

"Kau marah?" tanyaku pelan di sisi bahunya.

Jaehyun Hyung menggeleng tipis. "Hanya malas bicara denganmu."

Aku berdecak pelan dan mengikutinya masuk ke sebuah toko perlengkapan bayi. Kakakku menyuruh agar aku duduk di sofa tunggu saja sementara dia berkeliling mencari kado. Kupandangi seluruh bagian toko. Setiap sudutnya memajang benda-benda mungil menggemaskan. Beberapa bayi selebritis menghiasi produk-produk ternama yang banyak diburu pengunjung.

Di antara banyaknya barang di toko besar ini, tidak ada satu pun yang menarik minatku untuk bergerak menghampiri. Berbeda dengan Jaehyun Hyung yang berdiri di dekat rak sepatu bayi. Senyumnya mengembang lebar untuk pertama kalinya hari ini dan senyum itu menyihirku. Tatapan matanya menjadi bening dan sesekali ia akan terawa pelan membandingkan sepatu-sepatu itu.

Saat melihat Jaehyun Hyung memasukkan beberapa sepatu ke keranjang belanja, hatiku berdesir aneh. Aku tidak pernah melihat kakakku sebahagia itu karena orang lain. Tiba-tiba saja sesuatu melintas di pikiranku dan aku segera menyusulnya ke meja kasir.

"Hyung," panggilku.

Jaehyun Hyung melirik sekilas. Senyumnya hilang tergilas kedua matanya yang sontak berubah tajam seolah kedatanganku mengganggunya. "Apa?" tanyanya karena aku tidak kunjung mengatakan sesuatu.

Aku menggeleng. Ini bukan tempat yang tepat untuk mengajukan pertanyaan pribadi. Kuamati puluhan barang memenuhi meja kasir dan setelahnya petugas berseraham biru-kuning itu menyebutkan nominalnya yang tidak bisa dikatakan murah. Ternyata produk bayi lebih mahal dibanding kebutuhan orang dewasa.

"Bisa tunai, kan?" tanya Jaehyun Hyung dengan senyum ramah.

"Bisa, Tuan," jawab petugas itu.

"Ka-kau bayar pakai uang tunai?" Aku tidak bisa menahan diri. Setelah Jaehyun Hyung mengulurkan lembaran uang tunai kepada petugas, aku merebut dompetnya. Isinya membuatku tercengang. Hanya ada kartu identitas, SIM, foto ayah, satu ATM, dan ... "Ke mana black card-mu?" tanyaku.

"Dasar tidak sopan!" Jaehyun Hyung merebut lagi dompetnya lalu memukul lenganku dengan benda cokelat gelap itu. "Aku tidak membutuhkan black card dari ayah. Kau lupa? Aku punya pekerjaan dan penghasilan sendiri sekarang," jawabnya enteng lalu menerima barang belanjaan. "Bantu bawa!"

Aku menyambar satu plastik besar entah berisi apa. "Jadi, kau mengembalikannya pada Appa?" tanyaku, menatapnya serius dan sesekali menatap ke depan agar tidak menabrak orang.

"Iya."

"Lebih baik kau berikan padaku, Hyung," ujarku begitu saja.

"Kau 'kan sudah punya sendiri. Jangan boros! Appa bekerja keras tidak untuk kaubuang-buang uangnya ke tangan orang lain!"

Aku memutar bola mata dan melangkah hati-hati ke tangga eskalator. "Aku beli pakaian di toko yang disewakan Appa. Makan di restoran yang gedung-gedungnya milik Appa. Menginap di hotel juga hotelnya Appa. Membuang-buang uang apanya?" sanggahku tidak terima hobiku berbelanja dinilai salah oleh kakakku.

Star Group terkenal dengan bisnis properti tidak hanya di Seoul, tetapi juga di banyak kota di Korea Selatan. Banyak bangunan yang disewakan atau diperjualbelikan oleh perusahaan kami. Bangunan mal ini, rumah sakit, hotel, toko-toko, apartemen, perumahan, semua aset bangunan atas nama Star Group. Singkatnya, semua uang yang kudapat dari Appa dan kugunakan untuk membeli semua kebutuhanku di toko-toko itu, akan kembali ke rekening Appa.

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang